.

.

Jumat, 26 Desember 2014

PECAHAN 500 RUPIAH KUNINGAN (Rp.500 tahun 1991-1992)

Terbuat dari bahan kuningan (aluminium-perunggu) dengan gambar bunga melati dan angka Rp.500 kecil di bagian bawah.
Harga @ Koin Rp.500 tahun 1991: Rp.30.000 
Harga @ Koin Rp.500 tahun 1992: Rp.20.000

 











Minggu, 04 Mei 2014

Adiparwa I & Adiparwa II


Terjual
Harga: Rp.200 rb (blum ongkir)
Jilid I Dikerdjakan oleh: SIMAN WIDYAMANTA (146 halaman) cet ke-2 tahun 1962 & jilid II cetakan -1 (134 halaman) tahun 1958
Kondisi: Lumayan

KITAB ADIPARWA

BAB I
Menceritakan isi dan ringkasan tiap-tiap parwa dalam Mahabarata, serta berisi tentang peperangan keluarga Korawa dan Pandawa yang terkenal dengan nama Bharatayudha. Diceritakan juga tentang Begawan Bhisma yang menjadi senopati Kurawa selama 10 hari, dangyang Drona (Dorna) selama 5 hari yang dikalahkan oleh Dhrestojumeno, senapati Pandawa. Lalu sang Karna menggantikan selama 2 hari dan dikalahkan oleh sang Arjuna. Kemudian sang Salya menggantikan hanya setengah hari, dikalahkan oleh sang Yudhistira. Sedangkan pada sore harinya sang Duryudhana dikalahkan oleh sang Bhima.

BAB II
Menceritakan sang Srutasena melangsungkan korbn atas perintah maharaja Janamejaya. Saat itu seekor anjing bernama Sarameya putra begawan Pulaha dan sang Sarama, datang untuk melihat korban. Tapi sang Srutasena memukul anjing tersebut. Sang Sarama datang mengutuk Maharaja bahwa korbannya tidak akan sempurna. Untuk mencabut kutukan itu, Maharaja mencari dan mendapatkan Brahmana sakti ayah dan anaknya, yaitu sang Srutasrawa dan Somasrowa.

BAB III
Menceritakan begawan Dhonya yang menguji kesetiaan ketiga muridnya, yaitu sang Arunika, sang Utamanyu, dan sang Weda. Sang Arunika disuruh untuk bersawah. Akan tetapi air bah datang merusak pematang sawahnya dan menggenangi bibit-bibitnya. Berulang kali pematang diperbaiki tapi berulang kali pula rusak. Maka sang Arunika menggunakan badannya untuk menahan air bah sebagai pengganti pematang sepanjang siang dan malam. Akhirnya sang Arunika dianugerahi mantra sakti oleh gurunya.
Sang Utamaya lebih menderita lagi. Ia yang seorang pengemis dilarang meminta-minta ketika mengembala lembu. Selain itu juga dilarang meminum sisa air susu waktu anak lembu menyusu pada induknya. Sang Utama akhirnya hanya minum getah waduri yang menyebabkannya menjadi buta. Namun sang Utama juga mendapat anugera berkat kesetiaan dan ketaatannya kepada perintah gurunya. Demikian pula sang Weda yang tidak kalah menyedihkan penderitaannya.

BAB IV
Menceritakan asal mula yang Agni (api) yang makan segala sesuatu tidak memilih barang apa yang dibakarnya. Hal ini akibat kutukan begawan Bhregu, karena menjadi saksi dusta atas peristiwa sang Pulomo, yang dulu telah diserahkan kepada sang Duloma raksasa yang meminta isteri sang Bhregu. Akhir cerita ini yaitu tentang sang Ruru yang menyerahkan setengah umurnya kepada kekasihnya yang mati digigit ular, untuk bisa hidup kembali.

BAB V
Menceritakan sang Astika, pahlawan para naga yang menyelamatkan mereka, terutama naga Taksaka dari korban ular. Sang Astika merupakan putra sang brahmana Jaratkaru. Pada awalnya Jaratkaru bertekad untuk tidak akan kawin. Akan tetapi ketika melihat leluhurnya berada diantara surga dan neraka, karena surga tidak dapat diperoleh oleh orang yang tidak mempunyai keturunan, maka sang Jaratkaru mencari isteri yang namanya sama dengannya. Akhirnya ia beristerikan Nagini, adik para naga yang diberi nama Jaratkaru, karena mereka tahu, bahwa brahmana itulah yang akan menurunkan pahlawan bagi mereka.

BAB VI
Menceritakan sang Winata dan sang Kadru bertaruh atas kuda Ukaihsrawa yang menyebabkan sang Winata menjadi budak sang Kadru. Sang Winata akhirnya dibebaskan oleh sang Garuda, anaknya dan sebagai syaratnya adalah Amarta. Dalam bab VI ini diceritakan juga asal mula ular mempunyai lidah yang bercabang dan sang Garuda menjadi kendaraan batara Wisnu.

BAB VII
Menceritakan usaha para naga menghindarkan diri dari hukuman korban ular yang telah pernah dikutuk ibunya sendiri. Pendapat yang terbaik adalah pendapat Alipatra, bungsu para naga, karena ia ingat bahwa yang akan membebaskan kutukan itu sang Jaratkaru. Pada waktu itulah sang Basuki, pemimpin para naga menyerahkan adiknya, Nagini kepada sang Jaratkaru untuk diperisterinya.

BAB VIII
Menceritakan maharaja Pariksit yang meninggal karena digigit naga Taksaka atas perintah sang Srenggi, karena perbuatan maharaja mengganggu begawan Samiti, ayah sang Srenggi, dengan mengalungi bangkai ular. Peristiwa inilah yang menyebabkan adanya korban ular oleh sang maharaja Janamejaya, putra maharaja Pariksit.

BAB IX
Menceritakan keadaan dan kesudahan korban ular, sesudah sang Astika mengambil bagian dalam hal ini.

BAB X
Menceritakan penjelmaan para dewa yang kemudian menurunkan para Kurawa dan Pandawa, dimulai dari asal-usul dan kelahiran sang Durgandini dan saudaranya yang kemudian bernama Maswowati, raja di negara Wirata. Diteruskan juga dengan cerita sang Sakuntala yang kemudian berputra sang Bharata, dan menurunkan keluarga Bharata.

BAB XI
Menceritakan mantra sakti yang dapat menghidupkan orang yang sudah mati, bahkan yang sudah menjadi abu sekalipun. Diceritakan juga bahwa maharaja Jayati memperisteri putra sang pendeta Sukra. Tetapi juga mengambil budaknya sebagai isteri kedua, sehingga mendapat kutuk dari mertuanya yang menyebabkannya menjadi tua sebelum waktunya. Tetapi putranya, sang Puru sanggup mengganti kutukan itu. Sehingga sesudah 1000 tahun akan kembali menjadi muda, maka sang maharaja Jayati kembali menikmati masa mudanya.

BAB XII
Menceritakan silsilah sang Pandawa dan Korawa, mulai dari sang Puru beristeri sang Kosalya, berputra sang Janamejaya yang beristeri tiga orang. Juga Kuru yang membuat tegal Kurusetra. Sampai pada Hasti yang membuat negara Hastinapura, kemudian sampai pada nama Pratipa, Santanu, Bhisma, Abiyasa, akhirnya sampai Korawa dan Pandawa. Diceritakan juga tentang penjelmaan Astabasu, yang seorang diantaranya menjadi sang Bhisma itu. Juga diceritakan kematian sang Ambo oleh sang Dewabrata (Bhisma) dengan tidak sengaja. Juga tentang kebesaran jiwa sang Bhisma meninggalkan wanita untuk selamanya agar ayahnya, maharaja Santanu dapat kawin dengan Gandhawati.

BAB XIII
Menceritakan penjelmaan yang Yama menjadi sang Widura karena dahulu telah menjatuhi hukuman kepada anak yang belum berumur 14 tahun. Karena itu yang Yama dikutuk oleh para brahmana menjelma menusia yang mempunyai cacat pincang sedikit.

BAB XIV
Menceritakan kelahiran Korawa dan Pandawa dan kedua keluarga itu sewaktu masih kanak-kanak. Diceritakan juga bahwa perbuatan sang Bhima selalu menimbulkan amarah sang Korawa, sehingga Korawa selalu berusaha untuk memusnahkan mereka. Demikian pula tentang bergurunya kedua keluarga itu kepada sang resi Durna serta pertandingan kesaktian yang menyebabkan sang Karna dinobatkan menjadi raja di negara Ngawangga (Angga).

BAB XV
Menceritakan sang Pandawa berdiam di Wanamarta. Di sanalah mereka menempati rumah damar (bale segolo-golo), yang dibuat oleh Korawa dengan maksud untuk meleburkan keluarga Pandawa dengan jalan membakar rumah mereka.
Lepas dari rumah damar itu Pandawa masuk hutan belantara. Di sanalah sang Bhima dapat membunuh raksasa Hidimba serta mengawini adiknya si Hidimbi (Arimbi). Demikian pula kelahiran sang Gatotkaca dari perkawinan itu. Akhirnya diceritakan juga raja raksasa pemakan manusia sang Baka yang mati di tangan sang Bhima.

