.

.

Minggu, 04 Mei 2014

Adiparwa I & Adiparwa II


Terjual
Harga: Rp.200 rb (blum ongkir)
Jilid I Dikerdjakan oleh: SIMAN WIDYAMANTA (146 halaman) cet ke-2 tahun 1962 & jilid II cetakan -1 (134 halaman) tahun 1958
Kondisi: Lumayan

KITAB ADIPARWA

BAB I
Menceritakan isi dan ringkasan tiap-tiap parwa dalam Mahabarata, serta berisi tentang peperangan keluarga Korawa dan Pandawa yang terkenal dengan nama Bharatayudha. Diceritakan juga tentang Begawan Bhisma yang menjadi senopati Kurawa selama 10 hari, dangyang Drona (Dorna) selama 5 hari yang dikalahkan oleh Dhrestojumeno, senapati Pandawa. Lalu sang Karna menggantikan selama 2 hari dan dikalahkan oleh sang Arjuna. Kemudian sang Salya menggantikan hanya setengah hari, dikalahkan oleh sang Yudhistira. Sedangkan pada sore harinya sang Duryudhana dikalahkan oleh sang Bhima.

BAB II
Menceritakan sang Srutasena melangsungkan korbn atas perintah maharaja Janamejaya. Saat itu seekor anjing bernama Sarameya putra begawan Pulaha dan sang Sarama, datang untuk melihat korban. Tapi sang Srutasena memukul anjing tersebut. Sang Sarama datang mengutuk Maharaja bahwa korbannya tidak akan sempurna. Untuk mencabut kutukan itu, Maharaja mencari dan mendapatkan Brahmana sakti ayah dan anaknya, yaitu sang Srutasrawa dan Somasrowa.

BAB III
Menceritakan begawan Dhonya yang menguji kesetiaan ketiga muridnya, yaitu sang Arunika, sang Utamanyu, dan sang Weda. Sang Arunika disuruh untuk bersawah. Akan tetapi air bah datang merusak pematang sawahnya dan menggenangi bibit-bibitnya. Berulang kali pematang diperbaiki tapi berulang kali pula rusak. Maka sang Arunika menggunakan badannya untuk menahan air bah sebagai pengganti pematang sepanjang siang dan malam. Akhirnya sang Arunika dianugerahi mantra sakti oleh gurunya.
Sang Utamaya lebih menderita lagi. Ia yang seorang pengemis dilarang meminta-minta ketika mengembala lembu. Selain itu juga dilarang meminum sisa air susu waktu anak lembu menyusu pada induknya. Sang Utama akhirnya hanya minum getah waduri yang menyebabkannya menjadi buta. Namun sang Utama juga mendapat anugera berkat kesetiaan dan ketaatannya kepada perintah gurunya. Demikian pula sang Weda yang tidak kalah menyedihkan penderitaannya.

BAB IV
Menceritakan asal mula yang Agni (api) yang makan segala sesuatu tidak memilih barang apa yang dibakarnya. Hal ini akibat kutukan begawan Bhregu, karena menjadi saksi dusta atas peristiwa sang Pulomo, yang dulu telah diserahkan kepada sang Duloma raksasa yang meminta isteri sang Bhregu. Akhir cerita ini yaitu tentang sang Ruru yang menyerahkan setengah umurnya kepada kekasihnya yang mati digigit ular, untuk bisa hidup kembali.

BAB V
Menceritakan sang Astika, pahlawan para naga yang menyelamatkan mereka, terutama naga Taksaka dari korban ular. Sang Astika merupakan putra sang brahmana Jaratkaru. Pada awalnya Jaratkaru bertekad untuk tidak akan kawin. Akan tetapi ketika melihat leluhurnya berada diantara surga dan neraka, karena surga tidak dapat diperoleh oleh orang yang tidak mempunyai keturunan, maka sang Jaratkaru mencari isteri yang namanya sama dengannya. Akhirnya ia beristerikan Nagini, adik para naga yang diberi nama Jaratkaru, karena mereka tahu, bahwa brahmana itulah yang akan menurunkan pahlawan bagi mereka.

BAB VI
Menceritakan sang Winata dan sang Kadru bertaruh atas kuda Ukaihsrawa yang menyebabkan sang Winata menjadi budak sang Kadru. Sang Winata akhirnya dibebaskan oleh sang Garuda, anaknya dan sebagai syaratnya adalah Amarta. Dalam bab VI ini diceritakan juga asal mula ular mempunyai lidah yang bercabang dan sang Garuda menjadi kendaraan batara Wisnu.

