.

.

Senin, 28 Oktober 2013

MERAHNYA MERAH

Judul: Merahnya Merah
Penulis: Iwan Simatupang
Tebal: 124 Halaman
Penerbit: Gunung Agung- Jakarta MCMLXXXIII
Tahun: Cetakan Ke-4, 1983
Kondisi: LUMAYAN, eks. Perpust
 Harga: Rp.200.000 (blum ongkir)

Adanya Tokoh Kita dalam suatu komunitas gelandangan di sebuah kota besar. Tokoh Kita ini sebelumnya mempunyai sejarah yang cukup panjang. Sebelum meletusnya revolusi fisik, Tokoh Kita ini adalah seorang calon rahib. Selama revolisi, dia merupakan seorang komandan kompi. Di akhir revolusi, dia menjadi algojo pemancung kepala pengkhianat-pengkhianat. Akhirnya sesudah revolusi, dia masuk rumah sakit jiwa.
Kedatangan Tokoh Kita dalam komunitas kaum gelandangan itu cukup mendapat perhatian para anggota gelandangan. Dia cukup dianggap dan dihormati serta dicintai oleh beberapa diantara penghuni komunitas itu. Maria adalah salah seseorang yang mempunyai perhatian lebih terhadapnya. Maria, yang dalam komunitas kaum gelandangan ini dianggap sebagai sebagai ibu dari sekian para wanita setengah baya yang punya sejarah hidup yang kelam. Sebelumnya, wanita ini bercita-cita menjadi perawat namun, karena takut dengan darah cita-citanya dia tanam dalam hati. Batal menjadi perawat, Maria menjadi pelayan sebuah restoran Katolik. Akan tetapi, di restoran ini dia mengalami nasib sial, dia diperkosa oleh seseorang yang tak dikenal. Akhirnya, seminggu setelah kejadian itu, dia keluar dari restoran itu setelah menyaksikan seorang pastor bunuh diri.
Setelah masuknya Fifi, hubungan Maria dengan Tokoh Kita menjadi sering tidak mesra padahal sebelumnya mereka sangat mesra. Maria mulai uring-uringan terhadap Tokoh Kita karena cemburu Tokoh Kita terlihat begitu akrab hubungannya dengan Fifi, yang membawa Fifi masuk ke dalam komunitas kaum gelandangan mereka itu adalah si Tokoh Kita itu. Fifi diketemukannya di suatu tempat. Fifi ini adalah seorang gadis berusia 14 tahun, yang karena keganasan suatu gerombolan yang membuatnya menjadi seorang gadis yatim piatu dantidak punya tempat tinggal, akhirnya membuat dirinya terpaksa seorang pelacur kelas teri dalam usahanya agar tetap hidup diatas dunia yang ganas ini. Dari awal Maria memang sudah tak bersedia menerima Fifi masuk ke dalam kelompok mereka namun, karena dia terus didesak oleh Tokoh Kita dan dia sendiri tidak bisa berbuat apa-apa kalau Tokoh Kita yang berbicara, selain mengirakan apa yang dikehendaki si Tokoh Kita karena cintanya yang demikian dalam pada si Tokoh Kita.

Suatu hari Fifi raib dari lingkungan mereka. Para anggota gelandangan dikerahkan mencari Fifi ke segenap penjuru kota, tapi mereka selalu pulang dengan keadaan nihil dan putus asa. Yang paling merasa kecewa tiap kali pulang, yaitu Pak Centeng. Pak Centeng merasa terhina karena gagal mencari dan menemukan Fifi. Dia malu sebab selama ini belum pernah Pak Centeng gagal menjalankan misi. Dia malu berat karena predikatnya sebagai Centeng yang paling jagoan diantara para Centeng se kota itu. Ia pun yakin akan dapat menemukan Fifi.

Beberapa hari berikutnya giliran Tokoh Kita yang raib dari kelompok gelandangan itu. Lagi-lagi kelompok gelandangan itu ribut dan kalang kabut mencari ke segenap pelosok kota. Lagi-lagi Pak Centeng merasa malu dan terhina tak terhingga karena dia gagal lagi menemukan Tokoh Kita. Yang paling mengejutkan adalah ketika Maria juga tiba-tiba menghilang. Dia raib seperti Fifi dan Tokoh Kita. Seluruh armada telah dikerahkan dalam mencari ketika gelandangan yang raib, tapi nihil lagi. Lagi-lagi yang paling merasa terhina adalah Pak Centeng, sebab bagaimanapun dia merasa martabatnya sebagai Centeng yang jagoan telah rendah di mata para Centeng yang lain maupun diantara para temannya sesama gelandangan. Para polisi juga dikerahkan sama, mereka tak berhasil menemukan ketika manusia yang raib bagaikan tertelan bumi.
Lama-kelamaan, tiba-tiba Tokoh Kita muncul ke permukaan gelandangan itu. Tapi dia sendiri, Fifi dan Maria tidak bersamanya. Serta merta berpuluh pertanyaan menyerbu di Tokoh Kita. Semua mempertanyakan dimana Fifi dan Maria. Tokoh Kita menceritakan apa sebenarnya telah terjadi. Ternyata Fifi yang raib itu sebenarnya telah lama mati. Fifi dibunuh Maria karena iri dan cemburu yang berlebihan. Sedangkan Maria sendiri sekarang telah masuk biara, mencoba mengakui dosa-dosanya pada Tuhan. Dan sekaligus mencoba mengabdikan diirnya pada Tuhan Yang Mahakuasa, dengan harapan segala kesalahannya bisa dimaafkan olehTuhan Seru Sekalian Alam.

Bagi para gelandangan lainnya, kabar yang diberikan oleh si Tokoh Kita membuat mereka haru dan lega. Tapi bagi si Pak Centeng, sebaliknya. Dia sangat marah pada si Tokoh Kita. Dia menganggap bahwa semua kejadian itu Tokoh Kita lah penyebabnya, karena sebelum Tokoh Kita ini masuk ke dalam lingkungan mereka. Kehidupan kampung gelandangan itu aman-aman saja. Dia sendiri atau Pak Centeng masih bisa bermesraan dengan Maria. Tapi ketika mauk Tokoh Kita, cinta Maria beralih pada si Tokoh Kita lah yang menjadi penghalang cintanya pada Maria. Dengan marah yang berkobar-kobar, Pak Centeng mencabut goloknya. Sewaktu goloknya diayunkan tepat ke arah batang leher si Tokoh Kita itu, polisi pun datang sambil mengacungkan laras pistolnya pada si Pak Centeng. Dan memerintahkan agar Pak Centeng melepaskan goloknya dan menyerah pada polisi. Tapi karena marahnya sama Tokoh Kita sudah demikian besar dan tak tertahankan, Pak Centeng tak mau peduli dengan ancaman polisi itu. Dia tetap mengayunkan goloknya ke batang leher si Tokoh Kita. Akibatnya tanpa ampun, sekali tebas kepala si Tokoh Kita langsung pisah dari badannya pun pistol di polisi, langsung pelurunya menerjang kepala Pak Centeng. Keduanya roboh dan tak pernah bangkit lagi untuk selama-lamanya. Tokoh Kita dan Pak Centeng dikuburkan dengan upacara militer yang dihadiri sejumlah pejabat tinggi negara.

