.

.

Sabtu, 11 Februari 2012

Berburu Buku Langka

Bagi para peminat, berburu buku langka merupakan pekerjaan yang mengasyikkan. Banyak waktu, energi dan dana rela diberikan untuk memperoleh buku yang diidam-idamkan. Untuk mengetahui keberadaan pedagang buku langka di ibu kota, berikut ini potret sekilas dua pedagang buku langka di Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta Timur, dan Pasar Senen, Jakarta Pusat.
Hujan deras membuat gerobak buku-buku tua mesti dibungkus dengan plasik. Sementara beberapa pemuda duduk bersantai di kiosnya masing-masing menanti hujan dapat reda kembali. Beberapa buku tersusun rapi di dalam rak. Sementara sebagian lagi masih berserakan di lantai dengan ikatan tali plastik.
Demikianlah situasi lokasi Pasar Buku Langka (PBL) di TMII saat dikunjungi Matabaca, awal Mei 2008 lalu. Lokasi yang berada di antara anjungan Papua dan Istana Anak Indonesia ini tergolong strategis karena berada persis di tengah wilayah Taman Mini. Keberadaan PBL ini tidak bisa dilepas dari usaha almarhum Sjamsuddin Effendi Siregar pada 1986 yang lalu.

Menurut cerita Sakur, seorang penjaga kios warisan Sjamsuddin ini, pada mulanya mantan ibu negara Tien Soeharto pernah mencari satu judul buku langka, dan kebetulan buku itu dimiliki oleh Sjamsuddin sendiri. Saat buku hendak dibayar, Syamsuddin memohon agar diberikan ijin membuka kios di sekitar Taman Mini. “Permohonannya ternyata dikabulkan dan jadilah Pasar Buku Langka di Taman Mini hingga saat ini,” ujar Sakur mengenang.
Kriteria
Sebutan Pasar Buku Langka membuat orang tentu bertanya apa saja kriteria sebuah buku disebut langka? Menurut Sakur pengertian langka sederhana saja. Pertama, semua buku yang tidak lagi dijual di toko-toko buku. Kedua, buku yang tidak diterbitkan lagi. “Jadi tidak ada patokan khusus mengenai buku langka. Yang jelas, masa edar buku tersebut sudah berlalu,” ujarnya.
Sementara itu P. Siahaan, seorang pedagang buku langka di Pasar Senen menuturkan, segala jenis buku yang susah didapat adalah buku langka. Jadi, bisa bermacam-macam, baik buku yang sudah tua maupun buku yang masih tergolong muda dari segi tahun terbitan, tapi jumlah eksemplarnya tidak banyak, atau buku-buku yang pernah masuk black list oleh rejim penguasa. Siahaan memberi contoh buku-buku Pramudia Ananta Toer yang pernah dilarang oleh rejim Orde Baru. “Pada zaman sekarang buku-buku itu tentu tidak tergolong langka lagi, karena bukunya sudah bebas beredar dan orang gampang memperolehnya,” ujar Siahaan.
Di kios-kios PBL Taman Mini jenis buku yang tersedia cukup beragam. Orang dapat melihat berbagai jenis mulai dari buku tua terbitan awal abad yang lalu hingga tahun 2000an. Sakur mengakui tidak ada spesifikasi buku di kios yang dijaganya. “Jenis buku di kios kami beragam seperti sejarah, sastra, biografi, dll”, ujarnya. Buku-buku kuno umumnya berbahasa asing seperti Belanda, Jerman, dan Inggeris. Kebanyakan memang berbahasa Belanda seperti Het Adatrecht van Nederlandsch Indie (1925), Geschiedenis van Nederlandsch Indie Deel I – IV (1939), Boomsorten op Java (1914), dan Handwoorden Boek (1901).
Buku-buku tua seperti itu umumnya diminati oleh para sejarawan atau peneliti asing yang mempelajari sejarah dan budaya Indonesia. Sementara orang Indonesia sendiri lebih berminat pada sejarah politik dan militer. “Beberapa bulan terakhir ini misalnya para pelanggan Indonesia sering mencari buku-buku seputar sejarah Jakarta tempo dulu, Budaya Papua, sejarah Perang Dunia Kedua, atau biografi para tokoh-tokoh pergerakan nasional seperti Soekarno, Haji Agus Salim, Moh. Natsir, dll,” ujar Sakur.