BAB XVI
Menceritakan sang Pandawa pergi ke Pancala ikut dalam sayembara dan berhasil memperoleh sang Dropadi (Durpadi). Dalam rangkaian cerita ini, diceritakan pula tentang kelahiran sang Parasara (Pancawala) yang sudah tidak lagi menemui ayahnya, karena sudah mati dimangsa raja Sodha yang sudah kerasukan raksasa Kingkara, dan berakhir dibagi duanya negara Hastina untuk diserahkan kepada keluarga Korawa dan Pandawa.

BAB XVII
Menceritakan sang Arjuna masuk hutan selama 12 tahun karena merasa melanggar perjanjian dengan sanak saudaranya yang disaksikan oleh batara Narada. Oleh karena itu atas kerelaannya sendiri ia masuk hutan. Di sanalah ia bertemu dengan Ulupuy dan dewi Citragandha putri maharaja Citradahana, kemudian memperisteri mereka. Dan pada bagian ini diceritakan pula tentang perkawinan sang Arjuna dengan Subadra, adik batara Kresna.

BAB XVIII
Menceritakan lahirnya Abimanyu sampai terbakarnya hutan Khandawa, tempat persembunyian naga Taksaka sahabat sang Indra. Karena itu sang yang Agni minta pertolongan sang Kresna dan sang Arjuna supaya menjaga api pembakaran dan menghabiskan segala makhluk yang akan melarikan diri dari tempat itu. Dalam peristiwa pembakaran itulah terdapat empat ekor anak burung puyuh yang karena permohonan ayahnya kepada yang Agni waktu meninggalkan hutan itu, mendapat selamat dan terlepas dari pembakaran tersebut.

Sebagaimana kisah induknya, Mahabharata, kitab Adiparwa ini semula dituliskan dalam bahasa Sanskerta dan dianggap sebagai cerita suci bagi pemeluk agama Hindu. Tidak tercatat kapan persisnya kisah ini masuk ke Indonesia. Akan tetapi, sebagaimana disebutkan dalam bagian pendahuluan Adiparwa versi Jawa Kuna, kitab ini telah disalin ke dalam bahasa Jawa kuna atau juga dikenal sebagai bahasa Kawi pada masa pemerintahan Raja Dharmawangsa Teguh (kerajaan Kediri, tahun 991-1016) (Zoetmulder, 1994).

SUMBER ARTIKEL sy ambil dari: http://wazana-wazana.blogspot.com/2010/12/kitab-adiparwa.html

Kalangwan: SASTRA JAWA KUNO SELAYANG PANDANG (Seri ILDEP #9) by P.J. Zoetmulder


Terjual
Harga: Rp.400 rb (blum ongkir)
Kalangwan: SASTRA JAWA KUNO SELAYANG PANDANG (Seri ILDEP #9)
by P.J. Zoetmulder
Tebal: 648 hal cet 2 tahun 1985
BERAT: 1,10 KG
Kondisi: eks perpus, bagus

mahatma anto:
membuka buku ini seperti membuka dunia lain dari duniaku sendiri: jawa. jawa kuna yang tergambar dari sastra-sastranya begitu berbeda dari jawa jamanku sendiri.
tapi, justru dari situ juga aku menyadari ada hubungan erat yang mirip antara sunda, madura dan bali di masa lalu katimbang masa kini yang dengan jelas dapat dibedakan.
berbeda dan mirip antara dulu dan kini.
bagaimana merajut jarak di antaranya?
mengapa yang melakukan harus pater dari belanda?
haruskah ada jarak dengan obyeknya agar bisa dilakukan perajutan masa lalu dan kini?
siapa yang bisa melakukan rekonstruksi sejarah? orang yang terlibat atau justru orang yang berjarak dari peristiwa masa lalunya?

Zoetmulder kelahiran Belanda tapi memberi pengabdian besar di Indonesia. Misi sebagai dosen dan peneliti sastra terbukti dengan kebersahajaan tapi mulia. Agenda mengurusi Jawa diakui oleh publik melalui sayembara terjemahan Serat Wedhatama. Sayembara ini diselenggarakan oleh Mangkunegara VII. Zoetmulder dinobatkan sebagai pemenang. Tulisan berjudul Prijsvraag: Bekroonde Vertaling Serat Wedhatama diterbitkan di majalah Djawa (1941).

Suhatno selaku penulis biografi Zoetmulder memberi keterangan: “Ketika diinternir Jepang, P.J. Zoetmulder sempat membawa bekal naskah Adiparwa, yang ditelitinya selama dalam interniran itu. Hasil penelitian ini akhirnya diterbitkan di Bandung pada tahun 1950 berjudul De Taal Van he Adiparwa dan kemudian disadur ke dalam bahasa Indonesia dengan bantuan I.R. Poedjawijatno berjudul Bahasa Parwa yang diterbitkan pada tahun 1954 oleh penerbit Obor di Jakarta dan dicetak ulang pada tahun 1961.”

Zoetmulder adalah manusia-tekun. Aku membaca pelbagai informasi mengenai kebiasaan membaca-menulis Zoetmulder. Peristiwa-peristiwa berliterasi itu dijalani mirip peribadatan: hening dan sakral. Zoetmulder tak cuma mengurusi kitab-kitab lawas. Manusia ampuh ini juga pembaca novel-novel detektif. Aku pernah membuat esai mengenai Zoetmulder dan novel detektif meski belum bisa tampil di koran dan majalah.

Zoetmulder memang pesona tak biasa. Aku berulang membaca Kalangwan tanpa jemu. Membaca buku itu sejak SMA menimbulkan perbedaan. Peristiwa membaca di masa lalu ibarat perkenalan tak biasa meski tak ada juru penerang. Aku cuma terlena dengan membaca sampai selesai. Kalangwan selesai terbaca tapi tak tuntas terpahami. Aku membaca lagi di masa-masa berbeda dengan bekal-bekal tambahan mengenai sastra Jawa kuno dan biografi Zoetmulder. Majalah Basis (Jogjakarta) kadang jadi rujukan untuk mengerti Zoetmulder. Dick Hartoko berperan sebagai juru penerang dari hasrat mengerti Zoetmulder. Dick Hartoko juga menjadi penerjemah mumpuni untuk buku-buku Zoetmulder.

sumber: http://bandungmawardi.wordpress.com/tag/kalangwan/

Islam DOKTRIN PERADABAN


TERJUAL ke KALSEL
Harga: Rp.150.000 (blum ongkir)
Kondisi: Bagus cet VII mei 2008
Tebal: 622 hal

Dalam buku ini ada empat hal pokok yang akan diungkap oleh cak Nur. Keempat hal pokok tersebut adalah : Tauhid dan Emansipasi Harkat Manusia, Disiplin Ilmu Keislaman Tradisional, Membangun Masyarakat Etika, dan Universalisme Islam dan Kemoderenan. Keempatnya akan diuraikan satu persatu dalam sub judul di bawah ini.
Tawhid dan Emansipasi Harkat Manusia
Sebagaimana dikatakan oleh Kitab Suci, manusia adalah makhluk Tuhan yang paling tinggi. Manusia juga merupakan puncak kreasi Tuhan. Hal ini menunjukkan bahwa manusia mempunyai harkat dan matabat kemanusiaan yang sangat luar biasa. Namun demikian, manusia juga memiliki potensi untuk terdegradasi menjadi sangat rendah.

Cak Nur menegaskan bahwa dalam kenyataan historis, perjuangan memperoleh dan mempertahankan harkat dan martabat kemanusiaan merupakan ciri dminan manusia sebagai makhluk sosia. Sebab dalam kenyataannya, manusia lebih banyak mengalami kehilangan fitrah dan kebahagiaan daripada sebaliknya. Di sinilah fungsi diutusnya para rasul untuk membimbing manusia melawan kejatuhannya sendiri dan mengemansipasi harkat dan matabatnya dari kejatuhannya itu (hal. 94).

Dalam pandangan cak Nur, problem utama manusia adalah syirk. Karena syirk (politeisme) baik yang kuno maupun modern selalu bermuara pada pemenjaraan harkat dan martabat manusia dan kemerosotannya. Tentu yang demikian ini bertentangan dengan fitrah manusia sebagai makhluk tertinggi dan dimuliakan Tuhan. Mengapa ?, karena akan berakibat pada pengangkatan makhluk selain Tuhan menjadi sama dengan Tuhan sehingga hal ini akan berakibat pada lebih tingginya nilai tuhan palsu itu dibandingkan dengan mansuia itu sendiri. Hal inilah yang menyebabkan kenapa syirik dikategorikan dosa terbesar manusia (hal. 96).

Untuk itu, agar tetap terjaga harkat dan martabat kemanusiaannya, manusia harus menyelamatkan imannya dengan tetap menghambakan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa. Berarti, dengan hanya menghambakan diri kepada Tuhan, manusia akan mendapatkan kepribadiannya yang utuh dan integral.

