.

.

Sabtu, 29 Juni 2013

PUNCAK KEKUASAAN MATARAM: Politik Ekspansi Sultan Agung Penulis: H.J. De Graaf

cover depan lumayan bagus. isi dalam buku ada bekas tandatangan pemilik pertama, alias seken
Harga : Rp.150.000 (belum termasuk ongkir)
PUNCAK KEKUASAAN MATARAM. Judul: Puncak Kekuasaan Mataram: Politik Ekspansi Sultan Agung Penulis: H.J. De Graaf
Bahasa: Indonesia
Kulit Muka: Soft Cover
Tebal: xv + 380 Halaman
Dimensi: 14,5 x 21 Cm
Penerbit: Pustaka Utama Grafiti & KITLV, Jakarta
Tahun: Cetakan Ketiga (Edisi Revisi), 2002

Hermanus Johannes de Greaf semakin giat mengeluti Jawa sewaktu menjadi guru sejarah di Surakarta. Disini ia banyak menulis dalam majalah Djawa, terbitan Java_Instituut, dan tulisan-tulisan inilah kelak yang dikembangkan menjadi serangkaian buku tentang raja-raja mataram. Sempat menjadi dosen sejarah di Universitas Indonesia dan Universitas Leiden, De Graaf tetap produktif sampai di hari tuannya. Bukunya yang terakhir, yang ditulis bersama Pigeaud, Chinese Muslims In Java in The 15th and 16th Ceuntries. terbitan setelah ia meninggal pada 24 Agustus 1984.

MAX HAVELAAR, MULTATULI. Terjemahan H.B. JASSIN

ADA PAKU YG MENANCAP 2, berfungsi seperti steples agar halaman tidak protol
TERJUAL BY JATENG
Harga: Rp.150.000 (blum ongkir)
Kondisi: Lumayan eks perpust, ADA PAKU YG MENANCAP 2 DAN HAL JUDUL YG ROMAWI i-ii (mencangkup hal judul dan foto pengarang, hilang sepertinya). langsung masuk ke hal romawi iii yaitu hal judul
Tebal: 359 halaman
Penerbit: Djambatan cetakan keenaam 1985

Berat: 0,32 Kg

Max Havelaar adalah sebuah novel karya Multatuli (nama pena yang digunakan penulis Belanda Eduard Douwes Dekker). Novel ini pertama kali terbit pada tahun 1860, yang diakui sebagai karya sastra Belanda yang sangat penting karena memelopori gaya tulisan baru.

Peran dalam literatur

Di Indonesia, karya ini sangat dihargai karena untuk pertama kalinya inilah karya yang dengan jelas dan lantang membeberkan nasib buruk rakyat yang dijajah. Max Havelaar bercerita tentang sistem tanam paksa yang menindas kaum bumiputra di daerah Lebak, Banten. Max Havelaar adalah karya besar yang diakui sebagai bagian dari karya sastra dunia. Di salah satu bagiannya memuat drama tentang Saijah dan Adinda yang sangat menyentuh hati pembaca, sehingga sering kali dikutip dan menjadi topik untuk dipentaskan di panggung.

Hermann Hesse dalam bukunya berjudul: Die Welt Bibliothek (Perpustakaan Dunia) memasukkan Max Havelaar dalam deret buku bacaan yang sangat dikaguminya. Bahkan Max Havelaar sekarang menjadi bacaan wajib di sekolah-sekolah di Belanda.
Terjemahan bahasa Indonesia

HB Jassin menerjemahkan Max Havelaar dari bahasa Belanda aslinya ke dalam bahasa Indonesia pada tahun 1972. Tahun 1973 buku tersebut dicetak ulang.

Pada tahun 1973 Jassin mendapat penghargaan dari Yayasan Prins Bernhard. Dia diundang untuk tinggal di Belanda selama satu tahun.
Adaptasi layar lebar

Novel ini diadaptasi menjadi sebuah film layar lebar pada tahun 1976 oleh Fons Rademakers sebagai bagian dari kemitraan antara Belanda-Indonesia. Namun filmMax Havelaar tersebut tidak diperbolehkan untuk ditayangkan di Indonesia sampai tahun 1987.