BAB VII
Menceritakan usaha para naga menghindarkan diri dari hukuman korban ular yang telah pernah dikutuk ibunya sendiri. Pendapat yang terbaik adalah pendapat Alipatra, bungsu para naga, karena ia ingat bahwa yang akan membebaskan kutukan itu sang Jaratkaru. Pada waktu itulah sang Basuki, pemimpin para naga menyerahkan adiknya, Nagini kepada sang Jaratkaru untuk diperisterinya.

BAB VIII
Menceritakan maharaja Pariksit yang meninggal karena digigit naga Taksaka atas perintah sang Srenggi, karena perbuatan maharaja mengganggu begawan Samiti, ayah sang Srenggi, dengan mengalungi bangkai ular. Peristiwa inilah yang menyebabkan adanya korban ular oleh sang maharaja Janamejaya, putra maharaja Pariksit.

BAB IX
Menceritakan keadaan dan kesudahan korban ular, sesudah sang Astika mengambil bagian dalam hal ini.

BAB X
Menceritakan penjelmaan para dewa yang kemudian menurunkan para Kurawa dan Pandawa, dimulai dari asal-usul dan kelahiran sang Durgandini dan saudaranya yang kemudian bernama Maswowati, raja di negara Wirata. Diteruskan juga dengan cerita sang Sakuntala yang kemudian berputra sang Bharata, dan menurunkan keluarga Bharata.

BAB XI
Menceritakan mantra sakti yang dapat menghidupkan orang yang sudah mati, bahkan yang sudah menjadi abu sekalipun. Diceritakan juga bahwa maharaja Jayati memperisteri putra sang pendeta Sukra. Tetapi juga mengambil budaknya sebagai isteri kedua, sehingga mendapat kutuk dari mertuanya yang menyebabkannya menjadi tua sebelum waktunya. Tetapi putranya, sang Puru sanggup mengganti kutukan itu. Sehingga sesudah 1000 tahun akan kembali menjadi muda, maka sang maharaja Jayati kembali menikmati masa mudanya.

BAB XII
Menceritakan silsilah sang Pandawa dan Korawa, mulai dari sang Puru beristeri sang Kosalya, berputra sang Janamejaya yang beristeri tiga orang. Juga Kuru yang membuat tegal Kurusetra. Sampai pada Hasti yang membuat negara Hastinapura, kemudian sampai pada nama Pratipa, Santanu, Bhisma, Abiyasa, akhirnya sampai Korawa dan Pandawa. Diceritakan juga tentang penjelmaan Astabasu, yang seorang diantaranya menjadi sang Bhisma itu. Juga diceritakan kematian sang Ambo oleh sang Dewabrata (Bhisma) dengan tidak sengaja. Juga tentang kebesaran jiwa sang Bhisma meninggalkan wanita untuk selamanya agar ayahnya, maharaja Santanu dapat kawin dengan Gandhawati.

BAB XIII
Menceritakan penjelmaan yang Yama menjadi sang Widura karena dahulu telah menjatuhi hukuman kepada anak yang belum berumur 14 tahun. Karena itu yang Yama dikutuk oleh para brahmana menjelma menusia yang mempunyai cacat pincang sedikit.

BAB XIV
Menceritakan kelahiran Korawa dan Pandawa dan kedua keluarga itu sewaktu masih kanak-kanak. Diceritakan juga bahwa perbuatan sang Bhima selalu menimbulkan amarah sang Korawa, sehingga Korawa selalu berusaha untuk memusnahkan mereka. Demikian pula tentang bergurunya kedua keluarga itu kepada sang resi Durna serta pertandingan kesaktian yang menyebabkan sang Karna dinobatkan menjadi raja di negara Ngawangga (Angga).

BAB XV
Menceritakan sang Pandawa berdiam di Wanamarta. Di sanalah mereka menempati rumah damar (bale segolo-golo), yang dibuat oleh Korawa dengan maksud untuk meleburkan keluarga Pandawa dengan jalan membakar rumah mereka.
Lepas dari rumah damar itu Pandawa masuk hutan belantara. Di sanalah sang Bhima dapat membunuh raksasa Hidimba serta mengawini adiknya si Hidimbi (Arimbi). Demikian pula kelahiran sang Gatotkaca dari perkawinan itu. Akhirnya diceritakan juga raja raksasa pemakan manusia sang Baka yang mati di tangan sang Bhima.