Disiplin Ilmu Keislaman Tradisional
Salah satu judul yang terbahas dalam tema di atas adalah “Kekuatan Dan Kelemahan Paham Asy’ari Sebagai Doktrin ‘Aqidah Islamiyah”. Dalam judul ini diungkapkan bahwa, paham asy’ariyah di samping memiliki kelebihan atau kekuatan juga memiliki kelemahan atau kekurangan. Kenapa paham asy’ariyah ? karena Islam di Indonesia bermadzhab Syafi’i. Kaum Syafi’I kebanyakan menganut aqidah Asy’ari.

Dalam dunia kalam dikenal argumenpargumen logis dan dialektis. Kaum Asy’ari juga banyak menggunakannya, meskipun metode takwil yang menjadi salah satu akibat penggunaan itu hanya menduduki tempat sekunder. Kemampuan Abu al-Hasan al-Asy’ari menggunakan argumen-argumen logis dan dialektis diperoleh dari latihan dan pendidikannya sendiri sebagai seorang Mu’tazulah sebelum ia akhirnya keluar dari paham Mu’tazilah.

Letak keunggulan sistem Asy’ari atas lainnya terletak pada segi metodologinya yang merupakan jalan tengah antara berbagai ekstrimitas (hal. 273). Dalam penggunaan metdolodi mantiq, Asy’ari tidak menggunakannya sebagai kerangka kebenaran an sich, melainkan sekedar alat untu membuat kejelasan-kejelasan dan itupun hanya dalam urutan sekunder. Metodenya menghasilkan jalan tengah antara metode harfi kaum Hambali dan metode ta’wili kaum Mu’tazili.

Sedangkan posisi kelemahannya terletak pada kegagalannya menjelaskan teorinya tentang usaha manusia. Asy’ari ingin berbeda dengan kaum Jabari yang fatalis dan kaum Qadari yang menganggap manusia mempunyai kemerdekaan berbuat. Teori Asy’ari disebut kasb. Teorinya ingin mengabungkan dua teori yang kontradiktif di atas. Namun, misinya justru sulit dipahami. Ia menjelaskan bahwa “manusia tidaklah dipaksa dan juga tidak bebas merdeka dalam melakukan usaha”. Selanjutnya, “bila Allah memberi pahala makasemata karena kemurahan-Nya dan bila Allah menyiksa maka itu karena keadilan-Nya” (hal.283). Kedua rumusan tersebut bukan sebagai akibat dari perbuatan manusia.
Membangun Masyarakat Etika
Dalam kontek ini cak Nur menjelaskan dua makna, yaitu makna perorangan dan kemasyarakatan. Penjelasan tentang makna perorangan diawalinya dengan menjekaskan makna salam, kedamaian dan keselarasan. Salam adalah makna perorangan sikap keagamaan yang tulus. Ia juga merupakan kelanjutan sikap rela kepada Allah atas segala keputusan-Nya. Keadaan jiwa yang rela itu dicapai karena adanya ketenangan batin akibat rasa dekat kepada Allah. Inilah derjat manusia yang telah mencapai al-nafs al-mutmainnah.

Seseorang yang rela serta bertawakal kepada Allah tentulah seorang yang selalu dzikir kepada-Nya. Dzikir atau ingat kepada Allah secara konsisten merupakan segi keimanan yang sangat penting sekaligus menjadi sumber kebijakan yang tertinggi (hal. 349). Dan karena sikap itu merupakan keharusan sikap rela dan tawakkal kepada-Nya, maka ingat kepada Allah juga menjadi sumber ketenangan jiwa dan ketentramannya Orang yang beriman yaitu dia yang merasakan ketentraman jiwa karena ingat kepada Allah

Mengenai makna kemasyarakatan cak Nur menjelaskan bahwa baik dan jahat dalam kehidupan nyata seorang manusiadi dunia akhirnya didefinisikan sebagai kualitas sikap, tingkah laku dan perbuatannya dalam hubungannya denagn sesama manusia.

Dalam arti yang seluas-luasnya, amal saleh ialah setiap tingkah laku pribadi yang menunjang usaha mewujudkan tatanan hidup sosial yangteratur dan berkesopanan. Maka salah satu yang diharapkan dari adanya iman dalam dada adalah wjud nyata dalam tindakan yang berdimensi sosial.

Dimensi sosial keimanan juga dinyatakan dalam bentuk kata ishlah al-ardl, reformasi dunia. Para Nabi yang diutus selalu melakukan reformasi dunia, yaitu perjuangan melawan kezaliman dan menegakkan keadilan. Maka komitmen kepada usaha menciptakan masyarakat yang memenuhi rasa keadilan merupakan makna sosial keyakinan aama yang harus ditumbuhkan dalam setiap pribadi yang beriman. Dengan kata lain, rasa keadilan merupakan manifestasi rasa kemanusiaan, sehingga, dari sudut pandangan ini, makna kemasyarakatan keyakinan agama atau iman adalah rasa kemanusiaan itu, yang dalam bahasa al-Qur’an disebut dengan hablun min al-nas sebagai kelanjutan dari hablun min Allah.
Hablun min al-nas dan hablun min Allah di simbolkan melalui shalat. Ketika melakukan takbirat al-ikhram melambangkan manusia sedang melakukan hubungan dengan Allah. Dan ketika melakukan salam dengan menoleh ke kanan dan ke kiri melambangkan bahwa manusia itu harus menoleh kepada keadaan di sekitarnya. Hal ini mencerminkan bahwa orang yang beriman seharusnya memiliki kesadaran diri akan dimensi sosial (hal. 354).
Universalisme Islam dan Kemoderenan
Salah satu hal penting yang mendapat perhatian cak Nur dalam “Universalisme Islam dan Kemoderenan” adalah “ajaran nilai etisdalam kitab suci”. Nilai etis yang dimaksudkan cak Nur adalah dalam pengertian yang sangat mendasar, yaitu konsep dan ajaran yang serba meliputi, yang menjadi pangkal pandangan hidup tentang baik dan buruk, benar dan salah. Namun demikian, yang hendak dibicarakan cak Nur adalah yang terbatas pada hal-hal yang dianggap pokok saja, yang relevan dengan problem sekarang.

Dalam buku “Islam, Doktrin dan Peradaban” ini ingin ditegaskan kembali mengenai watak Agama Islam berkenaan dengan kerja. Tampilnya Islam berarti menyambung kembali tradisi Nabi Ibrahim dan Nabi Musa yang mengajarkan tentang beriman kepada Allah da pendekatan kepada-Nya melalui amal perbuatan baik suatu monoteisme etis.

Karena seluruh aktifitas dapat bernilai sebagai usaha pendekatan kepada Tuhan, maka seluruh hidup manusia mempunyai makna transendental, yanga sehari-harii dinyatakan dalam ungkapan “demi ridla Allah”. Dan adanya keinsyafan akan makna hidup itulah yang membuat manusia berbeda dari jenis hewan yang lain, serta di situlah letak harkatnya (hal. 476).
Penutup
Satu hal yang menjadi misi utama buku ini adalah mengajak kepada kaum muslimin untuk menegakkan paham kemajemukan atau pluralisme. Berkaitan dengan hal tersebut maka Islam semakin diharapkan tampil dengan tawaran-tawaran kultural yang produktif dan konstruktif, sertamampu menyatakan diri sebagai pembawa kebaikan untuk semua, tanpa ekslusifisme komunal.

Kaum muslimin harus secara otentik mengembangkan paham kemajemukan masyarakat (pluralisme sosial). Kaum muslimin juga dituntut akan kesanggupan mengembangkan sikap-sikap saling menghagai antara sesama anggota masyarakat, dengan menghormati apa yang diangap penting pada masing-masing orang atau kelompok.

SUMBER ARTIKEL: http://dakwah-2012.blogspot.com/2011/11/islam-doktrin-dan-peradaban.html

Rabu, 26 Februari 2014

MAX HAVELAAR, MULTATULI ATAU LELANG KOPI MASKAPAI DAGANG BELANDA Terjemahan: H.B. JASSIN


TERJUAL
Harga: Rp.150 rb (blum ongkir)
MAX HAVELAAR
MULTATULI.
ATAU
LELANG KOPI MASKAPAI DAGANG BELANDA
Terjemahan: H.B. JASSIN
Pendahuluan dan Anotasi: Drs. G. TERMORSHUIZEN
Kondisi: lumayan bagus, eks perpust.
Tebal: xvii + 229 halaman
Copyright by Djambatan
Cetakan keempat 1977
Percetakan Karya Nusantara Bandung
PENERBIT DJAMBATAN

Max Havelaar adalah sebuah novel karya Multatuli (nama pena yang digunakan penulis Belanda Eduard Douwes Dekker). Novel ini pertama kali terbit pada tahun 1860, yang diakui sebagai karya sastra Belanda yang sangat penting karena memelopori gaya tulisan baru.