Potongan artikel diambil di blog:  http://kedairomanindonesia.blogspot.com/2011/06/merahnya-merah.html

Jumat, 04 Oktober 2013

The Indonesian Killings (Pembantaian PKI di Jawa dan Bali 1965-1966)

Judul Buku      : The Indonesian Killings (Pembantaian PKI di Jawa dan Bali 1965-1966).
Editor              : Robert Cribb
Judul Asli        : The Indonesian Killings Of 1965-1966, Studies from Java and Bali, Centre of Southeast Asia Studies Monash University, 1990
Penerbit           : Mata Bangsa
Kota Terbit      : Yogyakarta
Tebal               : XXXIX + 447 halaman.
 SOLD
Harga: Rp.300.000 (blum ongkir)

Buku ini diterbitkan pada Februari tahun 2004, dan kemudian dicetak lagi dan terbit September 2004. Sebenarnya buku ini sudah diterbitkan sejak lama. Cetakan pertamanya Desember 2000, namun kembali dicetak ulang kedua kalinya pada bulan Oktober 2003. Maklum saja, di tahun 2000, buku ini dilarang peredarannya. Buku ini adalah salah satu buku yang terkena sweeping buku “kiri” yang dilakukan Aliansi Anti Komunisme di Jakarta dan Yogyakarta. Akhirnya, buku ini praktis menghilang dari peredaran karena dianggap menyesatkan.
Cap komunis bagi para korban tahanan politik Orde Baru dan tragedi pembantaian PKI 1965-1966 menjadi sisi negatif bagi sosok mereka. Wacana tentang pengungkapan kebenaran pada G30S belum begitu tersebar dan wacana pengungkapan tragedi pembantaian PKI di Jawa dan Bali baru dalam tahap awal menunjukkan diri dalam masyarakat. Peristiwa G30S 1965 memang telah lama diperdebatkan di Indonesia dan Barat dalam berbagai versi, dugaan pelaku, pemberontakan yang terjadi dibelakangnya.
Tapi tidak demikian halnya dengan pengungkapan reaksi balik yang tidak kalah biadabnya dari gerakan 30 September 1965 yang menimpa orang dituduh anggota dan simpatisan PKI. Pembantaian, pemberangusan, penghilangan lawan politik yang kejam dan diluar batas nilai-nilai kemanusiaan. Para korban Orde Baru dan tragedi 1965 mulai berkumpul, berbagi pengalaman, menerbitkan buletin untuk membersihkan nama baik mereka, meluruskan sejarah, dan mengungkapkan kebenaran.

Kelebihan        :
Buku ini disusun oleh bebarapa karya, artikel, makalah dan tulisan para Indonesianis di antaranya seperti Robert Crib, Michael van Langerberg, Kennet R Young, Keith Foulcher, Kenneth Orr dan Anton Lucas. Juga ada laporan jurnalistik dari wartawan Indonesia Maskun Iskandar dan Jopie Lasut tentang pembantaian di Purwodadi, Jawa Tengah. Ada juga laporan dari Pusat Penelitian dan Studi Pedesaaan dan Kawasan Universitas Gajah Mada serta dokumen dari Dinas Sejarah TNI Angkatan Darat tentang penumpasan G30S/PKI di Jawa Tengah. Sisi menarik lainnya dari buku ini adalah disertakannya essai Soe Hok Gie tentang riuh dan brutalnya pembantaian PKI di Bali.
Kisah pengalaman dari seorang istri tahanan politik bernama Yeti dan Marni. Yeti dan Marni adalah seorang perempuan yang selamat dari kamp-kamp. Beban mereka adalah lolos dari kematian dengan segala pertanyaan tentang apa salahnya dan makna yang mengikutinya, dan tahun-tahun panjang yang menakutkan dalam kerja keras. (hal.386). Berbagai kisah para korban inilah yang menjadi daya tarik dan nilai lebih dari buku ini.
Cerita pembantaian di Bali menjadi bagian akhir dan kurang begitu lengkap dalam buku ini. Cerita Bali ditulis oleh Robert Cribb, Soe Hok Gie serta tambahan laporan dari Pusat Studi Pedesaan Universitas Gajah Mada yang dicatat dari pemberitaan harian Suara Indonesia yang terbit di Denpasar. Juga ada dokumen dari Dinas Sejarah TNI Angkatan Darat tentang penumpasan G30S/PKI di Bali.

Kekurangan     :
Dalam buku Pembantaian PKI di Jawa dan Bali 1965-1966 ini merupakan buku terjemahan dari judul The Indonesia Killings of 1965-1966 Studies from Java and Bali Centre of Southeast Asian Studies Monash University, 1990 sehingga bahasa yang digunakan sedikit susah dicerna dan di pahami bagi orang awam. Dalam penyajiannya jelas terasa unsur subjektif yang kental dari sisi penulis maupun sumber lisan. Buku ini tidak cocok diperuntukkan bagi semua umur karena sisi penceritaannya cenderung secara murni dari sisi kekejaman dan kekejian perlakuan seseorang kepada orang lain diceritakan secara terang dan gamblang.

Potongan artikel diambil dari blog:  http://sejarahguruterbaik.wordpress.com/2012/07/10/resensi-dan-resume-buku-robert-cribb/

Jumat, 02 Agustus 2013

SYAIR BUAT AYAH

cover depan
Penulis : ANDY FIRMANSYAH
Tebal : vi + 257
Harga : Rp. 51.900,00
ISBN : 978-602-225-719-6


cover belakang depan

Sinopsis:
Syair buat Ayah, merupakan kumpulan dari cerita pendek, esai, pantun, dan pidato... yang mana di dalamnya dipersilakan para pembaca untuk memberikan penafsirannya sendiri perihal apa yang dapat ditangkap dari deretan kata-kata yang tidak beraturan ini. Terasa sulit sekali saya untuk memilah golongan apa tulisan yang masuk ini, pada ranah berbagai macam pemunculan karakter-karakter yang ingin saya ungkapkan. Saya memang agak kesulitan dengan memberi penekanan, bahwa cerita pendek pada masing-masing bab ingin memberi pesan tentang karakter religious, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, tanggung jawab, dan masih banyak karakter lainnya yang tidak dapat saya ungkapkan karena terlalu universalnya. Marilah semua ikut merenungkannya agar dapat semua diambil hikmah walaupun masih banyak kekurangan yang ada. Minimal saya sudah berusaha untuk menyumbangkan semaksimal mungkin gejolak pikiran saya dalam hal tulis menulis ini yang masih jauh dari sempurna.

Ps : Buku ini sudah bisa dipesan sekarang via website www.leutikaprio.com, inbox Fb dengan subjek PESAN BUKU, atau SMS ke 0819 0422 1928. Untuk pembelian minimal Rp 90.000,- GRATIS ONGKIR seluruh Indonesia. Met Order, all!! ^^v

Rabu, 03 Juli 2013

Majalah Fikiran Ra’jat 1932

TERJUAL
Harga belum termasuk ongkir
HARGA PER MAJALAH Rp.20 rb
harus beli 1 set Rp.500.000

KONDISI: BAGUS, LAMA DI GUDANG JAKARTA 19 NOPEMBER 1977
ada 1 Majalah pembuka tanpa nomor, 20 hal
Majalah Nomor 1-5
Majalah Nomor 6 & 7 jadi 1 majalah, 21 hal
Majalah Nomor 8-9
Majalah Nomor 10 & 11 jadi 1 majalah 22 hal
Majalah Nomor 12-26

Total lengkap majalahnya ada 25 biji (1 majalah pembuka tanpa nomor. Majalah nomor 1-26 lengkap)

Majalah Fikiran Ra’jat 1932: suara Marhaen anti kapitalisme dan imperialisme

Hendry Gustian

Majalah Fikiran Ra’jat 1932-1933 yang dipimpin oleh Soekarno
yang mulanya sebagai salah satu alat untuk menyatukan PNI Baru dengan Partindo. Namun, setelah. Soekarno memilih masuk Partindo majalah ini tetap berusaha menjaga kenetralannya dan aroma. persatuannya walau pada akhirnya sedikit berbau Partindo. Hal ini dapat dilihat dari kiprahnya sebagai wakil marhaen dalam menyuarakan pandangan anti kapitalisme dan imperialisme dalam usaha untuk mencapai Indonesia merdeka. Kiprah majalah Fikiran Ra’jat sebagai wakil marhaen dalam menyuarakan pandangan anti kapitalisme dan imperialisme dalam penelitian ini dilihat melalui pemaparan dan pembahasan beberapa contoh karikatur, artikel dan primbon politik. Karikatur, Artikel dan Primbon Politik yang bernada radikal,ndaya cetak dan jangkaunya yang luas pada akhirnya menyebabkan majalah Fikiran Ra’jat dilarang peredarannya.




