.

.

Sabtu, 29 Desember 2012

Penembak Misterius


TERJUAL
Harga: Rp.40.000 (blum ongkir)
kondisi: bagus
berat: 0,21 kg
tebal: 214 hal
Penulis SGA (Seno Gumira Ajidarma)

Penulis SGA (Seno Gumira Ajidarma)
Membaca 'Penembak Misterius', mungkin anda akan merasa takut, jijik, tercekam, meledek, meludah, dan mencaci maki. Tapi di saat yang bersamaan, seluruh peristiwa yang tergambar dalam kisah-kisah di buku ini terasa familiar dengan keadaan kita. Keadaan negara kita. Atau suatu masa di negara kita. Itulah kekuatan cerita, ketika peristiwa dinyatakan dalam satuan waktu hingga tinggal menjadi sejarah atau kenangan tak berarti, cerita adalah cerita; ia tak lekang oleh waktu. Ia tak benar, tapi tak juga salah. Kalau saya bilang setting 'Penembak Misterius' adalah negara kita di masa orde baru, mungkin saya salah. Tapi pada satu titik pertemuan waktu, negara kita pernah menjadi suatu negeri yang amat mengerikan bagi rakyatnya, atau: bagi mereka yang menentang pemerintahnya. Ketika itu, perasaan takut, jijik, tercekam, meledek, meludah, dan mencaci maki mungkin terasa lebih riil karena itulah realita. Dan di situ pula kekuatan sastra: seharusnya kita tak boleh menghakimi penulisnya karena membuat cerita yang mirip dengan realita. Mungkin ia hanya menyortir sebagian realita dan mewujudkannya dalam dunia imajinasinya; dunia yang mirip dengan kenyataan. Sah-sah saja, bukan?

Setidaknya hal itu yang saya tangkap ketika membaca 'Penembak Misterius'. Dunia paralel yang digambarkan Seno Gumira Ajidarma begitu mirip dengan dunia kita; dengan rakyat miskin yang kelaparan, dengan ketidakadilan, dengan becak-becak yang digusur (“Becak Terakhir di Dunia (atawa Rambo)”), dengan istri-istri yang menanti suaminya membanting tulang di kota besar (“Tragedi Asih Istrinya Sukab”), dengan budaya tak tahu antre (“Loket”), dengan budaya pamer kekayaan dan bermegah-megahan dengan harta tak seberapa - atau bahkan malah tak berpunya (“Helikopter”). Semua disajikan secara satir; komedi dan tragedi saling selit-belit hingga saya mau tak mau harus meringis kala membacanya - tersenyum pahit. Karena sekali lagi, semuanya begitu familiar di mata dan telinga. Entah, mungkin saya pernah membacanya di koran atau mendengar di berita. Buku ini diterbitkan tahun 1993, berarti dunia belum berubah banyak sejak saat itu.

Terkadang Seno juga mengajak kita tertawa pada kebodohan manusia, kebodohan kita sendiri, yang sering larut dalam pembodohan padahal tahu sedang dibodohi (“Srengenge”). Mungkin juga Seno hanya sedang menulis ulang sejarah. Mungkin di dunianya, inilah yang terjadi pada manusia-manusianya. Yang miskin tetap miskin, yang kaya membodohi yang miskin.

Satu kisah yang ringan dan paling saya suka adalah yang berjudul "Melati dalam Pot” yang bercerita tentang kenangan dalam objek bunga melati. Sadar atau tidak, dalam hidup ini kita akan meninggalkan jejak. Apakah kita ingin seharum bunga melati, atau sebusuk mayat yang jadi zombie (“Grhhh!”,), tergantung bagaimana kita melangkah dalam hidup dan meninggalkan jejak. Bersama Seno Gumira Ajidarma, sejarah, fenomena, pembenaran dan realita semua ditayangkan ulang ke dalam ingatan kita, agar kita dapat tertawa bersama, tertampar bersama dan menangis bersama; dalam kisah-kisah yang tak akan lekang oleh waktu dan lebih mudah diingat daripada pelajaran sejarah di sekolah.