Peran dalam literatur

Di Indonesia, karya ini sangat dihargai karena untuk pertama kalinya inilah karya yang dengan jelas dan lantang membeberkan nasib buruk rakyat yang dijajah. Max Havelaar bercerita tentang sistem tanam paksa yang menindas kaum bumiputra di daerah Lebak, Banten. Max Havelaar adalah karya besar yang diakui sebagai bagian dari karya sastra dunia. Di salah satu bagiannya memuat drama tentang Saijah dan Adinda yang sangat menyentuh hati pembaca, sehingga sering kali dikutip dan menjadi topik untuk dipentaskan di panggung.

Hermann Hesse dalam bukunya berjudul: Die Welt Bibliothek (Perpustakaan Dunia) memasukkan Max Havelaar dalam deret buku bacaan yang sangat dikaguminya. Bahkan Max Havelaar sekarang menjadi bacaan wajib di sekolah-sekolah di Belanda.
Terjemahan bahasa Indonesia

HB Jassin menerjemahkan Max Havelaar dari bahasa Belanda aslinya ke dalam bahasa Indonesia pada tahun 1972. Tahun 1973 buku tersebut dicetak ulang.

Pada tahun 1973 Jassin mendapat penghargaan dari Yayasan Prins Bernhard. Dia diundang untuk tinggal di Belanda selama satu tahun.
Adaptasi layar lebar

Novel ini diadaptasi menjadi sebuah film layar lebar pada tahun 1976 oleh Fons Rademakers sebagai bagian dari kemitraan antara Belanda-Indonesia. Namun filmMax Havelaar tersebut tidak diperbolehkan untuk ditayangkan di Indonesia sampai tahun 1987.

Novel ini terbit dalam bahasa Belanda dengan judul asli "Max Havelaar, of de koffij-veilingen der Nederlandsche Handel-Maatschappij" (bahasa Indonesia: "Max Havelaar, atau Lelang Kopi Perusahaan Dagang Belanda")

Roman ini hanya ditulis oleh Multatuli dalam tempo sebulan pada tahun 1859 di sebuah losmen di Belgia. Setahun kemudian, tepatnya pada tahun 1860 roman itu terbit untuk pertama kalinya

Senin, 24 Februari 2014

STUDENT HIDJO, Mas Marco Kartodikromo. Penerbit Narasi

Harga: Rp. 100 rb (blum ongkir) 

 Judul Buku : Student Hidjo. cetakan pertama 2010
Pengarang : Mas Marco Kartodikromo
Penerbit : Narasi
Jumlah halaman : 140

Tak Hanya Soal Perkawinan atau Perjodohan, Tapi Melawan Penjajahan

Membaca novel yang ditulis hampir satu abad yang lalu, seperti Student Hidjo karya Marco Kartodikromo ini tentu membutuhkan banyak referensi terutama sejarah agar pembacaannya menjadi kaya dan menemukan keindahan dari ungkapan kata-kata maupun setting yang digunakan. Student Hidjo pernah dimuat sebagai cerita bersambung di Surat Kabar Harian Sinar Hindia tahun 1918. Diterbitkan pertama kali oleh N.V. Boekhandel en Drukkerij Masman & Stroink Semarang, 1919. Kini diterbitkan kembali oleh Penerbit Bentang Yogyakarta justru tanpa tahun. Entahlah kenapa. Walau begitu kemunculan kembali novel ini diketahui pada tahun 2000. Selain diterbitkan oleh Bentang, juga diterbitkan Aksara Indonesia, juga berdomisili di Yogyakarta.
Pada pendahuluan yang dibuat pada tanggal 26 Maret 1919, Marco Kartodikromo, tanpa gelar Mas di depannya, menjelaskan bahwa Student Hidjo merupakan buah pena waktu menjalani hukuman perkara persdelict, di Civiel en Militair Gevangenhuis di Weltevreden selama satu tahun. Selain Student Hidjo, selama setahun di penjara itu, Marco juga menulis buku Sair Rempah-Rempah, Matahariah dan masih ada yang lain yang tak disebutkan. Sudah jelas tampak bahwa Marco adalah seorang penulis yang produktif. Tulisan lain yang sangat terkenal judulnya bahkan hingga saat ini dan sering dianggap sebagai idiom cita-cita komunisme adalah Sair Sama Rata Sama Rasa yang kemudian juga menjadi slogan dan semboyan dalam perjuangan.
Menurut Pramoedya Ananta Toer, semboyan Sama Rata Sama Rasa ini, di kalangan rakyat jelata mempunyai kekuatan yang menghidupi, dan kekuatan ini, yang tidak menarik para sarjana, telah memberikan sumbangan yang tidak sedikit artinya bagi perjuangan untuk memenangkan kemerdekaan nasional dan keadilan sosial. Karena bagi rakyat, kemerdekaan nasional yang ditingkatkan dengan revolusi nasional diharapkan sekaligus mengandung di dalamnya keadilan sosial sebagaimana disebutkan tanpa sembunyi-sembunyi dalam salah satu sila dari Pancasila. (Pramoedya Ananta Toer, Realisme Sosialis dan Sastra Indonesia, Lentera Dipantara, Jakarta, cetakan II 2003;96)
Selain sebagai pengarang sastra, Marco juga dikenal aktif dalam kegiatan jurnalisme dan politik. Ia dikenal sebagai pendiri pertama kali organisasi wartawan di Hindia Belanda, Inlandsche Journalisten Bond, IJB, di Surakarta tahun 1914, aktif di organisasi Serikat Islam sejak tahun 1911 dan meninggal dalam pangkuan organisasi Partai Komunis Indonesia, PKI, dalam pembuangan di Digul, Papua pada tanggal 18 Maret 1932. Marco Kartodikromo dilahirkan di Cepu, Blora, sekitar tahun 1890 dari keluarga priyayi rendahan dan sempat memperoleh pendidikan Ongko Loro di Bojonegoro dan sekolah swasta bumiputera Belanda di Purworejo.
Melalui novel ini, Marco dengan lembut, ringan, sederhana tapi tajam menyampaikan cita-cita dan pandangannya terhadap kolonialisme Belanda, termasuk dunia kapitalisme. Selain menceritakan hubungan perjodohan, percintaan dan pacaran model Eropa dan Timur, latar cerita novel ini adalah kongres Serikat Islam, di Solo yang begitu meriah dan penuh dukungan dari rakyat. Hidjo tokoh utama dalam novel ini digambarkan sebagai student atau mahasiswa yang briliyan, cerdas dan cinta pada negeri dan keluarganya walau juga paham betul soal-soal sopan-santun adat Eropa. Ia pun dicintai banyak orang termasuk orang-orang Eropa.
Ketika Hidjo sampai di Amsterdam untuk melanjutkan studi ke Delf, tumbuhlah kesadaran yang luar biasa bagi dirinya yaitu bahwa mulai saat itu Hidjo bisa memerintah orang-orang Belanda. Orang yang mana kalau di Tanah Hindia kebanyakan sama bersifat besar kepala. Di sebuah Hotel, Hidjo dihormati betul oleh para pelayan hotel. Sebab mereka berpikir, kalau orang yang baru datang dari Tanah Hindia pasti banyak uangnya. (h. 46)
”Kalau di Negeri Belanda, dan ternyata orang-orangnya cuma begini saja keadaannya, apa seharusnya, orang Hindia musti diperintah oleh orang Belanda.” (h. 46)
Di bagian lain, konsepsi dunia kapitalisme disampaikan dengan ringan ketika Raden Nganten dan Raden Potronojo, orang tua Hidjo merasa tidak pantas bila sebagai keluarga saudagar hendak melamar putri seorang regent.
“Apakah Raden Ayu dan Raden Mas Tumenggung tidak malu mempunyai anak kawin dengan anaknya orang yang hina seperti kita?” tanya Raden Nganten bergurau
“Tidak Raden Nganten, zaman sekarang ini tidak ada lagi orang hina dan mulia. Kalau dipikir, sebetulnya semua manusia itu sama saja. Saya seorang Regent, itu kalau dipikir mendalam, badan saya ini tidak ada bedanya dengan jongos atau tukang kebun Belanda. Jadi saya ini sebagaimana perkataan umum ’buruh’ . Maka dari itu umpama anak saya kawin dengan anak Tuan apa jeleknya? Asal yang menjalaninya suka!” begitu kata Regent dengan panjang lebar kepada Raden Nganten (h.136-137).
Lihatlah, betapa berbeda 180 derajat dengan tema perkawinan dan perjodohan pada novel Azab dan Sengsara, Merari Siregar yang ditulis dua tahun kemudian dan diterbitkan Balai Pustaka dan tentu saja juga dengan novel Siti Nurbaya karya Marah Roesli dalam tema yang sama perkawinan dan perjodohan yang juga diterbitkan Balai Pustaka. Pada Azab dan Sengsara, perjodohan masih mempertimbangkan orang hina dan mulia. Ayah Aminuddin tak menginginkan Aminuddin menikah dengan Mariamin yang miskin dan papa tapi menginginkan perkawinan yang sederajat, bangsawan dan kaya. Pada Siti Nurbaya, perjodohan dipaksakan oleh orang tua sementara pada Student Hidjo, Asal yang menjalaninya suka!
Membaca isi novel ini yang begitu kritis terhadap kolonialisme Belanda, sudah sewajarnya bila Penjajah Belanda melalui Balai Pustaka (1917) yang dilandasi nota Dr Rinkes itu tidak mengakui kesastraan Novel ini dan memasukkannya dalam kelompok bacaan liar. Yang mengherankan, justru sebagian dari kita saat ini, masih melupakan atau bahkan mengabaikan kemunculan novel ini dalam perkembangan Sastra Indonesia dan menganggap tidak penting kepengarangan dan perjuangan Marco Kartodikromo dalam melawan penjajahan Belanda dan melulu hanya berpatokan pada Balai Pustaka dengan kemunculan Novel Merari Siregar, Azab dan Sengsara itu.
Student Hidjo, sebuah Novel, layak dibaca kembali terutama oleh para pelajar dan mahasiswa saat ini agar semakin memahami dunia student di bawah penjajahan Belanda dan ketika jaman benar-benar dibangkitkan untuk bergerak oleh para pemuda terpelajar Hindia Belanda dengan berbagai cita-cita dan kehendak untuk merdeka dari penjajahan, terlebih dunia kita saat ini yang seakan kembali mengalami penjajahan baru, dengan semakin dikuasainya kekayaan alam bangsa kita oleh asing, privatisasi gila-gilaan BUMN-BUMN dan hancurnya industri nasional kita seperti industri gula, kopi, kayu….dan yang lain-lain akan menyusul..?
Jakarta, 9 November 2010