Novel ini terbit dalam bahasa Belanda dengan judul asli "Max Havelaar, of de koffij-veilingen der Nederlandsche Handel-Maatschappij" (bahasa Indonesia: "Max Havelaar, atau Lelang Kopi Perusahaan Dagang Belanda")

Roman ini hanya ditulis oleh Multatuli dalam tempo sebulan pada tahun 1859 di sebuah losmen di Belgia. Setahun kemudian, tepatnya pada tahun 1860 roman itu terbit untuk pertama kalinya

cover belakang buku

adjib rosidi membitjarakan TJERITA PENDEK INDONESIA

Utuy T. Sontani, orang-orang sial
kumpulan cerpen subuh Pramoedya Ananta Toer diuraikan oleh adjip rosodi
COVER buluk
adjib rosidi membitjarakan
TJERITA PENDEK INDONESIA

terjual
Harga : Rp.200.000 (belum termasuk ongkir)
Kondisi: LUMAYAN BAGUS
dJAMBATAN dJAKARTA 1959
TEBAL: 176 HAL

Dalam buku Tjerita Pendek Indonesia (1959) Ajip Rosyidi juga menyebut Muhammad Kasim dan Soesman Hs sebagai tokoh penting dalam sejarah cerpen Indonesia, perintis cerpen Indonesia. Pernyataan Ajip telah dibuktikannya dengan penelusuran jejak M. Kasim pada majalah Pandji Poestaka yang terbit tahun 1923. Kumpulan cerita lucu M. Kasim banyak dimuat di majalah tersebut.
Di akhir abad ke-19 sampai zaman pendudukan Jepang publikasi cerpen masih muncul hanya melalui penerbitan media massa, hampir-hampir tidak ada yang dipublikasikan langsung dalam bentuk buku. Masa itu cerpen tidak dapat dipisahkan dari majalah atau surat kabar. Dari sanalah, cerpen Indonesia lahir, berkembang dan memperoleh bentuk yang lebih jelas pada tahun 1930-an. Pada zaman Jepang, pemerintah pendudukan Jepang banyak menyelenggarakan lomba penulisan cerpen. Cerpen menjadi makin populer. Cerpenis-cerpenis yang pernah memenangi lomba penulisan cerpen waktu itu ialah, A.S. Hadisiswoyo, Muhammad Dimyati, Rosihan Anwar. Nama-nama lain yang banyak muncul di media massa dengan karyanya di antaranya, Sanusi Pane, Armijn Pane, dan D. Djokokoesoemo.
Keberadaan cerpen Indonesia semakin mapan di era tahun 1950-an. Pengaruh asing yang semakin deras, timbulnya semangat kedaerahan, dominasi pengarang Sumatra yang semakin pudar, dan terbitnya berbagai media massa, termasuk majalah Prosa dan Tjerita Pendek yang dikelola Ajip Rosidi, memberi kesempatan munculnya cerpenis dari pelosok tanah air.
Keberanian para cerpenis dalam melakukan berbagai eksperimen, didorong dengan dibukanya kebebasan untuk berekspresi. Tradisi penulisan cerpen mencapai masa suburnya pada sekitar dekade 50-an. Dekade 50-an disebut zaman emas produksi cerita pendek dalam sejarah sastra Indonesia, karena pada masa itulah muncul pengarang dengan karya yang fenomenal seperti Riyono Pratikto, Subagyo Sastrowardoyo, Sukanto SA, Nh Dini, Bokor Hutasuhut, Mahbud Djunaedi, AA Navis, dan sederet nama lainnya. (Jacob Soemardjo dalam esai Mencari Tradisi Cerpen Indonesia, 1975).
Tema cerpen dekade 50-an lebih banyak condong pada agama yang tiba-tiba menjadi alat permainan. Penjelajahan pada agitasi dan kegelisahan psikologis digunakan sebagai sarana menyampaikan eksperimen. Perasaan si tokoh menjadi liar, aneh, dan tak terduga.
isi djudul buku
cerpenis2 indonesia yg diuraikan oleh adjip rosidi

AJAHKU

COVER BULUK
halaman djudul
ilustrasi wajah ajah HAMKA
 terjual
Harga : Rp.250.000 (belum termasuk ongkir)
Judul : AJAHKU
Penulis : HAMKA
Tjetakan kedua
Penerbit: “WIDJAYA” – DJAKARTA 1958
280 hlm
Soft Cover
kondisi: Buku Bekas Orang, buluk sesuai terlihat di foto

Isi dalam buku

Deskripsi :
Buku "Ajahku-Baca = Ayahku" ini adalah sebuah Buku biografi ditulis Hamka untuk Ayahandanya sendiri, Yaitu Dr. H. Abd. Karim Amrullah, Seorang Tokoh Ulama Sumatera Barat yang cukup dikenal pada masanya. Seperti apa yang diucapkan Hamka dalam kata pengantar buku ini, bahwa menulis sosok ayahnya, sama artinya dengan menulis perkembangan Islam Di Minangkabau.