Senin, 01 Juli 2013

Presiden Sukarno Di Tiongkok

Cover depan lapisan kain
hal judul
foto-foto
TERJUAL
Harga: Rp.250.000
Presiden Sukarno Di Tiongkok
Penerbit Pustaka Bahasa Asing tahun 1956. 
Tebal: 171 halaman. 
Kondisi: 90% bagus. 
Ditjetak di Republik Rakjat Tiongkok

Presiden Sukarno Di Tiongkok, Penerbit Pustaka Bahasa Asing tahun 1957. Buku ini meupakan rekaman perjalanan presiden Sukarno di Tiongkok, pada 30 September 1956. Buku ini berisikan banyak pidato Bung Karno selama kunjungannya di Tiongkok/Cina. Selain pidato Bung Karno, buku ini juga memuat pidato Menteri Luar Negeri RI Roeslan Abdulgani, pidato pemimpin2 Tiongkok dan siaran pers bersama. Buku ini juga dilengkapi dengan beberapa oto kunjungan presiden Sukarno saat itu
bung karno tos dengan Mao tse tung
bersama aktivis2 di tiongkok
cover belakang, kain polosan buluk

foto pada halaman terakhir
 

Sabtu, 29 Juni 2013

PUNCAK KEKUASAAN MATARAM: Politik Ekspansi Sultan Agung Penulis: H.J. De Graaf

cover depan lumayan bagus. isi dalam buku ada bekas tandatangan pemilik pertama, alias seken
Harga : Rp.150.000 (belum termasuk ongkir)
PUNCAK KEKUASAAN MATARAM. Judul: Puncak Kekuasaan Mataram: Politik Ekspansi Sultan Agung Penulis: H.J. De Graaf
Bahasa: Indonesia
Kulit Muka: Soft Cover
Tebal: xv + 380 Halaman
Dimensi: 14,5 x 21 Cm
Penerbit: Pustaka Utama Grafiti & KITLV, Jakarta
Tahun: Cetakan Ketiga (Edisi Revisi), 2002

Hermanus Johannes de Greaf semakin giat mengeluti Jawa sewaktu menjadi guru sejarah di Surakarta. Disini ia banyak menulis dalam majalah Djawa, terbitan Java_Instituut, dan tulisan-tulisan inilah kelak yang dikembangkan menjadi serangkaian buku tentang raja-raja mataram. Sempat menjadi dosen sejarah di Universitas Indonesia dan Universitas Leiden, De Graaf tetap produktif sampai di hari tuannya. Bukunya yang terakhir, yang ditulis bersama Pigeaud, Chinese Muslims In Java in The 15th and 16th Ceuntries. terbitan setelah ia meninggal pada 24 Agustus 1984.

MAX HAVELAAR, MULTATULI. Terjemahan H.B. JASSIN

ADA PAKU YG MENANCAP 2, berfungsi seperti steples agar halaman tidak protol
TERJUAL BY JATENG
Harga: Rp.150.000 (blum ongkir)
Kondisi: Lumayan eks perpust, ADA PAKU YG MENANCAP 2 DAN HAL JUDUL YG ROMAWI i-ii (mencangkup hal judul dan foto pengarang, hilang sepertinya). langsung masuk ke hal romawi iii yaitu hal judul
Tebal: 359 halaman
Penerbit: Djambatan cetakan keenaam 1985

Berat: 0,32 Kg

Max Havelaar adalah sebuah novel karya Multatuli (nama pena yang digunakan penulis Belanda Eduard Douwes Dekker). Novel ini pertama kali terbit pada tahun 1860, yang diakui sebagai karya sastra Belanda yang sangat penting karena memelopori gaya tulisan baru.

Peran dalam literatur

Di Indonesia, karya ini sangat dihargai karena untuk pertama kalinya inilah karya yang dengan jelas dan lantang membeberkan nasib buruk rakyat yang dijajah. Max Havelaar bercerita tentang sistem tanam paksa yang menindas kaum bumiputra di daerah Lebak, Banten. Max Havelaar adalah karya besar yang diakui sebagai bagian dari karya sastra dunia. Di salah satu bagiannya memuat drama tentang Saijah dan Adinda yang sangat menyentuh hati pembaca, sehingga sering kali dikutip dan menjadi topik untuk dipentaskan di panggung.

Hermann Hesse dalam bukunya berjudul: Die Welt Bibliothek (Perpustakaan Dunia) memasukkan Max Havelaar dalam deret buku bacaan yang sangat dikaguminya. Bahkan Max Havelaar sekarang menjadi bacaan wajib di sekolah-sekolah di Belanda.
Terjemahan bahasa Indonesia

HB Jassin menerjemahkan Max Havelaar dari bahasa Belanda aslinya ke dalam bahasa Indonesia pada tahun 1972. Tahun 1973 buku tersebut dicetak ulang.

Pada tahun 1973 Jassin mendapat penghargaan dari Yayasan Prins Bernhard. Dia diundang untuk tinggal di Belanda selama satu tahun.
Adaptasi layar lebar

Novel ini diadaptasi menjadi sebuah film layar lebar pada tahun 1976 oleh Fons Rademakers sebagai bagian dari kemitraan antara Belanda-Indonesia. Namun filmMax Havelaar tersebut tidak diperbolehkan untuk ditayangkan di Indonesia sampai tahun 1987.

Novel ini terbit dalam bahasa Belanda dengan judul asli "Max Havelaar, of de koffij-veilingen der Nederlandsche Handel-Maatschappij" (bahasa Indonesia: "Max Havelaar, atau Lelang Kopi Perusahaan Dagang Belanda")

Roman ini hanya ditulis oleh Multatuli dalam tempo sebulan pada tahun 1859 di sebuah losmen di Belgia. Setahun kemudian, tepatnya pada tahun 1860 roman itu terbit untuk pertama kalinya

cover belakang buku

adjib rosidi membitjarakan TJERITA PENDEK INDONESIA

Utuy T. Sontani, orang-orang sial
kumpulan cerpen subuh Pramoedya Ananta Toer diuraikan oleh adjip rosodi
COVER buluk
adjib rosidi membitjarakan
TJERITA PENDEK INDONESIA

terjual
Harga : Rp.200.000 (belum termasuk ongkir)
Kondisi: LUMAYAN BAGUS
dJAMBATAN dJAKARTA 1959
TEBAL: 176 HAL

Dalam buku Tjerita Pendek Indonesia (1959) Ajip Rosyidi juga menyebut Muhammad Kasim dan Soesman Hs sebagai tokoh penting dalam sejarah cerpen Indonesia, perintis cerpen Indonesia. Pernyataan Ajip telah dibuktikannya dengan penelusuran jejak M. Kasim pada majalah Pandji Poestaka yang terbit tahun 1923. Kumpulan cerita lucu M. Kasim banyak dimuat di majalah tersebut.
Di akhir abad ke-19 sampai zaman pendudukan Jepang publikasi cerpen masih muncul hanya melalui penerbitan media massa, hampir-hampir tidak ada yang dipublikasikan langsung dalam bentuk buku. Masa itu cerpen tidak dapat dipisahkan dari majalah atau surat kabar. Dari sanalah, cerpen Indonesia lahir, berkembang dan memperoleh bentuk yang lebih jelas pada tahun 1930-an. Pada zaman Jepang, pemerintah pendudukan Jepang banyak menyelenggarakan lomba penulisan cerpen. Cerpen menjadi makin populer. Cerpenis-cerpenis yang pernah memenangi lomba penulisan cerpen waktu itu ialah, A.S. Hadisiswoyo, Muhammad Dimyati, Rosihan Anwar. Nama-nama lain yang banyak muncul di media massa dengan karyanya di antaranya, Sanusi Pane, Armijn Pane, dan D. Djokokoesoemo.
Keberadaan cerpen Indonesia semakin mapan di era tahun 1950-an. Pengaruh asing yang semakin deras, timbulnya semangat kedaerahan, dominasi pengarang Sumatra yang semakin pudar, dan terbitnya berbagai media massa, termasuk majalah Prosa dan Tjerita Pendek yang dikelola Ajip Rosidi, memberi kesempatan munculnya cerpenis dari pelosok tanah air.
Keberanian para cerpenis dalam melakukan berbagai eksperimen, didorong dengan dibukanya kebebasan untuk berekspresi. Tradisi penulisan cerpen mencapai masa suburnya pada sekitar dekade 50-an. Dekade 50-an disebut zaman emas produksi cerita pendek dalam sejarah sastra Indonesia, karena pada masa itulah muncul pengarang dengan karya yang fenomenal seperti Riyono Pratikto, Subagyo Sastrowardoyo, Sukanto SA, Nh Dini, Bokor Hutasuhut, Mahbud Djunaedi, AA Navis, dan sederet nama lainnya. (Jacob Soemardjo dalam esai Mencari Tradisi Cerpen Indonesia, 1975).
Tema cerpen dekade 50-an lebih banyak condong pada agama yang tiba-tiba menjadi alat permainan. Penjelajahan pada agitasi dan kegelisahan psikologis digunakan sebagai sarana menyampaikan eksperimen. Perasaan si tokoh menjadi liar, aneh, dan tak terduga.
isi djudul buku
cerpenis2 indonesia yg diuraikan oleh adjip rosidi