Rabu, 19 Februari 2014

BUMI MANUSIA -- ANAK SEMUA BANGSA -- JEJAK LANGKAH -- RUMAH KACA (Tetralogi )




TERJUAL
Price:
 BUMI MANUSIA -- ANAK SEMUA BANGSA -- JEJAK LANGKAH -- RUMAH KACA
: IDR  625.000,00  (belum termasuk ongkos kirim)
Berat: Masuk hitungan 3 kg JNE

Judul Asli: BUMI MANUSIA
Cetakan kelima : Terbitan Februari 1981
Sebuah Novel Sejarah (Buku per-Tama dari seri 4 Jilid)
Pengarang : Pramoedya Ananta Toer
Penerbit : Hasta Mitra, Penerbit Buku Bermutu Jakarta.
Editor: Joesoef Isak
Kulit Depan: Si Ong  (Harry Wahyu)
Illustrasi: Galam
Halaman 405
hard  Cover, Kondisi MULUS (Second) bersampul plastik
Bumi Manusia Adalah buku pertama dari serangkaian roman empat jilid (tetralogy) karya Pramoedya Ananta Toer melingkupi masa kejadian 1898 sampai 1918, masa Periode Kebangkitan Nasional, masa yang hamper-hampir tak pernah di jamah oleh sastra Indonesia, masa awal masuknya pengaruh pemikiran rasio, awal pertumbuhan organisasi - organisasi modern yang juga berarti awal kelahiran demokrasi pola Revolusi prerancis
 Judul Asli: ANAK SEMUA BANGSA
cetakan kedua Terbitan Januari 1981
Sebuah Novel Sejarah (Buku Ke-Dua dari seri 4 Jilid)
Pengarang : Pramoedya Ananta Toer
Penerbit : Hasta Mitra, Penerbit Buku Bermutu Jakarta.
Editor: Joesoef Isak
Kulit Depan: Si Ong (Harry Wahyu)
Design Buku: Marsha Anggita
Halaman 403
Soft  Cover, Kondisi MULUS (Second)
Anak Semua Bangsa Berkisah tentang pengenalan si tokoh pada lingkungan sendiri dan dunia, sejauh pikirannya dapat menjangkaunya.
 Judul Asli: JEJAK LANGKAH. cetakan ketiga Terbitan Februari 2001
Sebuah Novel Sejarah (Buku Ke-Tiga dari seri 4 Jilid)
Pengarang : Pramoedya Ananta Toer
Penerbit : Hasta Mitra, Penerbit Buku Bermutu Jakarta.
Editor: Joesoef Isak
Kulit Depan: Si Ong (Harry Wahyu)
Design Buku: Marsha Anggita
Halaman 558
Soft  Cover, Kondisi MULUS (Second)
JEJAK LANGKAH  Berkisah tentang kelahiran organisasi –organisasi modern Pribumi pertama-tama dan, 
 Judul Asli: RUMAH KACA. cetakan ketiga Terbitan Februari 2001
Sebuah Novel Sejarah (Buku Ke-Empat dari seri 4 Jilid)
Pengarang : Pramoedya Ananta Toer
Penerbit : Hasta Mitra, Penerbit Buku Bermutu Jakarta.
Editor: Joesoef Isak
Kulit Depan: Dipo Andy – Gelaran Mouse
Illustrasi: Galam
Halaman 484
Soft  Cover, Kondisi MULUS (Second)
RUMAH KACA   Berkisah tentang usaha colonial Hindia – Belanda dalam membikin Hindia menjadi rumah kaca dalam mana setiap gerak-gerik penduduk di dalamnya dapat mereka lihat dengan jelas, dan dengan hak exorbitant dapat berbuat sekehendak hatinya terhadap para penghuni di dalam rumah itu
Tetralogi ini adalah suatu kesatuan yang masing-masing jilidnya dapat berdiri sendiri-sendiri. Sebelum roman empat jilid ini dituangkan dalam tulisan, kisahnya diceritakan secara lisan oleh Penulis kepada teman-temannya seperasaian di Unit III Wanayasa di pulau pembuangan Buru.
Suatu usaha lagi untuk mengenal Indonesia

Seperti pernah kami nyatakan pada kesempatan lain, kami tidak akan berpanjang-panjang dan membuang-buang waktu mem­bahas dagelan kesewenang-wenangan kekuasaan politik rejim orde barunya golkar yang mem­be­rangus buku-buku Pramoe­dya. Mengapa? Tidak lain karena tuduhan Pramoedya secara lihay lewat karya-karyanya mempropa­ganda­kan marx­isme-­leninis­me, di negeri-negeri yang paling anti-komunis pun menjadi bahan tertawaan yang paling menggelikan.
    Sesuai dengan rencana Penulis dan Penerbit Hasta Mitra, dengan ini diumumkan bahwa roman empat jilid ini ­yang di luar negeri dikenal sebagai The Buru Quartet – Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, Rumah Kaca – dan buku-buku lain yang pernah diberangus oleh rejim orde barunya golkar, semua akan diter­bit­kan ulang sebagai Edisi Pembebasan; sedang kesemua karya Pramoedya lainnya – termasuk karya klasik Penulis tahun 50 dan 60-an – juga akan berangsur dicetak ulang dalam rangka rencana besar Hasta Mitra menerbitkan kembali secara menye­luruh Karya-Karya Pilihan Pramoedya Ananta Toer.
    Bahwa larangan terhadap buku-buku Pramoedya sampai hari ini belum dicabut oleh Pemerintah, bukanlah menjadi urusan Penulis dan Penerbit. Sebagai warganegara, kami akan tetap bekerja dan akan tetap terbit seperti biasa – sebab itulah cara kami menghormati dan ikut aktif menegakkan hak-hak azasi manusia sebagai­mana selalu menjadi sikap kami semasa jendral Suharto dengan mesin kekuasaannya – politisi golkar dan para jendral – masih bebas berkuasa mem­prak­tekkan kese­wenang-wenangan mereka. Tetap terbit walaupun pembera­ngus­­an berlangsung tidak henti-hentinya, merupakan kontri­busi kami untuk bersama para pejuang demokrasi dan keadilan lainnya menegak­kan HAM dan merebut kebebasan kami sendiri
     Terimakasih kami sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu kami – terutama sikap untuk tetap bersama kami, dan dengan segala risiko ikut aktif mendis­tribusikan buku-buku kami – justru pada masa-masa kesewe­nang­an kekuasaan fasis golkarnya orde baru merajalela yang tanpa proses apa pun memberangus buku-buku kami. Terimakasih kami kepada mereka yang dengan sadar mendistribusikan dan tetap mem­baca karya-karya Pramoedya yang dilarang – juga sekarang-sekarang ini – pada saat sementara toko-toko buku besar masih ragu mendistri­busi­kan buku-buku Pramoedya hanya karena larangan terhadap buku-bukunya itu secara resmi belum dicabut oleh Pemerintah. 
     Salut kepada sikap yang tidak hanya mau menunggu enaknya saja tanpa mau bersinggungan dengan risiko sekecil apa pun.
Joesoef Isak, ed.
SUMBER ARTIKEL:
http://www.hastamitra.net/2010/11/pramoedya-ananta-toer-edisi-pembebasan.html

Dibawah Bendera Revolusi, Djilid 2





TERJUAL
Harga: Rp.500 rb (blum ongkir)
DBR djilid II, Tjetakan ke dua
Penulis : IR. Soekarno
Panitya Penerbit Dibawah Bendera Revolusi 1965
Djetakan kedua
Tebal : 599 Halaman
Hard Cover
Buku Bekas, kondisi :Seperti terlihat di gambar