BAB XVI
Menceritakan sang Pandawa pergi ke Pancala ikut dalam sayembara dan berhasil memperoleh sang Dropadi (Durpadi). Dalam rangkaian cerita ini, diceritakan pula tentang kelahiran sang Parasara (Pancawala) yang sudah tidak lagi menemui ayahnya, karena sudah mati dimangsa raja Sodha yang sudah kerasukan raksasa Kingkara, dan berakhir dibagi duanya negara Hastina untuk diserahkan kepada keluarga Korawa dan Pandawa.

BAB XVII
Menceritakan sang Arjuna masuk hutan selama 12 tahun karena merasa melanggar perjanjian dengan sanak saudaranya yang disaksikan oleh batara Narada. Oleh karena itu atas kerelaannya sendiri ia masuk hutan. Di sanalah ia bertemu dengan Ulupuy dan dewi Citragandha putri maharaja Citradahana, kemudian memperisteri mereka. Dan pada bagian ini diceritakan pula tentang perkawinan sang Arjuna dengan Subadra, adik batara Kresna.

BAB XVIII
Menceritakan lahirnya Abimanyu sampai terbakarnya hutan Khandawa, tempat persembunyian naga Taksaka sahabat sang Indra. Karena itu sang yang Agni minta pertolongan sang Kresna dan sang Arjuna supaya menjaga api pembakaran dan menghabiskan segala makhluk yang akan melarikan diri dari tempat itu. Dalam peristiwa pembakaran itulah terdapat empat ekor anak burung puyuh yang karena permohonan ayahnya kepada yang Agni waktu meninggalkan hutan itu, mendapat selamat dan terlepas dari pembakaran tersebut.

Sebagaimana kisah induknya, Mahabharata, kitab Adiparwa ini semula dituliskan dalam bahasa Sanskerta dan dianggap sebagai cerita suci bagi pemeluk agama Hindu. Tidak tercatat kapan persisnya kisah ini masuk ke Indonesia. Akan tetapi, sebagaimana disebutkan dalam bagian pendahuluan Adiparwa versi Jawa Kuna, kitab ini telah disalin ke dalam bahasa Jawa kuna atau juga dikenal sebagai bahasa Kawi pada masa pemerintahan Raja Dharmawangsa Teguh (kerajaan Kediri, tahun 991-1016) (Zoetmulder, 1994).

SUMBER ARTIKEL sy ambil dari: http://wazana-wazana.blogspot.com/2010/12/kitab-adiparwa.html

Kalangwan: SASTRA JAWA KUNO SELAYANG PANDANG (Seri ILDEP #9) by P.J. Zoetmulder


Terjual
Harga: Rp.400 rb (blum ongkir)
Kalangwan: SASTRA JAWA KUNO SELAYANG PANDANG (Seri ILDEP #9)
by P.J. Zoetmulder
Tebal: 648 hal cet 2 tahun 1985
BERAT: 1,10 KG
Kondisi: eks perpus, bagus

mahatma anto:
membuka buku ini seperti membuka dunia lain dari duniaku sendiri: jawa. jawa kuna yang tergambar dari sastra-sastranya begitu berbeda dari jawa jamanku sendiri.
tapi, justru dari situ juga aku menyadari ada hubungan erat yang mirip antara sunda, madura dan bali di masa lalu katimbang masa kini yang dengan jelas dapat dibedakan.
berbeda dan mirip antara dulu dan kini.
bagaimana merajut jarak di antaranya?
mengapa yang melakukan harus pater dari belanda?
haruskah ada jarak dengan obyeknya agar bisa dilakukan perajutan masa lalu dan kini?
siapa yang bisa melakukan rekonstruksi sejarah? orang yang terlibat atau justru orang yang berjarak dari peristiwa masa lalunya?

Zoetmulder kelahiran Belanda tapi memberi pengabdian besar di Indonesia. Misi sebagai dosen dan peneliti sastra terbukti dengan kebersahajaan tapi mulia. Agenda mengurusi Jawa diakui oleh publik melalui sayembara terjemahan Serat Wedhatama. Sayembara ini diselenggarakan oleh Mangkunegara VII. Zoetmulder dinobatkan sebagai pemenang. Tulisan berjudul Prijsvraag: Bekroonde Vertaling Serat Wedhatama diterbitkan di majalah Djawa (1941).