Linguae, SGA


 
Harga: Rp.45.000 (blum ongkir)
Kondisi: bagus . cet 1 maret 2007
Tebal: 130 hal

Linguae artinya lidah. Cerpen `Linguae` dalam kumcer berjudul sama karya Seno Gumira Ajidarma ini bercerita tentang makna lidah bagi manusia. Bagaimana nasib para pecinta jika organ tubuh yang satu ini hilang? Begitu banyak peran lidah yang tak dapat digantikan oleh organ lain seperti dengkul, misalnya. Cerpen ini berkisah, dalam sebuah percintaan, lidah memang menyatakan segalanya dengan lebih nyata daripada kata-kata dalam tatabahasa sempurna mana pun di dunia. Tiga belas cerpen lainnya mengungkapkan beraneka kisah. `Cintaku Jauh di Komodo` bercerita tentang cinta yang tak pernah hilang di antara dua manusia yang terus bereinkarnasi sepanjang masa. Bahkan, sampai salah satu dari mereka berubah wujud menjadi komodo! `Rembulan dalam Cappucino` mengisahkan seorang perempuan yang baru cerai dengan suaminya memesan capucinno dengan rembulan terapung di dalam cangkirnya. Silakan menerjemahkan dengan bebas metafora rembulan yang diungkap SGA dalam cerpen ini. Sementara, cerpen `Joko Swiwi` adalah cerpen yang sangat imanjinatif dalam buku ini. Dikisahkan, seorang anak lahir dengan sayap di tubuhnya. Ia menjadi pahlawan di kampungnya, namun pada akhirnya mesti terusir dari sana karena suatu pengkhianatan. Cerpen-cerpen lainnya ditulis dengan gaya bercerita SGA yang khas, unik, dan penuh imajinasi yang tak terduga.

Penembak Misterius


TERJUAL
Harga: Rp.40.000 (blum ongkir)
kondisi: LUMAYAN GRAFITI 1993
berat: 0,13 kg
tebal: 176 hal
Penulis SGA (Seno Gumira Ajidarma)

Penulis SGA (Seno Gumira Ajidarma)
Membaca 'Penembak Misterius', mungkin anda akan merasa takut, jijik, tercekam, meledek, meludah, dan mencaci maki. Tapi di saat yang bersamaan, seluruh peristiwa yang tergambar dalam kisah-kisah di buku ini terasa familiar dengan keadaan kita. Keadaan negara kita. Atau suatu masa di negara kita. Itulah kekuatan cerita, ketika peristiwa dinyatakan dalam satuan waktu hingga tinggal menjadi sejarah atau kenangan tak berarti, cerita adalah cerita; ia tak lekang oleh waktu. Ia tak benar, tapi tak juga salah. Kalau saya bilang setting 'Penembak Misterius' adalah negara kita di masa orde baru, mungkin saya salah. Tapi pada satu titik pertemuan waktu, negara kita pernah menjadi suatu negeri yang amat mengerikan bagi rakyatnya, atau: bagi mereka yang menentang pemerintahnya. Ketika itu, perasaan takut, jijik, tercekam, meledek, meludah, dan mencaci maki mungkin terasa lebih riil karena itulah realita. Dan di situ pula kekuatan sastra: seharusnya kita tak boleh menghakimi penulisnya karena membuat cerita yang mirip dengan realita. Mungkin ia hanya menyortir sebagian realita dan mewujudkannya dalam dunia imajinasinya; dunia yang mirip dengan kenyataan. Sah-sah saja, bukan?

Setidaknya hal itu yang saya tangkap ketika membaca 'Penembak Misterius'. Dunia paralel yang digambarkan Seno Gumira Ajidarma begitu mirip dengan dunia kita; dengan rakyat miskin yang kelaparan, dengan ketidakadilan, dengan becak-becak yang digusur (“Becak Terakhir di Dunia (atawa Rambo)”), dengan istri-istri yang menanti suaminya membanting tulang di kota besar (“Tragedi Asih Istrinya Sukab”), dengan budaya tak tahu antre (“Loket”), dengan budaya pamer kekayaan dan bermegah-megahan dengan harta tak seberapa - atau bahkan malah tak berpunya (“Helikopter”). Semua disajikan secara satir; komedi dan tragedi saling selit-belit hingga saya mau tak mau harus meringis kala membacanya - tersenyum pahit. Karena sekali lagi, semuanya begitu familiar di mata dan telinga. Entah, mungkin saya pernah membacanya di koran atau mendengar di berita. Buku ini diterbitkan tahun 1993, berarti dunia belum berubah banyak sejak saat itu.

Terkadang Seno juga mengajak kita tertawa pada kebodohan manusia, kebodohan kita sendiri, yang sering larut dalam pembodohan padahal tahu sedang dibodohi (“Srengenge”). Mungkin juga Seno hanya sedang menulis ulang sejarah. Mungkin di dunianya, inilah yang terjadi pada manusia-manusianya. Yang miskin tetap miskin, yang kaya membodohi yang miskin.