Djilid kedua (599 halaman), memuat 20 pidato kenegaraan Bung Karno setiap tahun (dalam rangka memperingati 17 Agustus) sejak tahun 1945 sampai 1964. Dalam jilid kedua ini dapat kita baca antara lain :

"Tahun tantangan", "Penemuan kembali Revolusi kita",
"Jalannya revolusi kita",
"Revolusi-Sosialisme Indonesia-Pimpinan Nasional",
"Tahun kemenangan",
"Genta suara Republik Indonesia",
"Tahun Vivere Pericoloso". dll

Sejarah SUNAN AMPEL, SJAMSUDDUHA

Harga: Rp.200 rb (blum ongkir)
Kondisi: Bagus
Cetakan 1 Juni 2004
Tebal: 247 halaman

Sejarah Sunan Ampel: guru para wali di Jawa dan perintis pembangunan Kota Surabaya
Penerbit Jawa Press Pos

Surabaya, NU Online
Hasil penelitian dosen Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Ampel Surabaya, Drs H Sjamsudduha dalam penelitian sejak 1971 menyimpulkan bahwa Sunan Ampel yang merupakan "guru" para wali itu ternyata keturunan Cina. Dalam penelitian itu disebutkan, ibu Sunan Ampel berasal dari Campa, Cina.
"Ada sejarahwan yang bilang Campa itu Jeumpa di Aceh Utara, lalu saya melakukan penelitian ke Aceh, ternyata Jeumpa itu kerajaan pra Islam dan bukan pelabuhan yang mempunyai hubungan dagang dengan Pasai atau Jawa, karena itu Campa itu bukan Jeumpa, apalagi peneliti Aceh sendiri menyebut Campa itu di Indocina," katanya di Surabaya, Rabu.
Ia mengemukakan hal itu dalam bedah buku "Sunan Ampel, Guru Para Wali di Jawa dan Perintis Pembangunan Kota Surabaya" yang ditulisnya sejak 1971 dalam bentuk skripsi dan akhirnya diterbitkan sebagai buku dalam rangka "Festival Internasional Ampel 2004" pada 27 Juni - 27 Juli 2004 dengan 19 rangkaian kegiatan.
Menurut Sjamsudduha, ayah Sunan Ampel sendiri bernama Ibrahim yang berasal dari Arab, sedangkan nama ibunya beragam, diantaranya Retna Sujinah, Retna Dyah Siti Asmara, Darawati, Dewi Candrasasi atau Dewi Candrawulan, namun semua sumber sepakat bahwa ibu Sunan Ampel adalah seorang putri bangsawan Campa.
Buku yang ditulis berdasarkan bukti tertulis seperti Babad Tanah Jawi, telaah interteks, dan telaah teori serta tesis itu, katanya, juga menumbangkan teori Prof Dr Slamet Mulyono bahwa Sunan Ampel itu merupakan "aktor intelektual" runtuhnya Kerajaan Majapahit dan lunturnya ajaran agama Hindu Jawa.
"Profesor Slamet Mulyono menilai runtuhnya Majapahit itu tak lepas dari komunitas muslim Cina di bawah pimpinan Sunan Ampel yang menyerang Majapahit dengan memanfaatkan fanatisme agama, tapi hasil penelitian saya justru meragukan kesimpulan itu, karena Majapahit runtuh pada 1527 dan bukan 1478, sedangkan Sunan Ampel sendiri wafat pada 1484," katanya.
Selain itu, katanya, teks-teks yang ada justru menemukan penyebab keruntuhan Kerajaan Majapahit adalah pemberontakan Raja Keling yang merupakan bawahan Kerajaan Majapahit yang terletak di sekitar Kediri.
Dalam bukunya itu, Sjamsudduha juga mengupas ajaran Sunan Ampel yang berfaham Ahlussunnah wal Jamaah dalam akidah (keimanan), bermadzhab Imam Syafi’i dalam fiqh (hukum Islam), dan mengajarkan Thariqat Naqsyabandiyah dalam tasawuf.
Selain itu, Sunan Ampel yang bernama kecil Raden Rahmat itu berjuang dengan cara dakwah, pendidikan kepesantrenan, pembangunan kota Surabaya, dan pendidikan kader dakwah.
“Masjid Ampel yang sudah mengalami renovasi berkali-kali itu merupakan pusat perkembangan bagi kampung-kampung di Surabaya, karena itu Sunan Ampel adalah peletak dasar dan perintis dari perkembangan kota Surabaya," katanya.
Sementara itu, guru besar Universitas Negeri Malang (UNM) Prof Dr Abdul Mustopo menilai penelitian Sjamsudduha cukup penting dan karenanya harus dilanjutkan peneliti lain, karena masih banyak manuskrip tentang Sunan Ampel yang belum diungkap. "Misalnya, Sunan Ampel itu pernah mondok di Malaysia," katanya.

Senin, 17 Februari 2014

Ziarah, sebuah novel, Iwan Simatupang. Penerbit Djambatan

Harga: Rp.200 rb (blum ongkir)
Kondisi: Lumayan eks Perpust
Cetakan ketiga 1983 
Tebal: 152 hal 
Penerbit djambatan

Di sebuah negeri yang bernama Kotapraja, terdapat seorang pelukis terkenal di seluruh negeri yang dibuat terkapar tidak berdaya alias shock dan trauma setelah ditinggal mati istrinya yang sangat dia cintai, istri yang dia kawini dalam perkawinan secara tiba-tiba. Suatu ketika Pelukis mencoba bunuh diri karena ketenaran karya lukisnya yang memikat semua orang dijagat bumi ini yang mengakibatkan ia memiliki banyak uang dan membuat dia bingung. Karena kebingungannya ini sang pelukis berniat bunuh diri dari lantai hotel dan ketika terjun dia menimpa seorang gadis cantik. Dan tanpa diduga pula sang pelukis langsung mengadakan hubungan jasmani dengan si gadis di atas jalan raya. Hal ini membuat orang-orang histeris dan akhirnya seorang brigadir polisi membawa mereka ke kantor catatan sipil dan mengawinkan mereka.
Pelukis merasa benar-benar kehilangan terutama saat dia tahu bahwa istrinya mati, pelukis pun langsung pergi ke kantor sipil guna mengurusi penguburan istrinya tetapi tak ada tanggapan positif dari pengusaha penguburan. Itu terjadi karena pelukis tak tahu apa-apa tentang istrinya. Yang dia tahu hanyalah kecintaannya pada istrinya. Sehingga mayat istrinya terkatung-katung karena tak memiliki surat penguburan yang sah. Pelukis pun menghilang ketika dicari walikota (diangkat menjadi walikota setelah walikota pertama gantung diri karena tak bisa memecahkan masalah mengundang pelukis saat akan ada kunjungan tamu asing) yang ikut menghadiri penguburan Istri pelukis.
Sampai akhirnya pengusaha penguburan itu menyesali perbuatannya dan dengan keputusan walikota akhirnya mayat istri pelukis dikuburkan. Sampai penguburan usai, sang pelukis tak kelihatan. Saat kembali ke gubuknya, dia melihat wanita tua kecil yang ternyata adalah ibu kandung dari istrinya. Bercerita panjang tentang masa lalunya yang suram dan sampai saat terakhir dia bertatapan dengan anaknya yang justru membuat dilema bagi si anak. Dan sesaat kemudian pelukis memandangi keadaan sekitar yang penuh karangan bunga, membuang bunga-bunga tersebut ke laut kemudian membakar gubuknya sampai habis. Beberapa bunga yang masih tersisa ia bawa ke kuburan istrinya. Ia titipkan karangan bunga pada centeng perkuburan. Ziarah tanpa melihat makam istrinya.
Setelah itu hidup pelukis semakin tak tentu arah. Ia seolah tak pernah percaya bahwa istrinya telah mati. Pagi harinya hanya digunakan untuk menunggu istrinya di tikungan entah tikungan mana dan malam harinya di tuangkan arak ke perutnya, memanggil Tuhannya, meneriakkan nama istrinya, menangis dan kemudian tertawa keras-keras. Hingga akhirnya datang opseter perkuburan yang meminta dia mengapur tembok perkuburan Kotapraja yang sebelumnya telah berbekas pamplet-pamplet polisi bahwa dia dicari.
Pelukis menerima tawaran itu dan esoknya ia mulai bekerja mengapur tembok perkuburan Kotapraja itu 5 jam berturut-turut tiap harinya, sedangkan opseter perkuburan mengintip dari rumah dinasnya. Pekerjaan baru Pelukis ini membawa perubahan tingkah laku pelukis sehingga membuat seluruh negeri geger. Hingga Walikota akan memberhentikan opseter perkuburan. Tetapi ketika mengantar surat pemberhentian kerja itu, Walikota malah mati sendiri karena kata-kata opseter tentang proporsi. Sebelumnya juga pernah terjadi kekacauan di negeri karena opseter pekuburan memakai rasionalisme dalam kerjanya dan hanya memberi instruksi kerja pada selembar kertas pada pegawainya.
Setelah beberapa hari pelukis mengapur tembok perkuburan, pada suatu hari dia bergegas pulang sebelum 5 jam berturut-turut. Opseter perkuburan heran kemudian mendatanginya dan ternyata pelukis ingin berhenti bekerja. Opseter kebingungan tetapi pelukis menjelaskan bahwa dia tahu maksud opseter memperkerjakannya. Bahwa selain untuk kepentingan opseter sendiri, opseter ingin pelukis menziarahi istrinya yang sudah tiada itu. Keesokan harinya opseter ditemukan gantung diri. Pekuburan geger, tetapi hanya sedikit sekali empati dari pegawai-pegawai pekuburan. Penguburan opseter berlangsung cepat. Setelah penguburan, pelukis bertemu maha guru dari opseter yang kemudian menceritakan riwayat opseter.
Pada akhirnya pelukis pergi ke balai kota untuk melamar menjadi opseter pekuburan agar ia dapat terus-menerus berziarah pada mayat-mayat manusia terutama pada mayat istrinya.