ISI BUKU

Pendahuluan
Agama Islam di Minangkabau
Ajahku
Negeri Sungai Batang
Memulai perdjuangan
Semangat baru dalam Islam
Zaman pergerakan
Melawat ke Mesir
Perdjuangan baru
Perhubungannja dengan Muhammadijah
Tjermin terus dan pelita
Sebab-sebab diasingkan
Ditanah pembuangan
Sekeliling pribadinja
Tjita-tjitanja
Orang-orang sekelilingnja
Harinja jang achir
Letak ajahku dalam sedjarah pembangunan Islam di Indonesia
Hanja Allah.
sedjarah ringkas dan daftar isi

dafta isi dalam buku

Kamis, 27 Juni 2013

Misteri Syekh Siti Jenar. Peran Wali Songo dalam Mengislamkan Tanah Jawa

Kondisi: Lumayan bagus, cuma ada yg hilang 1 lembar pada hal judul

Harga: Rp.175 rb (blum ongkir)
Kondisi: Lumayan bagus, hilang 1 lembar pada hal judul
Tebal: 550 hal
Misteri Syekh Siti Jenar.
Penerbit, : Pustaka Pelajar.
Penulis, : Hasanu Simon, Prof. DR.
Tahun Terbit, : Cet 1: September 2004, Cet 4: Januari 2007.

Islam telah masuk ke jawa pada abad ke-8. Raja SCHIMA dari kalingga yang berkuasa pada abad ke-9 dan makam FATIMAH Binti MUIN Bin HIBATULLAH di desa Leran, Gresik, yang meninggal pada tahun 1028 adalah bukti bahwa islam telah lama mulai dianut oleh penduduk jawa. Namun selama lebih dari 7 abad, perkembangan islam di jawa belum mampu menembus dominasi tiga agama yang dianut oleh penguasa dab mayoritas penduduk jawa, yaitu Hindu, Budha dan Animisme. Akan tetapi perang Paregreg tahun 1401-1406 yang merupakan puncak pertikaian penguasa Jawa sejak abad ke-11 dalam perebutan kekuasaan telah membalik keadaan. Memanfaatkan situasi yang kacau balau akibat Perang Paregreg tersebut, tim dakwah yang dikirim oleh Sultan Turki Muhammad I berhasil membuat sejarah baru proses islamisasi di Jawa. Tim dakwah pimpinan Maulana Malik Ibrahim itu tiba pada tahun 1404. Meniru cara dakwah Rasulullah Saw dalam menyebarkan agama islam, Maulana Malik Ibrahim dan kawan-kawan berhasil memikat hati para penguasa dan masyarakat untuk melihat agama Islam, karena mereka bosan dengan pertikaian agama lebih dari 6 abad, mendambakan ketentraman keamanan dan bosan dengan keterpurukan ekonomi sebagai akibat pertikaian politik para penguasa sejak perang paregreg. Akan tetapi proses islamisasi di Jawa mulai membelok ketika islam sudah mulai dominan di Jawa Tengah dan Jawa Timur, dengan masuknya tokoh islam pribumi yang diawali dan dipimpin oleh Sunan Kalijogo. Bentuk islam sinkretis hasil dakwah Sunana Kalijogo berbeda dengan islam murni yang dianut masyarakat pesisir, hasil dakwa para wali Timur Tengah. Di dalam proses islamisasi di daerah pedalaman yang sinkretis itu, muncul pula tokoh kontroversial yang ketenarannya hampir menyamai Sunan Kalijogo, yaitu Syekh Siti Jenar. Ketidak jelasan asal usul tokoh ini, yang semula dampaknya tidak begitu begitu berarti bagi perkembangan islam setelah ditindak tegas oleh penguasa Demak Bintoro, sering kali dimamfaatkan oleh kaum Zindig untuk melemahkan perjuangan islam . Oleh karena itu umat islam indonesia perlu menghadapi propaganda tentang ajaran Syekh Siti Jenar yang dibesar-besarkan itu dengan kritis, arief, dan istiqomah. Munculnya gerakan kembali Syekh Siti Jenar tidak terlepas dari gerapan menentang islam yang lain, yaitu atheisme, pendangkalan akidah dan lain-lain. ISBN: 979-3477-69-5