Satu kisah yang ringan dan paling saya suka adalah yang berjudul "Melati dalam Pot” yang bercerita tentang kenangan dalam objek bunga melati. Sadar atau tidak, dalam hidup ini kita akan meninggalkan jejak. Apakah kita ingin seharum bunga melati, atau sebusuk mayat yang jadi zombie (“Grhhh!”,), tergantung bagaimana kita melangkah dalam hidup dan meninggalkan jejak. Bersama Seno Gumira Ajidarma, sejarah, fenomena, pembenaran dan realita semua ditayangkan ulang ke dalam ingatan kita, agar kita dapat tertawa bersama, tertampar bersama dan menangis bersama; dalam kisah-kisah yang tak akan lekang oleh waktu dan lebih mudah diingat daripada pelajaran sejarah di sekolah.

Sastra dan Politik (Membaca Karya-karya Seno Gumira Ajidarma)


 
Harga: Rp.40rb (BLUM ONGKIR)
Judul buku : Sastra dan Politik
(Membaca Karya-karya Seno Gumira Ajidarma)
Penulis : Andy Fuller
Penerjemah : Anton Kurnia
Penerbit : Insist Press
Cetakan 1 : Desember 2011
Tebal buku : 128 halaman
KRITIK terhadap penguasa bisa disampaikan melalui apa saja. Bagi seniman tentu melalui karya-karyanya. Salah satunya Seno Gumira Ajidarma. Sebagai cerpenis, novelis sekaligus jurnalis, Seno menyampaikan kritik tajamnya kepada penguasa melalui tulisan-tulisannya. Balutan kalimat Seno dengan bahasa yang lugas selalu bisa diikuti pembaca dengan enak, meski ujung-ujungnya mengajak pembaca ke sebuah kisah suram. Meninggalnya seseorang dengan tidak wajar, kondisi sosial yang mengenaskan serta pelanggaran HAM yang dilakukan oleh negara.
Cerpen-cerpen yang dihasilkan Seno mengukuhkan dia sebagai oposan bagi penguasa Orde Baru. Ia mulai mengkritisi Orba sejak 1980-an. Cerpen-cerpen Seno memang menyuarakan perlawanan, dan menentang budaya Orba. Jauh sebelum kejatuhan rezim Soeharto, Seno menuliskan hal-hal yang tabu untuk ditulis pada masa itu, seperti tema-tema yang mengangkat persoalan ras, suku, korupsi, ketamakan manusia, kebohongan, penindasan manusia atas lainnya, serta perbedaan kelas.
Meskipun karya-karya sastra yang mengkritisi arogansi dan dominasi penguasa sebenarnya tidak hanya ditulis Seno. Sejumlah sastrawan juga melakukan hal serupa. Kita bisa menyebut nama-nama seperti Pramoedya Ananta Toer, penyair Wiji Thukul, Emha Ainun Nadjib, Y.B Mangunwijaya, Putu Wijaya. Mereka punya cara masing-masing untuk menyampaikan kritiknya. Dan karya-karya Seno menduduki salah satu titik penting dalam khasanah sastra yang menggugat politik kekuasaan.
Cerpen Telepon dari Aceh, Saksi Mata, Jakarta 2039, Seorang Wanita di Halte Bis, juga Sarman hanyalah sedikit dari banyaknya karya-karya Seno yang bersikap kritis terhadap realitas Orde Baru yang begitu mendominasi dan mengakar sekaligus menebar ketakutan. Ia mengajak pembaca untuk menyaksikan peristiwa itu sambil mendorongnya untuk melakukan refleksi terhadap itu. Peristiwa-peristiwa dalam cerpennya mampu membuka hati dan pikiran pembaca untuk menyadari bahwa di luar sana, tak jauh dari tempat pembaca terjadi peristiwa memilukan.
Karya-karya Seno yang berani dan rasa simpatinya kepada orang-orang yang menderita, lalu dikemas dengan gaya posmodern ini seringkali membuat pembaca mendapatkan akhir cerita yang tak terduga. Selalu ada yang membekas disetiap karya Seno. Hingga tak berlebihan jika Andy Fuller, peneliti sastra Indonesia, tertarik dengan karya-karya Seno dan menggunakannya sebagai obyek penulisan tesis S2 di The University of Melbourne (2004). Tesis itulah yang kemudian diterbitkan menjadi buku ini.