Minggu, 16 Februari 2014

POSTER DJADUL Bapak Dr. H. Moh. Hatta sekeluarga

Harga: Rp.150 rb (blum ongkir)
POSTER DJADUL Bapak Dr. H. Moh. Hatta sekeluarga
Idzin Tgl. 9/4/1957 (Copy Right) Dilarang Mereproduksi
Kondisi: LUMAYAN
Ukuran: 26,5 X 19,5 cm

DEMOKRASI KITA, HATTA. Penerbit: PT Pustaka Antara, Jakarta (1966)


Harga: Rp.100.000 (blum ongkir)
Kondisi: Lumayan 1966
tebal: 36 hal

Padi yang Tumbuh Tak Terdengar
... diktator yang bergantung pada kewibawaan orang seorang tidak lama umurnya. Sebab itu pula sistem yang dilahirkan Soekarno tidak akan lebih panjang umurnya dari Soekarno sendiri. Umur manusia terbatas. Apabila Soekarno sudah tidak ada lagi, maka sistemnya akan rubuh seperti rumah kartu.

SEOLAH meramal masa depan, Mohammad Hatta menulis kalimat itu lima tahun sebelum Soekarno kehilangan kekuasaannya. Ketika itu Hatta sudah tak lagi menduduki jabatan wakil presiden. Tak lama setelah Soekarno membubarkan Konstituante dan mengumumkan Indonesia kembali ke Undang-Undang Dasar 1945, Hatta pamit mundur. Itulah tanda dimulainya periode gelap dalam sejarah Indonesia, diberlakukannya demokrasi terpimpin. Sekaligus pada saat yang sama: berakhirnya duet Soekarno-Hatta.

Bagian penting dari Demokrasi Kita adalah kritik Hatta kepada Bung Karno. Berkali-kali, dalam berbagai pidato, Soekarno menolak demokrasi Barat yang ditudingnya saling serang, saling terjang (free fight democracy). Menurut Bung Karno, demokrasi ala Barat ini membahayakan persatuan. Itulah sebabnya, ia menggagas demokrasi yang ditopang empat kaki: nasional, Islam, komunisme, dan tentara.

Gagasan ini diwujudkan dengan konsep Nasakom (persatuan kaum nasionalis, agama, dan komunis). Soekarno yang gandrung akan persatuan menganggap gagasannya ini bisa menghindari pertempuran antarkelompok. Untuk mewujudkan gagasannya, ia membubarkan Konstituante-dewan perwakilan yang ia tuding hanya sibuk berkelahi sehingga gagal menyusun konstitusi pengganti Undang-Undang Dasar 1945. Keputusan Soekarno membubarkan parlemen ini sebagian diambil karena desakan tentara, kekuatan politik yang perannya sangat minim dalam pentas nasional.

Inilah yang terutama dikritik Hatta. "Demokrasi bisa ditindas sementara karena kesalahannya sendiri, tetapi setelah ia mengalami cobaan yang pahit ia akan muncul kembali dengan penuh keinsafan," demikian Hatta menulis.

Saling serang Soekarno-Hatta sebetulnya sudah terjadi jauh sebelum Demokrasi Kita ditulis. Bung Karno, seperti dikutip Cindy Adams dalam Penyambung Lidah Rakyat, pernah berkata, "Aku dan Hatta tidak pernah berada dalam gelombang yang sama."

Hatta menyebut Soekarno sebagai orang yang tak pernah masuk ke detail, hanya bicara garis besar. Seraya mengutip hikayat Goethe's Faust, Hatta menuding Karno sebagai kebalikan tokoh Mephistopheles yang mengklaim dirinya sebagai, "... ein Teil jener Krafte, die stets das Base will und stets das Gute schafft"-bagian dari satu tenaga yang selalu menghendaki yang buruk tapi selalu menghasilkan yang baik. "Soekarno kebalikan dari itu. Tujuannya baik tapi langkah-langkah yang diambilnya kerap kali menjauhkan dia dari tujuan itu," tulis Hatta.

***

PERNAH Soekarno mempermasalahkan Hatta yang mengeluarkan Maklumat Nomor X, 3 November 1945. Dalam maklumat itu Hatta menyampaikan partai-partai perlu diberi tempat untuk tumbuh.

Ide Hatta sederhana saja: partai adalah alat bagi publik untuk menyampaikan aspirasi politiknya. Karena itu, kata Hatta, "Sedjauh tetap memperdjuangkan mempertahankan kemerdekaan dan mendjamin keamanan, Pemerintah menjukai timbulnja partai2 politik, karena dengan adanja partai2 itulah dipimpin ke djalan yang teratur segala aliran paham jang ada dalam masjarakat."

Soekarno menyebut maklumat itu pintu ke arah perseteruan antarpartai. "Terima kasih Tuhan bukan Soekarno yang menandatangani maklumat itu," kata Soekarno dengan sinis.

Dalam ceramahnya di Institut Pertanian Bogor, Juni 1966, Bung Hatta kembali menjawab serangan Bung Karno. Hatta tak membantah bahwa sistem multipartai di Indonesia membawa ekses buruk, yakni pertarungan tak sehat partai-partai serta lahirnya pemerintahan yang lemah pada masa demokrasi parlementer (1955-1959). Tapi katanya, "Bukan dalam Maklumat Wakil Presiden 3 November 45 yang menegaskan adanya demokrasi terletak kesalahan, tetapi dalam partai-partai dan para pemimpin yang lupa daratan." Dengan kata lain, Hatta membedakan ide dengan praktek.

Partai politik yang lahir pada masa demokrasi parlementer memang menunjukkan sisi buruk demokrasi. Partai dibanjiri orang-orang yang berebut posisi, mengincar kedudukan dan pembagian rezeki. Partai berkembang biak. Anggota partai yang lama memisahkan diri dan membentuk partai baru bukan karena perbedaan ideologis tapi karena persoalan "rezeki" yang tak merata.

Dalam Demokrasi Kita, Hatta mengkritik keadaan ini. Menurut dia, partai-partai sesungguhnya belum mempraktekkan demokrasi karena keputusan di dalam partai tidak diambil dari bawah melainkan didrop dari atas.

Ketika itu negara tak menentu. Pemerintah jatuh-bangun. Kabinet tidak dianggap sebagai amanah orang ramai, tempat orang menerapkan jimat ajimumpung. Partai menjadi agen korupsi, menjadi pemberi lisensi agar uang masuk ke kas partai untuk kepentingan pemilihan umum. Akibatnya, kabinet tidak memikirkan negara. Agenda menyejahterakan masyarakat terabaikan. Rakyat mengeluhkan demokrasi: daerah tidak dipedulikan-agenda otonomi diabaikan. Tentara berang.

Di sinilah Hatta menyimpulkan bahwa demokrasi parlementer yang ultrademokratis melahirkan kediktatoran. Katanya, "Perkembangan politik yang berakhir dengan kekacauan, demokrasi yang berakhir dengan anarki membuka jalan untuk lawannya: diktator."

***
Demokrasi Kita pertama kali dimuat di majalah Pandji Masjarakat yang dipimpin Buya Hamka pada 1960. Tapi justru karena tulisan itu Pandji dibreidel oleh Perdana Menteri Subandrio. Buya Hamka, pemimpin redaksinya, dipenjarakan.

Buku tipis, 36 halaman, ini baru diterbitkan pada Juni 1966 setelah Soekarno jatuh. Pemerintah melalui Keputusan Menteri Jaksa Agung tanggal 30 Mei 1966 mengumumkan bahwa artikel itu boleh diterbitkan dalam bentuk buku. Dijual dengan harga Rp 3 per buah, Demokrasi diterbitkan dalam dua bahasa: Indonesia dan Inggris.