Rabu, 26 Juni 2013

Sisi lain Syekh Siti Jenar : cikal bakal ajaran Kejawen / Drs. Soesilo.

 
Sisi lain Syekh Siti Jenar : cikal bakal ajaran Kejawen / Drs. Soesilo.

Harga: Rp.45.000 (blum ongkir)
Kondisi: Bagus.
Sisi lain Syekh Siti Jenar : cikal bakal ajaran Kejawen / Drs. Soesilo.
Cet. 1.
tebal: xxvi, 230 p. ; 20 cm.
Published: Malang : Yayasan Yusula, 2007.


Ajaran Siti Jenar memahami Tuhan sebagai ruh yang tertinggi, ruh maulana yang utama, yang mulia yang sakti, yang suci tanpa kekurangan. Itulah Hyang Widhi, ruh maulana yang tinggi dan suci menjelma menjadi diri manusia.
    Hyang Widhi itu di mana-mana, tidak di langit, tidak di bumi, tidak di utara atau selatan. Manusia tidak akan menemukan biarpun keliling dunia. Ruh maulana ada dalam diri manusia karena ruh manusia sebagai penjelmaan ruh maulana, sebagaimana dirinya yang sama-sama menggunakan hidup ini dengan indera, jasad yang akan kembali pada asalnya, busuk, kotor, hancur, tanah. Jika manusia itu mati ruhnya kembali bersatu ke asalnya, yaitu ruh maulana yang bebas dari segala penderitaan. Lebih lanjut Siti Jenar mengungkapkan sifat-sifat hakikat ruh manusia adalah ruh diri manusia yang tidak berubah, tidak berawal, tidak berakhir, tidak bermula, ruh tidak lupa dan tidak tidur, yang tidak terikat dengan rangsangan indera yang meliputi jasad manusia.
    Syeh Siti Jenar mengaku bahwa, “aku adalah Allah, Allah adalah aku”. Lihatlah, Allah ada dalam diriku, aku ada dalam diri Allah.  Pengakuan Siti Jenar bukan bermaksud mengaku-aku dirinya sebagai Tuhan Allah Sang Pencipta ajali abadi, melainkan kesadarannya tetap teguh sebagai makhluk yang diciptakan Tuhan. Siti Jenar merasa bahwa dirinya bersatu dengan “ruh” Tuhan. Memang ada persamaan antara ruh manusia dengan “ruh” Tuhan atau Zat. Keduanya bersatu di dalam diri manusia. Persatuan antara ruh Tuhan dengan ruh manusia terbatas pada persatuan manusia denganNya. Persatuannya merupakan persatuan Zat sifat, ruh bersatu dengan Zat sifat Tuhan dalam gelombang energi dan frekuensi yang sama. Inilah prinsip kemanunggalan dalam ajaran tentang manunggaling kawula Gusti atau jumbuhing kawula Gusti. Bersatunya dua menjadi satu, atau dwi tunggal. Diumpamakan wiji wonten salebeting wit.

Yang indah, berfaedah dan kamal : sejarah sastra Melayu dalam abad 7-19 (Seri INIS, #34) by Vladimir I. Braginsky

TEBAL: 695 HAL
BERAT: 1,62 KG
KONDISI: BAGUS INIS JAKARTA 1998

terjual
HARGA: Rp.250 rb (blum ongkir)
TEBAL: 695 HAL
BERAT: 1,62 KG
KONDISI: BAGUS INIS JAKARTA 1998
Judul, Yang indah, berfaedah dan kamal : sejarah sastra Melayu dalam abad 7-19
(Seri INIS, #34)
by Vladimir I. Braginsky
ISBN/ISSN, 9798116577.

buku penting perihal sejarah sastra melayu karya orang Rusia V.I. Braginsky
Ia mengatakan bahwa drama ini merupakan sebuah cermin didaktis yang utuh meskipun tidak secara langsung memperlihatkan sifat didaktisnya; dalam karya seni seperti inilah yang selalu dipandang sebagai karya yang piawai.