AJAHKU

COVER BULUK
halaman djudul
ilustrasi wajah ajah HAMKA
 terjual
Harga : Rp.250.000 (belum termasuk ongkir)
Judul : AJAHKU
Penulis : HAMKA
Tjetakan kedua
Penerbit: “WIDJAYA” – DJAKARTA 1958
280 hlm
Soft Cover
kondisi: Buku Bekas Orang, buluk sesuai terlihat di foto

Isi dalam buku

Deskripsi :
Buku "Ajahku-Baca = Ayahku" ini adalah sebuah Buku biografi ditulis Hamka untuk Ayahandanya sendiri, Yaitu Dr. H. Abd. Karim Amrullah, Seorang Tokoh Ulama Sumatera Barat yang cukup dikenal pada masanya. Seperti apa yang diucapkan Hamka dalam kata pengantar buku ini, bahwa menulis sosok ayahnya, sama artinya dengan menulis perkembangan Islam Di Minangkabau.

ISI BUKU

Pendahuluan
Agama Islam di Minangkabau
Ajahku
Negeri Sungai Batang
Memulai perdjuangan
Semangat baru dalam Islam
Zaman pergerakan
Melawat ke Mesir
Perdjuangan baru
Perhubungannja dengan Muhammadijah
Tjermin terus dan pelita
Sebab-sebab diasingkan
Ditanah pembuangan
Sekeliling pribadinja
Tjita-tjitanja
Orang-orang sekelilingnja
Harinja jang achir
Letak ajahku dalam sedjarah pembangunan Islam di Indonesia
Hanja Allah.
sedjarah ringkas dan daftar isi

dafta isi dalam buku

Kamis, 27 Juni 2013

Misteri Syekh Siti Jenar. Peran Wali Songo dalam Mengislamkan Tanah Jawa

Kondisi: Lumayan bagus, cuma ada yg hilang 1 lembar pada hal judul

Harga: Rp.175 rb (blum ongkir)
Kondisi: Lumayan bagus, hilang 1 lembar pada hal judul
Tebal: 550 hal
Misteri Syekh Siti Jenar.
Penerbit, : Pustaka Pelajar.
Penulis, : Hasanu Simon, Prof. DR.
Tahun Terbit, : Cet 1: September 2004, Cet 4: Januari 2007.

Islam telah masuk ke jawa pada abad ke-8. Raja SCHIMA dari kalingga yang berkuasa pada abad ke-9 dan makam FATIMAH Binti MUIN Bin HIBATULLAH di desa Leran, Gresik, yang meninggal pada tahun 1028 adalah bukti bahwa islam telah lama mulai dianut oleh penduduk jawa. Namun selama lebih dari 7 abad, perkembangan islam di jawa belum mampu menembus dominasi tiga agama yang dianut oleh penguasa dab mayoritas penduduk jawa, yaitu Hindu, Budha dan Animisme. Akan tetapi perang Paregreg tahun 1401-1406 yang merupakan puncak pertikaian penguasa Jawa sejak abad ke-11 dalam perebutan kekuasaan telah membalik keadaan. Memanfaatkan situasi yang kacau balau akibat Perang Paregreg tersebut, tim dakwah yang dikirim oleh Sultan Turki Muhammad I berhasil membuat sejarah baru proses islamisasi di Jawa. Tim dakwah pimpinan Maulana Malik Ibrahim itu tiba pada tahun 1404. Meniru cara dakwah Rasulullah Saw dalam menyebarkan agama islam, Maulana Malik Ibrahim dan kawan-kawan berhasil memikat hati para penguasa dan masyarakat untuk melihat agama Islam, karena mereka bosan dengan pertikaian agama lebih dari 6 abad, mendambakan ketentraman keamanan dan bosan dengan keterpurukan ekonomi sebagai akibat pertikaian politik para penguasa sejak perang paregreg. Akan tetapi proses islamisasi di Jawa mulai membelok ketika islam sudah mulai dominan di Jawa Tengah dan Jawa Timur, dengan masuknya tokoh islam pribumi yang diawali dan dipimpin oleh Sunan Kalijogo. Bentuk islam sinkretis hasil dakwah Sunana Kalijogo berbeda dengan islam murni yang dianut masyarakat pesisir, hasil dakwa para wali Timur Tengah. Di dalam proses islamisasi di daerah pedalaman yang sinkretis itu, muncul pula tokoh kontroversial yang ketenarannya hampir menyamai Sunan Kalijogo, yaitu Syekh Siti Jenar. Ketidak jelasan asal usul tokoh ini, yang semula dampaknya tidak begitu begitu berarti bagi perkembangan islam setelah ditindak tegas oleh penguasa Demak Bintoro, sering kali dimamfaatkan oleh kaum Zindig untuk melemahkan perjuangan islam . Oleh karena itu umat islam indonesia perlu menghadapi propaganda tentang ajaran Syekh Siti Jenar yang dibesar-besarkan itu dengan kritis, arief, dan istiqomah. Munculnya gerakan kembali Syekh Siti Jenar tidak terlepas dari gerapan menentang islam yang lain, yaitu atheisme, pendangkalan akidah dan lain-lain. ISBN: 979-3477-69-5

Rabu, 26 Juni 2013

Sisi lain Syekh Siti Jenar : cikal bakal ajaran Kejawen / Drs. Soesilo.

 
Sisi lain Syekh Siti Jenar : cikal bakal ajaran Kejawen / Drs. Soesilo.

Harga: Rp.45.000 (blum ongkir)
Kondisi: Bagus.
Sisi lain Syekh Siti Jenar : cikal bakal ajaran Kejawen / Drs. Soesilo.
Cet. 1.
tebal: xxvi, 230 p. ; 20 cm.
Published: Malang : Yayasan Yusula, 2007.