Perkenalan Fuller dengan karya-karya Seno tak sengaja. Ketika sedang berburu buku di Yogyakarta, pandangannya tertuju pada buku berjudul Jazz, Parfum dan Insiden. Semula ia belum tertarik dengan tema insiden atau pembantaian yang diangkat Seno. Tetapi Jazz, Parfum dan Insiden yang menghadirkan perenungan impresionistis tentang Jazz dan parfum, menjadi magnet bagi Fuller untuk terus membaca karya-karya Seno selanjutnya.
Ketertarikan Fuller adalah pada tema yang diangkat dalam karya Seno. Menurut Fuller, Seno melibatkan karya dan dirinya pada masalah-masalah Indonesia di masa Orde Baru kemudian berperan membangun wacana politik di masa itu. Seno melalui karyanya telah berusaha membangkitkan dialog yang kritis, membangun kesadaran diri, untuk kemudian menyelesaikan krisis politik dan krisis budaya.
Karya Seno yang banyak mendapat sorotan dan perhatian para akademisi adalah Saksi Mata dan Jazz. Karya ini menuturkan penindasan Orde Baru terhadap rakyat Timor Timur. Bagi Fuller, meski tokoh-tokoh cerpen Seno itu absurd, tetapi sejatinya nyata. Ini karena karya-karya Seno selalu mengambil dari peristiwa nyata.
Kelebihan Seno adalah pada cara dia bercerita. Biarpun memuati kritisme, cerpen-cerpennya tetap tersaji ringan. Ini menunjukkan betapa Seno seorang pendongeng yang mahir dalam tehnik dan punya banyak cara untuk bercerita.
Karya-karya Seno yang selalu mengkritik penguasa bisa jadi dipengaruhi oleh kegiatan yang ia akrabi. Seno disamping cerpenis, adalah seorang jurnalis. Karyanya pun tak sebatas cerpen saja, tetapi juga laporan jurnalistik, puisi, kritik film, juga novel. Karyanya tersebar di berbagai media dan mendapat sambutan baik di tanah air.
Namun Seno tak hanya menulis karya-karya yang melulu menghantam penguasa orde baru. Ada sejumlah cerpen yang bersifat surealis romantis, seperti cerpen Sepotong Senja untuk Pacarku. Dan tak jarang Seno menyajikan karyanya dengan gaya metropolitan bahkan seperti “keluar” dari sastra. Agaknya Seno tak terlampau memikirkan apakah karyanya bisa disebut karya sastra atau bukan.
Menurut Fuller, watak dari karya Seno adalah posmodern. Buku ini juga hendak menyampaikan bagaimana gaya posmodern mampu berkelindan dengan karya sastra. Buku ini kemudian memberi identifikasi teknik-teknik estetika posmodern. Teknik-teknik tersebut, menurut Faruk dalam pengantar buku itu, digunakan untuk menyampaikan pendapat dan sikap terhadap penguasa Orde Baru yang represif.
Michael Bodden juga mengukuhkan Seno sebagai salah satu cerpenis bergaya posmodern. Menurut Bodden, tampilnya karya posmodernisme di Indonesia merupakan usaha untuk menciptakan tulisan baru, sekaligus merupakan metode perlawanan terhadap menyebarnya manifestasi sosial dan budaya dari rezim otoriter Presiden Soeharto (Halaman 61). Michael Bodden juga akademisi yang melakukan penelitian terhadap karya-karya Seno.
Buku ini terdiri dari lima bagian. Bagian pertama menyajikan seluk beluk posmodernisme. Bagian kedua mengetengahkan tentang politik kebudayaan Orde Baru, lalu bagian ketiga adalah tinjauan Karya sastra Seno. Kemudian bagian empat menyajikan pembahasan tentang metafiksi dan budaya populer. Sejumlah kesimpulan, yang termaktup di bagian kelima, menutup buku ini. ***
* Dimuat di harian Detik, Minggu 18 Maret 2012

SURAT DARI PALMERAH



 TERJUAL
Harga: Rp.80.000 (blum ongkir)
Kondisi: Bagus Cet. 1 APRIL 2002
Tebal: 287 hal

Kompilasi tajuk rencana majalah Jakarta-Jakarta yg diltulis oleh Seno Gumira Ajidarma menjelang & sesudah runtuhnya Orde Baru. Masuk dalam kompilasi ini beberapa tajuk yg dilarang dipublikasikan.

Related Post

ShareThis