Kabarnya, menurut tradisi Melayu-Islam warna hijau ialah pakaian penduduk surga. Apakah itu bermakna raja perempuan Patani dalam drama empat babak itu siap menyongsong kedatangan maut? ‘’Ambil dan kaurasailah nikmat kekuasaan!’’ Agaknya itulah makna tindakannya dengan menyerahkan selempang kuning kepada Bendahara.

Dalam drama empat babak yang sangat dominan bisunya ini warna hijau dan kuning bermain kilas berkilas, ganti berganti, dengan tertib, dengan liar. Ada pula lambang jambatan baik sebagai penghubung dan juga sebagai jambatan sebagai pemisah. Bila lambang ini menjadi penghubung dan bila pula menjadi pemisah? Raja perempuan yang terus membisu menyerahkan kekuasaan kepada seorang pendurhaka yang dulunya dikenal sebagai politikus tangguh. Bukankah di negeri ini dulu pernah ada sebuah drama tari yang dahsyat berlangsung ketika seorang seniman yang juga anggota keluarga diraja menciptakan sebuah tarian yang mengisahkan tentang burung kesayangannya yang terlepas dari sangkar, terbang menghilang ke dalam rimba. Drama empat babak warna warni di panggung Patani ini dihantar dengan membisu, dengan isyarat dan warna-warna dapat lebih dahsyat efeknya dari serangkaian kata-kata yang dapat menguap segera setelah diucapkan.

Di Patani pada suatu masa dulu, setidak-tidaknya seperti yang telah ditinjau oleh Profesor Braginsky, telah berlangsung drama empat babak tanpa kata-kata, dialognya dibuat dengan gerak dan warna-warna. Dan warna-warni yang terpakai dalam bentangan drama empat babak itu bukanlah warna-warna yang dikenal dalam sufisme seperti yang dinyatakan oleh Raymond LeRoy Archer sebagaimana dijadikan semboyan pemandu pada tulisan ini. Drama empat babak itu menggambarkan tentang perlawanan tanpa kata-kata dengan warna-warna setempat. Maka siapa yang sempat jatuh asyik ketika merenunginya tergolong dalam sekelompok orang yang beruntung, karena dapat menikmati karya seni.

sumber potongan artikel: http://www.riaupos.co/kolom.php?act=full&id=218&kat=5#.UcrWZPnCaSo

Kamis, 13 Juni 2013

Kronika Pasai, Sebuah Tinjauan Sejarah

Cover


NOT ORIGINAL (djilid fotocopian)
HARGA: Rp.50 rb (blum ongkir)

Teuku Ibrahim Alfian, Kronika Pasai – Sebuah Tinjauan Sejarah,
Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 1973
TEBAL: 108 HAL

Menurut sebuah versi, hikayat raja-raja Pasai ditulis dalam bahasa melayu. Namun menurut seorang sejarawan melayu, UU Hamidy. Hikayat Raja-Raja Pasai yang pernah ditulis di Aceh, terdapat seribuan judul -- nyaris semuanya disusun dalam bahasa Aceh. Pertanyaan yang muncul; kenapa ada Hikayat Raja-Raja Pasai tertulis dalam bahasa Melayu? Inilah pertanyaan yang belum mendapat jawaban yang memuaskan sampai hari ini.

Ada yang berpendapat, bahwa masyarakat di Kerajaan Samudra Pasai memang berbahasa Melayu, sehingga Hikayat Raja-Raja Pasai pun ditulis dalam bahasa Melayu. Prof. Dr. Ibrahim Alfian dalam bukunya “Kronika Pasai” di halaman 8 mendukung pendapat ini bahwa rakyat Kesultanan Samudra Pasai memakai bahasa Melayu. Sewaktu Samudra Pasai digabungkan dengan Kerajaan Aceh Darussalam, masuklah bahasa Aceh ke wilayah itu.
Daftar Isi


Ada pula alasan yang lain, bahwa bahasa resmi Kerajaan Samudra-Pasai adalah bahasa Melayu, dengan nama bahasa Melayu Pasai. Saya sendiri lebih memilih alasan ini, bahwa bahasa nasional Kerajaan Samudra-Pasai adalah bahasa Melayu Pasai, sedangkan bahasa sehari-hari masyarakatnya yaitu bahasa Aceh.