Ajaran Siti Jenar memahami Tuhan sebagai ruh yang tertinggi, ruh maulana yang utama, yang mulia yang sakti, yang suci tanpa kekurangan. Itulah Hyang Widhi, ruh maulana yang tinggi dan suci menjelma menjadi diri manusia.
    Hyang Widhi itu di mana-mana, tidak di langit, tidak di bumi, tidak di utara atau selatan. Manusia tidak akan menemukan biarpun keliling dunia. Ruh maulana ada dalam diri manusia karena ruh manusia sebagai penjelmaan ruh maulana, sebagaimana dirinya yang sama-sama menggunakan hidup ini dengan indera, jasad yang akan kembali pada asalnya, busuk, kotor, hancur, tanah. Jika manusia itu mati ruhnya kembali bersatu ke asalnya, yaitu ruh maulana yang bebas dari segala penderitaan. Lebih lanjut Siti Jenar mengungkapkan sifat-sifat hakikat ruh manusia adalah ruh diri manusia yang tidak berubah, tidak berawal, tidak berakhir, tidak bermula, ruh tidak lupa dan tidak tidur, yang tidak terikat dengan rangsangan indera yang meliputi jasad manusia.
    Syeh Siti Jenar mengaku bahwa, “aku adalah Allah, Allah adalah aku”. Lihatlah, Allah ada dalam diriku, aku ada dalam diri Allah.  Pengakuan Siti Jenar bukan bermaksud mengaku-aku dirinya sebagai Tuhan Allah Sang Pencipta ajali abadi, melainkan kesadarannya tetap teguh sebagai makhluk yang diciptakan Tuhan. Siti Jenar merasa bahwa dirinya bersatu dengan “ruh” Tuhan. Memang ada persamaan antara ruh manusia dengan “ruh” Tuhan atau Zat. Keduanya bersatu di dalam diri manusia. Persatuan antara ruh Tuhan dengan ruh manusia terbatas pada persatuan manusia denganNya. Persatuannya merupakan persatuan Zat sifat, ruh bersatu dengan Zat sifat Tuhan dalam gelombang energi dan frekuensi yang sama. Inilah prinsip kemanunggalan dalam ajaran tentang manunggaling kawula Gusti atau jumbuhing kawula Gusti. Bersatunya dua menjadi satu, atau dwi tunggal. Diumpamakan wiji wonten salebeting wit.

Yang indah, berfaedah dan kamal : sejarah sastra Melayu dalam abad 7-19 (Seri INIS, #34) by Vladimir I. Braginsky

TEBAL: 695 HAL
BERAT: 1,62 KG
KONDISI: BAGUS INIS JAKARTA 1998

terjual
HARGA: Rp.250 rb (blum ongkir)
TEBAL: 695 HAL
BERAT: 1,62 KG
KONDISI: BAGUS INIS JAKARTA 1998
Judul, Yang indah, berfaedah dan kamal : sejarah sastra Melayu dalam abad 7-19
(Seri INIS, #34)
by Vladimir I. Braginsky
ISBN/ISSN, 9798116577.

buku penting perihal sejarah sastra melayu karya orang Rusia V.I. Braginsky
Ia mengatakan bahwa drama ini merupakan sebuah cermin didaktis yang utuh meskipun tidak secara langsung memperlihatkan sifat didaktisnya; dalam karya seni seperti inilah yang selalu dipandang sebagai karya yang piawai.

Kabarnya, menurut tradisi Melayu-Islam warna hijau ialah pakaian penduduk surga. Apakah itu bermakna raja perempuan Patani dalam drama empat babak itu siap menyongsong kedatangan maut? ‘’Ambil dan kaurasailah nikmat kekuasaan!’’ Agaknya itulah makna tindakannya dengan menyerahkan selempang kuning kepada Bendahara.

Dalam drama empat babak yang sangat dominan bisunya ini warna hijau dan kuning bermain kilas berkilas, ganti berganti, dengan tertib, dengan liar. Ada pula lambang jambatan baik sebagai penghubung dan juga sebagai jambatan sebagai pemisah. Bila lambang ini menjadi penghubung dan bila pula menjadi pemisah? Raja perempuan yang terus membisu menyerahkan kekuasaan kepada seorang pendurhaka yang dulunya dikenal sebagai politikus tangguh. Bukankah di negeri ini dulu pernah ada sebuah drama tari yang dahsyat berlangsung ketika seorang seniman yang juga anggota keluarga diraja menciptakan sebuah tarian yang mengisahkan tentang burung kesayangannya yang terlepas dari sangkar, terbang menghilang ke dalam rimba. Drama empat babak warna warni di panggung Patani ini dihantar dengan membisu, dengan isyarat dan warna-warna dapat lebih dahsyat efeknya dari serangkaian kata-kata yang dapat menguap segera setelah diucapkan.

Di Patani pada suatu masa dulu, setidak-tidaknya seperti yang telah ditinjau oleh Profesor Braginsky, telah berlangsung drama empat babak tanpa kata-kata, dialognya dibuat dengan gerak dan warna-warna. Dan warna-warni yang terpakai dalam bentangan drama empat babak itu bukanlah warna-warna yang dikenal dalam sufisme seperti yang dinyatakan oleh Raymond LeRoy Archer sebagaimana dijadikan semboyan pemandu pada tulisan ini. Drama empat babak itu menggambarkan tentang perlawanan tanpa kata-kata dengan warna-warna setempat. Maka siapa yang sempat jatuh asyik ketika merenunginya tergolong dalam sekelompok orang yang beruntung, karena dapat menikmati karya seni.

sumber potongan artikel: http://www.riaupos.co/kolom.php?act=full&id=218&kat=5#.UcrWZPnCaSo

Kamis, 13 Juni 2013

Kronika Pasai, Sebuah Tinjauan Sejarah

Cover


NOT ORIGINAL (djilid fotocopian)
HARGA: Rp.50 rb (blum ongkir)

Teuku Ibrahim Alfian, Kronika Pasai – Sebuah Tinjauan Sejarah,
Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 1973
TEBAL: 108 HAL

Menurut sebuah versi, hikayat raja-raja Pasai ditulis dalam bahasa melayu. Namun menurut seorang sejarawan melayu, UU Hamidy. Hikayat Raja-Raja Pasai yang pernah ditulis di Aceh, terdapat seribuan judul -- nyaris semuanya disusun dalam bahasa Aceh. Pertanyaan yang muncul; kenapa ada Hikayat Raja-Raja Pasai tertulis dalam bahasa Melayu? Inilah pertanyaan yang belum mendapat jawaban yang memuaskan sampai hari ini.

Ada yang berpendapat, bahwa masyarakat di Kerajaan Samudra Pasai memang berbahasa Melayu, sehingga Hikayat Raja-Raja Pasai pun ditulis dalam bahasa Melayu. Prof. Dr. Ibrahim Alfian dalam bukunya “Kronika Pasai” di halaman 8 mendukung pendapat ini bahwa rakyat Kesultanan Samudra Pasai memakai bahasa Melayu. Sewaktu Samudra Pasai digabungkan dengan Kerajaan Aceh Darussalam, masuklah bahasa Aceh ke wilayah itu.
Daftar Isi


Ada pula alasan yang lain, bahwa bahasa resmi Kerajaan Samudra-Pasai adalah bahasa Melayu, dengan nama bahasa Melayu Pasai. Saya sendiri lebih memilih alasan ini, bahwa bahasa nasional Kerajaan Samudra-Pasai adalah bahasa Melayu Pasai, sedangkan bahasa sehari-hari masyarakatnya yaitu bahasa Aceh.

Setelah Kesultanan Samudra-Pasai runtuh, bahasa Melayu Pasai diambil alih oleh Kerajaan Malaka. Kemudian, ketika Kerajaan Malaka ditaklukkan Portugis tahun 1511 M, bahasa Melayu Pasai berkembang pula di Kerajaan Aceh Darussalam sekaligus menjadi bahasa nasional kerajaan itu. Kita belum tahu yang mana di antara kedua pendapat itu yang lebih mengandung kebenaran.
Isi dalam buku


Kedua, naskah Hikayat Raja-Raja Pasai dijumpai di Pulau Jawa. Hikayat Raja-raja Pasai yang merupakan bukti satu-satunya tentang kerajaan Samudera Pasai dalam bentuk tulisan dalam bahasa Melayu, naskahnya bukan ditemukan di Aceh melainkan di wilayah Bogor, Jawa Barat. Pemiliknya Kiai Suradimenggala mantan Bupati Demak. Atas inisiatif Thomas Stamford Raffles Wakil Gubernur Jenderal Inggris di Jawa saat itu mengongkoskan orang untuk menyalinnya.

Setelah Raffles meninggal, istrinya menyerahkan naskah itu ke perpustakaan Royal Asiatic Society di London tahun 1830. Tidak lama kemudian, sarjana Perancis E. Delaurier membuat kajian terhadap naskah tersebut, yang seterusnya diterbitkan di Paris tahun 1848.