Suhatno selaku penulis biografi Zoetmulder memberi keterangan: “Ketika diinternir Jepang, P.J. Zoetmulder sempat membawa bekal naskah Adiparwa, yang ditelitinya selama dalam interniran itu. Hasil penelitian ini akhirnya diterbitkan di Bandung pada tahun 1950 berjudul De Taal Van he Adiparwa dan kemudian disadur ke dalam bahasa Indonesia dengan bantuan I.R. Poedjawijatno berjudul Bahasa Parwa yang diterbitkan pada tahun 1954 oleh penerbit Obor di Jakarta dan dicetak ulang pada tahun 1961.”

Zoetmulder adalah manusia-tekun. Aku membaca pelbagai informasi mengenai kebiasaan membaca-menulis Zoetmulder. Peristiwa-peristiwa berliterasi itu dijalani mirip peribadatan: hening dan sakral. Zoetmulder tak cuma mengurusi kitab-kitab lawas. Manusia ampuh ini juga pembaca novel-novel detektif. Aku pernah membuat esai mengenai Zoetmulder dan novel detektif meski belum bisa tampil di koran dan majalah.

Zoetmulder memang pesona tak biasa. Aku berulang membaca Kalangwan tanpa jemu. Membaca buku itu sejak SMA menimbulkan perbedaan. Peristiwa membaca di masa lalu ibarat perkenalan tak biasa meski tak ada juru penerang. Aku cuma terlena dengan membaca sampai selesai. Kalangwan selesai terbaca tapi tak tuntas terpahami. Aku membaca lagi di masa-masa berbeda dengan bekal-bekal tambahan mengenai sastra Jawa kuno dan biografi Zoetmulder. Majalah Basis (Jogjakarta) kadang jadi rujukan untuk mengerti Zoetmulder. Dick Hartoko berperan sebagai juru penerang dari hasrat mengerti Zoetmulder. Dick Hartoko juga menjadi penerjemah mumpuni untuk buku-buku Zoetmulder.

sumber: http://bandungmawardi.wordpress.com/tag/kalangwan/

Islam DOKTRIN PERADABAN


TERJUAL ke KALSEL
Harga: Rp.150.000 (blum ongkir)
Kondisi: Bagus cet VII mei 2008
Tebal: 622 hal

Dalam buku ini ada empat hal pokok yang akan diungkap oleh cak Nur. Keempat hal pokok tersebut adalah : Tauhid dan Emansipasi Harkat Manusia, Disiplin Ilmu Keislaman Tradisional, Membangun Masyarakat Etika, dan Universalisme Islam dan Kemoderenan. Keempatnya akan diuraikan satu persatu dalam sub judul di bawah ini.
Tawhid dan Emansipasi Harkat Manusia
Sebagaimana dikatakan oleh Kitab Suci, manusia adalah makhluk Tuhan yang paling tinggi. Manusia juga merupakan puncak kreasi Tuhan. Hal ini menunjukkan bahwa manusia mempunyai harkat dan matabat kemanusiaan yang sangat luar biasa. Namun demikian, manusia juga memiliki potensi untuk terdegradasi menjadi sangat rendah.

Cak Nur menegaskan bahwa dalam kenyataan historis, perjuangan memperoleh dan mempertahankan harkat dan martabat kemanusiaan merupakan ciri dminan manusia sebagai makhluk sosia. Sebab dalam kenyataannya, manusia lebih banyak mengalami kehilangan fitrah dan kebahagiaan daripada sebaliknya. Di sinilah fungsi diutusnya para rasul untuk membimbing manusia melawan kejatuhannya sendiri dan mengemansipasi harkat dan matabatnya dari kejatuhannya itu (hal. 94).