Hal senada juga diungkapkan oleh Siahaan yang sudah memulai usahanya sejak tahun 1990an. Menurutnya, para pelanggan yang biasa datang mencari buku langka padanya adalah peneliti asing dari Jepang yang berminat dengan sejarah Indonesia. “Pernah datang mencari buku peneliti yang mendalami sejarah Tan Malaka,” kenang Siahaan. Sama seperti Sakur, Siahaan pun tidak memiliki spesifikasi buku langka dalam kiosnya yang terletak di dalam kompleks terminal Pasar Senen itu. “Sampai saat ini segala jenis buku saya tampung, tapi pelan-pelan saya mau mengkhususkan diri pada buku-buku langka bidang sastra dan sosial,” ujarnya.
Dari mana para penjual buku langka memperoleh buku-buku tua ini? Menurut Sakur, sumbernya cukup beragam. Kebanyakan dari perpustakaan pribadi yang tidak dikelola lagi karena pemiliknya meninggal dunia, tapi ahli warisnya tidak sanggup mengurusnya lagi, sehingga dijual. “Kadang kami juga pergi mencari buku langka dari para penjual buku loak yang sudah tua dari luar kompleks Taman Mini,” aku Sakur.
Nilai jual
Buku langka dibeli oleh pedagang untuk kemudian dijual lagi kepada para pelanggan. Jelas ada unsur bisnisnya. Dalam menentukan harga jual kembali buku-buku langka ini pedagang mengaku tidak memiliki patokan baku. Dalam mementukan harga mereka biasanya berpatokan pada isi buku, dan dari tingkat kesulitan memperolehnya. Jadi berlaku hukum ekonomi. “Bila sebuah buku amat langka dan banyak peminatnya, maka nilai jual buku tersebut akan menjadi tinggi,” demikian Sakur menjelaskan. Ditambahkan, memang ada suatu harga standar, namun harga standar ini akan bergeser ke arah lebih tinggi bila ternyata buku langka tersebut amat langka dan diminati orang.
Bagi Siahaan sendiri nilai jual buku-buku langka sangat tergantung pada berbagai faktor seperti jumlah peminat, usia buku, dan tingkat kelangkaannya. Menyangkut isi buku jarang menjadi kriteria. “Buku tua yang memiliki isi yang bagus belum tentu menjadi jaminan memiliki nilai jual tinggi,” ungkap Siahaan.
Sederhana
Keberadaan kios buku langka di Taman Mini dan di Pasar Senen cukup sederhana, namun mendapat pengunjung yang cukup banyak khususnya di akhir pekan dan masa liburan. Bila di Taman Mini para pedagang berjualan di kios cukup besar yang sudah disediakan oleh pengelola, di Pasar Senen sendiri para pedagang mesti sabar dengan kondisi kios yang lebih sempit berukuran sekitar 1,5 x 2 meter dan berhimpitan dengan pedagang buku baru lainnya di lokasi Terminal Bis Pasar Senen. Posisi kios Siahaan yang agak ke dalam membuat dia lebih mengkhususkan diri untuk menjual buku-buku langka.
Kendati jumlah pengunjung tidak bisa diprediksi secara tepat, namun dalam sehari Siahaan selalu mendapat kunjungan para peminat buku langka. “Bila saya tidak memiliki buku yang dicari, saya biasanya menyarankan pelanggan menghubungi beberapa kolektor buku langka yang saya kenal seperti Yose Rizal, Dolly, Daud atau Jaya Laras,” tutur Siahaan. Sementara di Taman Mini, bila pengunjung agak lesu, mereka kerap ikut pameran dan mereka juga melayani para pelanggan dari berbagai perpustakaan daerah di Indonesia.
Mengingat buku-buku yang ditawarkan adalah buku-buku langka yang sudah tua, tentu saja perlu perawatan serius agar tidak rusak. “Buku-buku kita upayakan tersimpan rapi dalam rak dan sedapat mungkin menghindari tempat yang lembab agar kertas tidak rusak,” ujar Sakur yang bekerja di kios buku langka sejak dua tahun lalu itu. Sementara Siahaan demi perawatan terpaksa menyimpan sebagian lagi buku langka di rumahnya sendiri, karena kiosnya terlalu keci. “Beberapa buku tua yang menurut saya isinya bagus malah saya baca sendiri,” ujar Siahaan yang karena pengalaman bertahun-tahun sebagai penjual buku tua menjadi hafal berbagai judul buku yang diminta para pelanggan itu. (Raja Oloan Tumanggor)


*Pernah dimuat di Majalah Mata Baca Juni 2008

0 komentar:

Posting Komentar

Jangan lupa menuliskan sedikit komentar ya....? banyak juga boleh..........thanks.....

Related Post

ShareThis