Buku itulah yang sampai ke Aceh, hingga kita dapat membaca sejarah kerajaan Samudera-Pasai dalam bentuk tulisan, baik Latin maupun dalam huruf Arab Melayu/Jawi atau Jawoe. Sebenarnya, terkait sejarah Samudra Pasai, ada satu naskah lain dalam bahasa Aceh, yaitu Hikayat Raja Bakoy, namun kita tak pernah mendengar lagi mengenai posisi keberadaannya.

Kembali ke pokok bahasan. Kenapa Hikayat Raja-Raja Pasai berada di Jawa dan bukan di Aceh utara sebagai tempat yang jadi materi isi hikayat itu? Prof. Dr. Ibrahim Alfian menyebutkan, Hikayat Raja-Raja Pasai ditulis oleh pujangga kalangan istana Samudra-Pasai sendiri dalam rangka mengangkat citra para sultan di hadapan rakyatnya. Karena itu, dalam hal asal-usul Hikayat Raja-Raja Pasai , ia menyatakan ada kemungkinan Hikayat Raja-Raja Pasai dibawa ke Jawa oleh salah seorang tawanan Pasai yang dibawa ke Jawa oleh pasukan Majapahit(Lihat “Kronika Pasai” hlm. 7).

SUMBER POTONGAN ARTIKEL: http://candleslight-valkyrie.blogspot.com/2011/02/misteri-hikayat-raja-raja-pasai.html

Minggu, 09 Juni 2013

Kerajaan Islam Pertama di Jawa: Tinjauan Sejarah Abad XV dan XVI by H.J. de Graaf, Theodore G. Th Pigeaud


 terjual
Harga: Rp.200 rb (blum ongkir)
 Kondisi: SEGEL Soft COVER
Tebal: 399 hal HVS
Published CET V tahun 2003 by Pustaka Utama Grafiti (first published 1985)

Kerajaan Islam Pertama di Jawa: Tinjauan Sejarah Abad XV dan XVI
by H.J. de Graaf, Theodore G. Th Pigeaud

Awal Penyebaran Agama Islam di Jawa
Pada abad XV, salah seorang yang paling terkenal dan tertua diantara para walidi Jawa ialah Raden Rahmat dari Ngampel Denta. Ia diberi nama sesuai dengan nama kampung di Surabaya. Menurut teks-teks lama, Raden Rahmat itu adalah adik: dan menurut teks-teks tua, yaitu babad, ia adalah kakak.
Berbicara mengenai letak Cempa, tentunya berhubungan dengan asal para penyebar Islam pertama di Jawa Timur termasuk Raden Rahmat. Dr. Rouffaer (“Sumatera”) berdasarkan dugaan telah mengidentifikasikan Cempa atau Campa ini dengan Jeumpa di Aceh, diperbatasan antara Samalangan (Simelungan) dan Pasangan. Apabila Cempa (=jeumpa) ditukar tempatnya dengan Pasai, maka rute perjalanannya lebih masuk akal.
Sehubungan dengan perdagangan pelaut Islam menggantikan kedudukan orang bukan Islam. Pedagang Islam dianggap sebagai pesaing ketika melewati jalan yang menyusuri pantai Sumatera dan Jawa menuju ke kepulauan remph-rempah Maluku. Bandar-bandar di sepanjang pantai utara Jawa pertama-tama merupakan pangkalan. Kemakmuran bandar0bandar itu bergantung pada persediaan beras yang dapat mereka tawarkan.
Perpindahan kekuasaan politik ke tangan orang Islam terjai dengan dua cara:
1. Bangsawan Jawa yang kafir dengan sukarela memeluk agama baru iru.
2. Orang asing yang beragama Islam dari macam-macam bangsa membuat rumah mereka menjadi kubu pertahanan.
Pada permulaan abad VI, sesudah berdirinya kerajaan-kerajaan Islam di pantai utara Pulau Jawa, datanglah maulana-maulana dari tanah seberang. Mereka akan menetap di Jawa sesudah didirikannya kelompok-kelopok Islam. Para guru yang datang tersebut memperkuat kemanan kelompok-kelompok itu.
Dalm legenda-legenda mengenai masjid Demak, Sunan Kalijaga menduduki tempat yang penting. Dialah yang berjasa memebtulkan kiblat masjid. Beliau jugalah yang memperoleh baju wasiat “Antakusuma”, yang jatuh dari langit di masjid itu di tengah para wali yang sedang bermusyawarah. Baju tersebut juga disebut Kiai Gundil (Gundul) merupakan salah satu “pusaka” raja-raja Jawa. Legenda dan cerita-cerita tradisi penting, karena telah mengungkapkan betapa pentingnya Masjid Demak dan dapat dianggap dongeng yang termasuk sastra keagamaan untuk menghormati orang suci.
Kelahiran dan Kejayaan Kerajaan Demak pada Paruh Kedua Abad XV dan pada Paruh Pertama Abad XVI
Zaman dahulu wilayah Demak terletak di tepi selat di antara Pegunungan Muria dan Jawa namun selat itu akhirnya tidak dapat dilayari. Oleh karena itu Demak tidak dapat digunakan sebagai pelabuhan, maka Jepara menjadi pelabuhan Demak. Sedangkan penghubung Demak dengan daerah pedalaman di Jawa Tengah ialah Sungai Serang. Jalan darat juga cukupo baik dilalui pedati melalui batas daerah perairan yang rendah dari sungai Serang dan Lusi mrnuju lembah bengawan.
Munclunya dan bekuasanya Islam mempengaruhi sejarah Jawa pada abad XVII dan abad-abad berikutnya sehingga zaman sebelum Mataram dianggap kurang penting. Namun dengan ditemukannya Suma Oriental, terbukalah kemungkinann menyusun sejarah Demak yang lebih dapat dipercaya. Antara buku Tome Pires ini dengan buku-buku sejarah Jawa Barat terdapat kesesuaian dalam ham pemberitaan bahwa dinasti Demak dimulai dengan tiga orang raja.
Berdasarkan beberapa berita abad XVII dan yang dari Jawa Barat dapat disimpilkan bahwa asal usul dinasti Demak itu dari Cina pada waktu ini dapat dipercaya. Sebagai raja Demak pertama ialah Raden Patah. Pengganti Raden Patah ialah Pangeran Sabrabg Lor. Namun pemberitaan Pires dan naskah-naskah sejarah Jawa barat, tidak banyak yang dapat dinyatakan dengan pasti tentang kehidupan penguasa kedua di Demak itu. Tentu saja penting juga diketahui kapan Demak menjadi menjadi kerajaan yang merdeka. Pemimpin Demak yang ketiga adalah Sultan Trenggana. Dari keterangan-keterangan berbagai cerita rakyat Jawa da berita Pires dapat disimpulkan bahwa raja Demak yang ke tigamemerintah pada sekitar 1504 sampai 1546. Dalam waktu itu wilayah kerajaan diperuas ke barat dan timur, dan Masjid Demak telah dibangun sebhai lambang kekuasaan Islam.
Di Jawa para imam masjid hampir selalu disebut “pengulu”. Imam pertama di Masjid Demak ialah Pangeran, putra Pangeran Rahmat dari Ngampel Denta. Ia dipanggil oleh Pangeran Ratu untuk memangku jabatab itu. Imam yang kedua ialah suami cucu Nyai Gede Pancuran yang bernama Makdum Sampang. Kemudian ia digantikan anaknya yaitu Kiai GedengPambayun ing Langgar. Imam yang keempat ialah sepupu dari pihak ibu pendahulunya, ia anak Nyai Pambarep yang bergelar Pengulu Rahmatullah dari Undung. Sedangkan imam keliam ialah Putra Pengulu Rahmatullah yang bernama Pangeran Kudus atau Pandita Rabani.
Penobatan raja demak dengan gelar sultan diperoleh oleh Sultan Ahmad Abdu’l Arifin yang dianugerahkan oleh syekh Nurullah. Syekh Nurullah yang pernah ke Tanah Suci, Mekah karena terpengaruh internasionalisasi Islam menganjurkan kepada raja Demak untuk bertingkah laku sebagai raja Islam benar-benar.
Legenda Jawa mengenai direbutnya Majapahit oeh orang Islam dapat dibagi menjadi dua kelompok :
1. Cerita yang menunjukkan segala pujian kepada para alim Islam, dan terutama kepada para ulama dari Kudus.
2. Cerita yang menyanjung Raden Patah, Raja Demak, sebagai pahlawan.
Cerita kelompok pertama itulah yang paling lengkap. Cerita itu terdapat dalam naskah-naskah cerita Jawa Timur dan Jawa Tengah. Cerita kelompok kedua, dimuat dalam babad dari Jawa Tengah yang berisi sejarah keluarga Raja Mataram. Ceritanya lebih ringkas daripada yang termasuk kelompok pertama dan bercorak legenda, diwarnai oleh peran alam gaib.
Apabila cerita-cerita Jawa mengenai jatuhnya Majpahit dibandingkan, ada dua hal yakni keimanan kelompok alim ulama Islam, yakni golongan mmenengah, dipimpn oleh para pemuka yang semula merupakan imam-imam di masjid dan cita-cita politis yang mengarah ke perluasan wilayah kekuasaan dan kemerdekaan kerajaan-kerajaan Islam muda di Jawa Tengah.
Ibukota Islam Demak, menjadi titik tolak perjuangan pada dasawarsa-dasawarsa pertama abad XVI, untuk menyebarkan agama Islam ke barat. Tindakan bersenjata yang dilakukan orang Jawa Tengah, untuk memulihkan atau memantapkan kekuasaan Sultan, dapat dianggap salah satu tindakan kekuasaan maharaja Islam itu. Sedangkan meluaskan daerah ke timur Demak seperti pengusaan wilayah Tuban (1527), Wirasara (1528), Gagelang atau Madiun (1529), Medangkungan (1530), Surabaya (1531), Pasuruan (1535), Lamongan, Blitar, dan Wirasaba (1541-1542), Gunung Penanggungan (1543), Mamenang (1544), dan Sengguruh (1545).
Sesudah kehilangan ibukotanya, Brawijaya raja terakhir di Majapahit menyingkir ke timur. Ia dan penduduk Jawa Timur yang kafir melawan ekspansionisme umat Islam Jawa Tengah. Perang terjadi pada 1468 J (1546), perebutan Blambangan berhasil, namun wafatnya Sultan tidak diberitakan.
Sistem kerajaan Demak dan Majapahit hampir sama, di masa Demak juga ada “kunjungan menghadap raja” seperti zaman majapahit. Pengadilan pradata juga ada seperti zaman pra-Islam. Dijawa hukum adat dan hukum peradilan yang bercorak Hindu masih bertahan di samping hukum Islam.
Menurut babad di Jawa Tengah, Sultan Trenggana diganti olrh Susuhunan Prawata. Sama sekali tidak ada berita dalam babad Jawa mengenai pemerintahan Susuhunan Prawata. Susuhunan Prawata di bunuh tahun 1549 oleh Arya Penangsang yang akhirnya tahun itu juga mati. Setalah itu Jaka Tingkir menjadi penguasa Demak dan diakui penguasa Jawa Tengah dan Jawa Timur sebagai maharaja. Berikutnya ia memindahkan pusat kerajaan Demak ke pedelaman, Pajang.