Dalam pandangan cak Nur, problem utama manusia adalah syirk. Karena syirk (politeisme) baik yang kuno maupun modern selalu bermuara pada pemenjaraan harkat dan martabat manusia dan kemerosotannya. Tentu yang demikian ini bertentangan dengan fitrah manusia sebagai makhluk tertinggi dan dimuliakan Tuhan. Mengapa ?, karena akan berakibat pada pengangkatan makhluk selain Tuhan menjadi sama dengan Tuhan sehingga hal ini akan berakibat pada lebih tingginya nilai tuhan palsu itu dibandingkan dengan mansuia itu sendiri. Hal inilah yang menyebabkan kenapa syirik dikategorikan dosa terbesar manusia (hal. 96).

Untuk itu, agar tetap terjaga harkat dan martabat kemanusiaannya, manusia harus menyelamatkan imannya dengan tetap menghambakan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa. Berarti, dengan hanya menghambakan diri kepada Tuhan, manusia akan mendapatkan kepribadiannya yang utuh dan integral.

Disiplin Ilmu Keislaman Tradisional
Salah satu judul yang terbahas dalam tema di atas adalah “Kekuatan Dan Kelemahan Paham Asy’ari Sebagai Doktrin ‘Aqidah Islamiyah”. Dalam judul ini diungkapkan bahwa, paham asy’ariyah di samping memiliki kelebihan atau kekuatan juga memiliki kelemahan atau kekurangan. Kenapa paham asy’ariyah ? karena Islam di Indonesia bermadzhab Syafi’i. Kaum Syafi’I kebanyakan menganut aqidah Asy’ari.

Dalam dunia kalam dikenal argumenpargumen logis dan dialektis. Kaum Asy’ari juga banyak menggunakannya, meskipun metode takwil yang menjadi salah satu akibat penggunaan itu hanya menduduki tempat sekunder. Kemampuan Abu al-Hasan al-Asy’ari menggunakan argumen-argumen logis dan dialektis diperoleh dari latihan dan pendidikannya sendiri sebagai seorang Mu’tazulah sebelum ia akhirnya keluar dari paham Mu’tazilah.

Letak keunggulan sistem Asy’ari atas lainnya terletak pada segi metodologinya yang merupakan jalan tengah antara berbagai ekstrimitas (hal. 273). Dalam penggunaan metdolodi mantiq, Asy’ari tidak menggunakannya sebagai kerangka kebenaran an sich, melainkan sekedar alat untu membuat kejelasan-kejelasan dan itupun hanya dalam urutan sekunder. Metodenya menghasilkan jalan tengah antara metode harfi kaum Hambali dan metode ta’wili kaum Mu’tazili.

Sedangkan posisi kelemahannya terletak pada kegagalannya menjelaskan teorinya tentang usaha manusia. Asy’ari ingin berbeda dengan kaum Jabari yang fatalis dan kaum Qadari yang menganggap manusia mempunyai kemerdekaan berbuat. Teori Asy’ari disebut kasb. Teorinya ingin mengabungkan dua teori yang kontradiktif di atas. Namun, misinya justru sulit dipahami. Ia menjelaskan bahwa “manusia tidaklah dipaksa dan juga tidak bebas merdeka dalam melakukan usaha”. Selanjutnya, “bila Allah memberi pahala makasemata karena kemurahan-Nya dan bila Allah menyiksa maka itu karena keadilan-Nya” (hal.283). Kedua rumusan tersebut bukan sebagai akibat dari perbuatan manusia.
Membangun Masyarakat Etika
Dalam kontek ini cak Nur menjelaskan dua makna, yaitu makna perorangan dan kemasyarakatan. Penjelasan tentang makna perorangan diawalinya dengan menjekaskan makna salam, kedamaian dan keselarasan. Salam adalah makna perorangan sikap keagamaan yang tulus. Ia juga merupakan kelanjutan sikap rela kepada Allah atas segala keputusan-Nya. Keadaan jiwa yang rela itu dicapai karena adanya ketenangan batin akibat rasa dekat kepada Allah. Inilah derjat manusia yang telah mencapai al-nafs al-mutmainnah.

Seseorang yang rela serta bertawakal kepada Allah tentulah seorang yang selalu dzikir kepada-Nya. Dzikir atau ingat kepada Allah secara konsisten merupakan segi keimanan yang sangat penting sekaligus menjadi sumber kebijakan yang tertinggi (hal. 349). Dan karena sikap itu merupakan keharusan sikap rela dan tawakkal kepada-Nya, maka ingat kepada Allah juga menjadi sumber ketenangan jiwa dan ketentramannya Orang yang beriman yaitu dia yang merasakan ketentraman jiwa karena ingat kepada Allah

Mengenai makna kemasyarakatan cak Nur menjelaskan bahwa baik dan jahat dalam kehidupan nyata seorang manusiadi dunia akhirnya didefinisikan sebagai kualitas sikap, tingkah laku dan perbuatannya dalam hubungannya denagn sesama manusia.