Sejarawan Amerika, George Kahin, menyebut Demokrasi sebagai "salah satu pernyataan yang paling jelas tentang aspek-aspek terpenting dari pemikiran politik dan sosial-ekonomi Hatta". Sejarawan Taufik Abdullah menyebutnya sebagai "otobiografi intelektual", yang meringkaskan perjalanan pikiran dan pengalaman Hatta sebagai seorang patriot dan negarawan.

Buya Hamka menganggap terbitnya Demokrasi Kita adalah anugerah. "Satu obat penawar karena buku ini dikeluarkan setelah saya dibebaskan dari tahanan selama dua tahun empat bulan karena fitnah prolog Gestapo/PKI dan Biro Pusat Intelijen," tulis Hamka dalam pengantar Demokrasi Kita.l l l

Lahir pada 12 Agustus 1902 di Bukittinggi, Sumatera Barat, Hatta dibesarkan di lingkungan keluarga ibunya. Ayahnya, Haji Mohammad Djamil, meninggal ketika Hatta berusia delapan bulan. Hatta memiliki enam saudara perempuan. Ia adalah anak laki-laki satu-satunya. Sejak duduk di MULO di Kota Padang, ia telah tertarik pada pergerakan. Sejak 1916, timbul perkumpulan-perkumpulan pemuda, seperti Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Minahasa. dan Jong Ambon. Hatta masuk ke perkumpulan Jong Sumatranen Bond.

Ketika umurnya belum 10 tahun, pada 1908, Hatta mengalami pengalaman pahit. Ketika itu di Aur Tajungkang, Bukittinggi, sejumlah serdadu marsose dengan bayonet terhunus menggeledah orang-orang yang lewat.

Pemerintah kolonial murka karena di Kampung Kamang, 16 kilometer dari rumah Hatta, rakyat berontak: mereka menolak membayar pajak langsung. Ketika konflik meletus, 12 orang marsose tewas dan 100 penduduk ditembak mati. Razia dilakukan, orang-orang ditangkap. Termasuk di antara orang yang dicokok adalah Rais, sahabat kakek Hatta. Momen ketika Rais melambai dari jendela kereta api dengan tangan yang dirantai tak pernah hilang dari ingatan masa kecil Hatta.

Pengalaman demi pengalaman pahit menggembleng Hatta. Ia memang bukan Soekarno yang sanggup membakar massa melalui pidato-pidatonya yang memikat. Hatta lebih banyak diam: ia lebih suka menulis. Isi buku-bukunya menggambarkan spektrum minatnya yang luas: politik, ekonomi, sosial, dan sastra.

Tokoh yang disukai Hatta adalah Multatuli, nama samaran Eduard Douwes Dekker, penulis Belanda yang pernah menulis novel Max Havelaar. Satu ucapan Dekker yang kerap dikutip Hatta, dengan tepat menggambarkan sosok bekas wakil presiden itu: onhoorbaar groeit de padi, tak terdengar tumbuhlah padi. Hatta adalah padi yang tak terdengar itu.

Demokrasi Kita Penerbit: PT Pustaka Antara, Jakarta (1966)

--------



Rabu, 12 Februari 2014

SERAT JAYENGBAYA, R. Ng. Ranggawarsita

Harga: Rp.100 rb (blum ongkir)
Cetakan pertama 1988
Tebal: 196 halaman

Serat jayengbaya adalah sebuah kisah yang mudah difahami, lucu tapi penuh makna. Ia menceritakan tentang seorang yang bernama jayengbaya yang amat gemar berkhayal. Ia berangan angan untuk memilih pelbagai jenis kehidupan dan status yang berbeda. Dari penjaga kuda, penabuh gamelan, pemain topeng reog, hingga ke pengacara, pencuri, orang gila, pengemis, anjing dan bahkan hampir-hampir bermimpi untuk menjadi tuhan. Malah saat berangan menjadi tuhan, dia akhirnya menjadi lebih ketakutan, lanmtas memilih lebih baik diri disambar geledek.

Akhirnya, setelah berangan-angan dan membuat perbandingan, dia memilih untuk menjadi dirinya sendiri.. iaitu orang yan g biasa-biasa sahaja serta hidup sederhana.

JAYENGBAYA membuktikan bahawa kesedrhanaan dalam hidup itu adalah mencerminkan kebahagiaan jiwa raga yang berkekalan....

Serat Cemporet, R. Ng. Ranggawarsita






Harga: Rp.150 rb (blum ongkir)
Kondisi: Lumayan bagus
Tebal: 413 halaman
Cetakan keenam tahun 1987

Serat Cemporet lebih terkenal lantaran digubah memakai bahasa Jawa yang indah. Zaman dahulu, sebelum Jepang menjajah Indonesia, buku tersebut digemari banyak orang untuk bacaan, khususnya yang senang melantunkan macapat. Namun demikian, juga tidak sedikit orang yang mencela kitab tersebut lantaran bahasa yang digunakan terlalu halus (bahasa sastrawi tinggi). Obrolan orang desa yang memakai bahasa tadi dianggap terlalu tinggi, sehingga terkesan dibuat-buat.
Kesan itu pernah ditulis oleh Prof. Dr. R. Ng Purbacaraka dalam bukunya “Kepustakaan Jawa”. Tapi banyak juga orang yang setuju dengan pendapat tersebut karena karya sastra itu mempunyai kebebasan dalam memilih kata-kata, dan tidak harus mengikuti idiom-idiom yang ada di masyarakat tertentu.
Serat Cemporet tersebut sampai sekarang masih digemari. Cerita yang dipaparkan dalam kitab ini benar-benar memikat dan memukai pembaca. Pintarnya sang pujangga dalam menghubungkan ceritanya memang mumpuni. Yang menjadi tokoh tidak hanya manusia saja, tapi ada juga dunia gaib siluman/dewa beserta hewan-hewan. Namun demikian, pujangga Ranggawarsita juga tidak lupa menyisipkan nasihat-nasihat atau petuah-petuah arif yang berasal dari nenek moyang.
Serat Cemporet Ranggawarsita, kisahnya memang ceritera kuno, bagian akhir dari pustaka Rajaweda, yaitu mengenai Negara Purwacarita di istananya Raja Sri Maha Punggung. Awal ceritanya, Raja Suwelacala memiliki putra 6 orang, yaitu:
1. Raden Jaka Panuhun yang suka bertani. Dia merangkul petani tlatah Pagelan dan sekitarnya. Raden Jaka Panuhun berputra 3 orang, yang sulung bernama Raden Jaka Pratana. Badannya cebol. Lalu yang nomor dua bernama Raden Jaka Sangara yang punya cacat saat lahir, dan yang bungsu bernama Raden Jaka Pramana dari ibu keturunan jin.
2. Raden Jaka Sandanggarba, membawahi masyarakat pedagang di Jepara dengan julukan Sri Sadana. Raden Jaka Sandanggarba berputra 5 orang, yaitu Raden Jaka Sudana, Raden Jaka Barana (Daniswara), Raden Jaka Suwarna (Anggliskarpa), Raden Jaka Pararta dan Dewi Suretna.
3. Raden Jaka Karungkala yang membawahi daerah Prambanan dengan julukan Sri Kala. Raden Jaka Karungkala berputra 4 orang, yaitu Dewi Karagan, Dewi Jonggrangan, Raden Jaka Sangkala (Arya Pramadasakala) dan Raden Jaka Pramada (Raden Prawasata).
4. Jaka Tunggulmetung yang membawahi di Pagebangan, memimpin petani garam dengan julukan Sri Malaras. Jaka Tunggulmetung berputra 2 orang, yaitu Raden Jaka Suwarda dan Raden Jaka Damedas.
5. Raden Jaka Petungtantara yang menjadi pimpinan maharesi Medhangkawit dengan julukan Resi Sri Madewa. Pusat kerajaannya di Pamagetan, lereng Gunung Lawu. Raden Jaka Petungtantara berputra dua orang, yaitu Dewi Resi dan Raden Surasa (resikana).
6. Raden Jaka Kandhuyu berkuasa di Purwacarita dengan julukan Sri Maha Punggung, yang bertahta pada tahun Surya 1031 atau 1061. Istrinya ada 3 orang, yang kesemuanya adalah putra seorang dewa. Istri pertama bernama Dewi Sundadari, punya anak bernama Raden Kandaga (Raden Lembu Jawa atau Arga Kalayuda) dan Raden Kandiyana.
Istri kedua yaitu Dewi Mandyadari Retna Kenyapura yang berputra Raden Kandawa. Istri yang ketiga, Dyah Upalagi, berputra Raden Kandeya (Arya Pralambang) dan Raden Kandiyana.

Tersebutlan dalam ceritera tadi mengenai Raja Pagelen yang punya keinginan menikahkan putranya, Jaka Pramana dengan Dewi Suretna, putri raja di Jepara. Lalu, timbul masalah lantaran Jaka Pramana belum berhasrat nikah jika kakak-kakaknya yang cacat tadi belum menikah. Begitu juga Dewi Suretna tidak mau menikah dengan putra raja di Pagelen, lantaran dikira bakal dinikahkan dengan yang menyandang cacat.

Sumber:

MEKAR SARI edisi 25 November 1992 hal. 20

Related Post

ShareThis