Sejarah Kerajaan Lebih Kecil di Pantai Utara Jawa Tengah pada Abad XVI
Pati dan Juwana
Daerah ini dekat dengan ibukota Pati dan Juwana, terletak dekat muara timur sebelah selat tua, yang sejak dahulu memisahkan Pegunungan Muria di Jawa. Juwana dahulu sudah dianggap sebagai kota pelabuhan agak penting. Sedangkan masa kejayaan Pati berlangsung pada abad XVI. Raja Pati yang pertama adalah Ki Panjawi. Pengganti Ki Panjawi adalah Pragola. Pegganti berikutnya ialah Pragola II.
Kudus
Selain karena kealiman dan semangat menyebarkan agama Islam, keluarga Kudus juga berjasa karena salah satu anggotanya menjadi pemuka yang mengorbankan hidupnya untuk berjihad melawan orang kafir. Perselisihan Sunan Kudus dengan Demak menyebabkan ia memilih keluar dari Demak. Menurut legenda, Mbah Kiai Telingsing yang mula-mula menggarap tempat yang kemudian menjadi kota Kudus.
Jepara/Kalinyamat
Sebagai kota pelabuhan dengan teluk yang aman, Jepara selalu lebih disukai daripada Demak. Kekalahan melaan Malaka (1512-1513) menurunkan citra kekuasaan para penguasa Jepara. Kota Kalinyamat kira-kira 18 km ke pedalaman Jepara, di tepi jalan ke Kudus. Yang mendirikan tempat itu ialah orang Cina. Menurut cerita Jawa , sesudah Ki Kalinyamat meninggal, jandanya bersumpah akan terus telanjang selama pembunuh suaminya, Aria Penangsang masih hidup. Selam pemerintahan ratu Kalinyamat perdagangan Jepara dengan daerah seberang semakin ramai.

Riwayat Kerajaan di Jawa Barat
Cirebon
Menurut Tome Pires, pendukuhan Islam pertama di Cirebon ialah ayah Pate Rodin Sr. Tidak terbukti kalau Cina Islam di Cirebon telah mendirikan pemukiman yang benar-benar baru. Menurut cerita-cerita pribumi, pujian tentang pengislaman daerah ini sepenuhnya ditujukan kepada Sunan Gunung Jati.
Banten
Sebelum zaman Islam, Banten sudah menjadi kota yang agak berarti. Sunan Gunun Jati lah yang menjadi penyebar Islam di Banten. Ketika ia sampai di Banten ia segera berhasil menyingkirkan bupati Sunda dan ia mengambil alih pemerintahan. Penguasa Islam yang kedua di Banten, Hasanudin meneruskan usaha ayahnya meluaskan daerah agama Islam. Ketika raja Banten ketiga Yusuf berkuasa berhasil merebut kota Kerajaan Pakuwan. Raj kelima Banten Muhammad selama masih di bawah umur, kekuasaan pemerintahan dipegang oleh kali bersama empat pembesar lain. Raja ini melarikan diri setelah didesak kekuasaan Mataram.