Dalam arti yang seluas-luasnya, amal saleh ialah setiap tingkah laku pribadi yang menunjang usaha mewujudkan tatanan hidup sosial yangteratur dan berkesopanan. Maka salah satu yang diharapkan dari adanya iman dalam dada adalah wjud nyata dalam tindakan yang berdimensi sosial.

Dimensi sosial keimanan juga dinyatakan dalam bentuk kata ishlah al-ardl, reformasi dunia. Para Nabi yang diutus selalu melakukan reformasi dunia, yaitu perjuangan melawan kezaliman dan menegakkan keadilan. Maka komitmen kepada usaha menciptakan masyarakat yang memenuhi rasa keadilan merupakan makna sosial keyakinan aama yang harus ditumbuhkan dalam setiap pribadi yang beriman. Dengan kata lain, rasa keadilan merupakan manifestasi rasa kemanusiaan, sehingga, dari sudut pandangan ini, makna kemasyarakatan keyakinan agama atau iman adalah rasa kemanusiaan itu, yang dalam bahasa al-Qur’an disebut dengan hablun min al-nas sebagai kelanjutan dari hablun min Allah.
Hablun min al-nas dan hablun min Allah di simbolkan melalui shalat. Ketika melakukan takbirat al-ikhram melambangkan manusia sedang melakukan hubungan dengan Allah. Dan ketika melakukan salam dengan menoleh ke kanan dan ke kiri melambangkan bahwa manusia itu harus menoleh kepada keadaan di sekitarnya. Hal ini mencerminkan bahwa orang yang beriman seharusnya memiliki kesadaran diri akan dimensi sosial (hal. 354).
Universalisme Islam dan Kemoderenan
Salah satu hal penting yang mendapat perhatian cak Nur dalam “Universalisme Islam dan Kemoderenan” adalah “ajaran nilai etisdalam kitab suci”. Nilai etis yang dimaksudkan cak Nur adalah dalam pengertian yang sangat mendasar, yaitu konsep dan ajaran yang serba meliputi, yang menjadi pangkal pandangan hidup tentang baik dan buruk, benar dan salah. Namun demikian, yang hendak dibicarakan cak Nur adalah yang terbatas pada hal-hal yang dianggap pokok saja, yang relevan dengan problem sekarang.

Dalam buku “Islam, Doktrin dan Peradaban” ini ingin ditegaskan kembali mengenai watak Agama Islam berkenaan dengan kerja. Tampilnya Islam berarti menyambung kembali tradisi Nabi Ibrahim dan Nabi Musa yang mengajarkan tentang beriman kepada Allah da pendekatan kepada-Nya melalui amal perbuatan baik suatu monoteisme etis.

Karena seluruh aktifitas dapat bernilai sebagai usaha pendekatan kepada Tuhan, maka seluruh hidup manusia mempunyai makna transendental, yanga sehari-harii dinyatakan dalam ungkapan “demi ridla Allah”. Dan adanya keinsyafan akan makna hidup itulah yang membuat manusia berbeda dari jenis hewan yang lain, serta di situlah letak harkatnya (hal. 476).
Penutup
Satu hal yang menjadi misi utama buku ini adalah mengajak kepada kaum muslimin untuk menegakkan paham kemajemukan atau pluralisme. Berkaitan dengan hal tersebut maka Islam semakin diharapkan tampil dengan tawaran-tawaran kultural yang produktif dan konstruktif, sertamampu menyatakan diri sebagai pembawa kebaikan untuk semua, tanpa ekslusifisme komunal.

Kaum muslimin harus secara otentik mengembangkan paham kemajemukan masyarakat (pluralisme sosial). Kaum muslimin juga dituntut akan kesanggupan mengembangkan sikap-sikap saling menghagai antara sesama anggota masyarakat, dengan menghormati apa yang diangap penting pada masing-masing orang atau kelompok.

SUMBER ARTIKEL: http://dakwah-2012.blogspot.com/2011/11/islam-doktrin-dan-peradaban.html

Related Post

ShareThis