Sejarah Kerajaan di Daerah Pantai Utara di Timur pada Abad XVI
Jipang-Panolan
Nama Jipang diberikan diantara Gunung Kendeng dan pegunungan pesisir utara, yaitu daerah hulu Sugai Lusi dan Serang. Kerajaan-kerajaan itu berperan penting dalam legenda sejarah Jawa Timur dan Jawa Barat. Aria Penangsang memerintah di Jipang sebagai vasal. Kekalahan Aria Penangsang mebuat keluarganya harus menyingkir ke Surabaya. Pada dasaqarsa terakhir abad XVI daerah Jipang jatuh ke bawah kekuasaan Mataram (1591).
Tuban
Sejak abad XI dalam berita-berita penulis Cina, Tuban disebut sebagai kota pelabuhan. Menurut berbagai dongeng kedudukan Ronggilawe penting di Tuban. Sebagian penduduk Tuban masih kafir. Raja Tuban waktu itu disebut Oete Vira, dia bukan seorang Islam taat walaupun kakeknya Islam. Penguasa Tuban sudah memeluk Islam, tetapi tetap berhubungnan dengan Majapahit kafir. Anggota dinasti Raja Tuban sungguh banyak sumbangannya dalam penyebaran agama Islam di Jawa Timur. Pada abad XVII dan XVIII, meskipun tak berarti lagi di bidang politik dan ekonomi, Tuban tetap masih terkenal sebagai temap tinggal para ulama terkemuka. Akhirnya keluarga raja Tuban yang tua terpaksa tunduk juga pada nafsu serakah Sultan Agung.
Gresik-Giri
Dahulu Gresik merupakan kota pelabuhan yang terkenal karena letaknya yang terlindung selat Madura dan membelakangi tanah subur. Gresik didirikan pada paruh kedua abad XIV di sebidang tanah pantai yang terlantar. Pada 1387 Gresik sudah dikenal sebagai wilayah Majapahit. Gresik dianggap sebagai kota perdagangan laut yang paling yang paling penting di selurih Jawa. Waktu itu di Gresik ada dua penguasa yang saling memerangi. Daerah mereka di kota di pisahkan oleh sungai kecil yang dangkal. Pada perempat terakhir abad XV, kehidupan Prabu Satmat dari Giri, dan ibu angkatnya yang sudah beragama Islam, Nyai Gede Pinatih dari Gresik menguatkan pendapat bahwa Gresik dan Surabaya tempat terbentuknya umat Islam. Pada zaman Tome Pires , para penguasa duniawi di Gresik dan para ulama di Giri hidup berdampingan. Pada abad XVI kekuasaan pemerintahan di kota jatuh ke tangan para ulama, tetapi sekali-sekali keturunan Raja Surabaya juga berkuasa disana. Beberapa cerita Jawa Timur menceritakan tentang adanya hubungan antara Giri dengan Sengguruh, daerah Malang.Penguasa di Gribik (Ngibik) di daerah Sengguruh beralih ke Islam. Pada 1535, penguasa Sengguruh menduduki pusat Islam, Giri.
Surabaya
Nama kota Surabaya disebut dalam naskah-naskah Jawa dari abad XIV. Permulaan abad XVI Surabaya sebagai kota pelabuhan dan kota dagang tidak sepenting Gresik. Perkiraan bahwa raja Surabaya yang sudah dikenal pada tahun 1515, boleh dipandang sama dengan penguasa di Terung. Pada paruh pertama abad XVI para penguasa Islam kota-kota Tuban dan Surabaya sebagai vasal yang bersahabat dengan Majapahit seharusnya memperlihatkan sikap yang hampir sama. Pada tahun 1625 Surabaya menyerah kalah kepada Mataram. Setelah mereka mengalami serangan pada tahun-tahun sebelumnya.
Sejarah Madura pada Abad XVI
Madura Barat
Madura Barat, yang berhadapan dengan Surabaya dan Gresik, dapat dapat lebih banyak mengambil keuntngan dari perkembangan ekonomi, kebudayaan, dan po.litik Jawa Timur dan kerajaan-kerajaan pesisir. Madura memberi sumbangan dalam ekonomi nusantara terutama tenaga kerja, kepada Jawa Timur. Pada permulaan daswarsa abad XVI raja Madura belum memeluk Islam. Keluarga raja Madura Barat sebagiab besar karena terdorong pertimbangan politik akhirnya memutuskan memutuskan mengakui penguasa Islam di Demak sebagai maharaja.
Madura Timur, Sumenep, dan Pamekasan
Sejak abad XIV terjalin hubungan antara Madura Timur dan daerah-daerah di daratan seberangnya. Kerajaan-kerajaan Madura menurut berita tidak berarti sama sekali bagi perdagangan internasional.

Sejarah Ujung Timur Jawa pada Abad XVI
Pasuruan
Sebelum zaman islam, konon Pasuruan atau Gembong merupakan daerah yang paling lama dikuasai oleh raja-raja Jawa Timur di Singasari (Tumapel). Pada dasawarsa pertama abad XVI yang menjadi raja di Gamda adalah putera Guste Oate, mahapatih kerajaan besar kafir. Ia bernama Pate Sapetat dan ia menjadi menantu Pete Pimtor, raja kafir yang berkuasa di Blambagan, juga menantu Raja Madura. Raja dan penguasa kafir Jawa di pedalaman Jawa Timur dan diujung timur jawa itu hingga dasawarsa-dasawarsa pertama abad XVI memiliki semangat cukup besar. Mereka bertahan terhadap pasukan Islam yang mendesak masuk dari pantai utara dan Jawa Tengah. Ada petunjuk samar-samar bahwa pada perempat terakhir abad XVI Raja Pasuruan berhasil melebarkan sayapnya ke pedalaman Jawa Timur hingga Kediri. Namun pada 1616 atau 1617 pasuruan diduduki Matram yang gagah berani.
Probolinggo dan Panarukan
Kerajaan Probolinggo sebagai salah satu dari kelompok tiga kerajaan (disamping Nilambara dan Asmalila) dalam naskah Jawa-Bali yang bernama Adi Purana. Raja islam di Pasuruan yang ada pada akhir XVI berhasil mencaplok Panarukan dan Blambangan, namun kemudian mendapat pukulan telak dari Sultan Agung. Pada 1616 dan 1617 Pasuruan diduduki oleh orang Mataram.
Blambangan
Blambangan sebagai kerajaan yang berada jauh di timur, mempunyai kedudukan penting dalam cerita tutur Jawa. Kerajaan Blambangan mengalami masa-masa perkembangan kekuasaan yang mencolok. Sampai awal abad XVII “kekafiran” ujung timur Jawa, dengan bantuan dan mungkin karena pengarug raja-raja Bali, masih mampu bertahan terhadap desakan para penakluk Jawa-Islam yang datang dari barat.Penaklukan Blambangan oleh gerombolan Mataram dilaksanakan pada 1639.

Sejarah Kerajaan Palembang pada Abad XVI
Sejarah kuno Palembang dan Sumatera pada umumnya, yakni masa sebelum raja-raja Jawa Timur menguasai - pertama kali pada abad XII – daerah-daerah yang semula merup0akan daerah Melayu, masih kabur. Tome Pires mendengar bahwa raja-raja kafir di Palembang pada zaman dulu mengakui raja cafre di Jawa sebagai atasannya. Raja Palembang berpendapat bahwa persekuruan dengan raja Jawa Tengah yang berkuasa itu sajalah yang dapat memberikan perlindungan terhadap serangan Banten.

Sejarah Kerajaan JawaTengah Pedalaman
Pengging dan Pajang
Pajang ialah salah satu “tanah mahkota” kerajaan Majapahit pads aabad XIV, dan Raja Hayam Wuruk paling sedikit melakukan perjalanan tahunann ke daerah Pajang. Pada 1618 raja terakhir dari Pajang menderita kekalahan dalam pertempuran melawan mataram. Ia pun melarikan diri ke Giri dan Surabaya.

Sejarah Kerajaan Mataram pada Abad XVI
Mataram di perkirakan berada di sekitar Sungai Opak. Ketika keluarga raja Mataram dalam masa keemasan pada abad XVII dan XVIII, para pujangga berlomba-lomba mengetengahkan betapa tinggi kebangsawanan dan batapa tua asal usul moyang raja. Penggambaran yang sedikit di dalam cerita tutur Jawa mengenai kegiatan budaya di Kerajaan Mataram abad XVI menunjukkan bahwa kegiatan tersebut merupakan pengaruh dari pesisir utara dan Jawa Timur.

Sebab-sebab Kekalahan Kerajaan Jawa Timur dan Pesisir dalam Perang Melawan Mataram pada Abad XVI dan XVII
Pelayaran dagang Portugis yang menyusup masuk ke wilayah Asia Tenggara sejak permulaan abad XVI, telah merugikan kemakmuran kota-kota pelabuhan di pantai utara Jawa. Dan pada paruh kedua abad XVI kerajaan sepanjang pantai utara, yang kemakmurannya tergantung pada perdagangan laut, menanggung kerugian berat karena kericuhan politik di dalam negeri dan serangan berkali-kali dari orang Jawa pedalaman. Pengaruh pendatang baru dari seberang laut terhadap susunan penduduk di Jawa pertama-tama terasa di daerah pantai. Sudah dari zaman dahulu ada perbedaan sifat antara “orang Jawa pesisir” dan “orang Jawa pedalaman”.
Posted 22nd November 2012 by VJ Library Indonesia

Related Post

ShareThis