Setelah Kesultanan Samudra-Pasai runtuh, bahasa Melayu Pasai diambil alih oleh Kerajaan Malaka. Kemudian, ketika Kerajaan Malaka ditaklukkan Portugis tahun 1511 M, bahasa Melayu Pasai berkembang pula di Kerajaan Aceh Darussalam sekaligus menjadi bahasa nasional kerajaan itu. Kita belum tahu yang mana di antara kedua pendapat itu yang lebih mengandung kebenaran.
Isi dalam buku


Kedua, naskah Hikayat Raja-Raja Pasai dijumpai di Pulau Jawa. Hikayat Raja-raja Pasai yang merupakan bukti satu-satunya tentang kerajaan Samudera Pasai dalam bentuk tulisan dalam bahasa Melayu, naskahnya bukan ditemukan di Aceh melainkan di wilayah Bogor, Jawa Barat. Pemiliknya Kiai Suradimenggala mantan Bupati Demak. Atas inisiatif Thomas Stamford Raffles Wakil Gubernur Jenderal Inggris di Jawa saat itu mengongkoskan orang untuk menyalinnya.

Setelah Raffles meninggal, istrinya menyerahkan naskah itu ke perpustakaan Royal Asiatic Society di London tahun 1830. Tidak lama kemudian, sarjana Perancis E. Delaurier membuat kajian terhadap naskah tersebut, yang seterusnya diterbitkan di Paris tahun 1848.

Buku itulah yang sampai ke Aceh, hingga kita dapat membaca sejarah kerajaan Samudera-Pasai dalam bentuk tulisan, baik Latin maupun dalam huruf Arab Melayu/Jawi atau Jawoe. Sebenarnya, terkait sejarah Samudra Pasai, ada satu naskah lain dalam bahasa Aceh, yaitu Hikayat Raja Bakoy, namun kita tak pernah mendengar lagi mengenai posisi keberadaannya.

Kembali ke pokok bahasan. Kenapa Hikayat Raja-Raja Pasai berada di Jawa dan bukan di Aceh utara sebagai tempat yang jadi materi isi hikayat itu? Prof. Dr. Ibrahim Alfian menyebutkan, Hikayat Raja-Raja Pasai ditulis oleh pujangga kalangan istana Samudra-Pasai sendiri dalam rangka mengangkat citra para sultan di hadapan rakyatnya. Karena itu, dalam hal asal-usul Hikayat Raja-Raja Pasai , ia menyatakan ada kemungkinan Hikayat Raja-Raja Pasai dibawa ke Jawa oleh salah seorang tawanan Pasai yang dibawa ke Jawa oleh pasukan Majapahit(Lihat “Kronika Pasai” hlm. 7).

SUMBER POTONGAN ARTIKEL: http://candleslight-valkyrie.blogspot.com/2011/02/misteri-hikayat-raja-raja-pasai.html

Minggu, 09 Juni 2013

Kerajaan Islam Pertama di Jawa: Tinjauan Sejarah Abad XV dan XVI by H.J. de Graaf, Theodore G. Th Pigeaud


 terjual
Harga: Rp.200 rb (blum ongkir)
 Kondisi: SEGEL Soft COVER
Tebal: 399 hal HVS
Published CET V tahun 2003 by Pustaka Utama Grafiti (first published 1985)

Kerajaan Islam Pertama di Jawa: Tinjauan Sejarah Abad XV dan XVI
by H.J. de Graaf, Theodore G. Th Pigeaud

Awal Penyebaran Agama Islam di Jawa
Pada abad XV, salah seorang yang paling terkenal dan tertua diantara para walidi Jawa ialah Raden Rahmat dari Ngampel Denta. Ia diberi nama sesuai dengan nama kampung di Surabaya. Menurut teks-teks lama, Raden Rahmat itu adalah adik: dan menurut teks-teks tua, yaitu babad, ia adalah kakak.
Berbicara mengenai letak Cempa, tentunya berhubungan dengan asal para penyebar Islam pertama di Jawa Timur termasuk Raden Rahmat. Dr. Rouffaer (“Sumatera”) berdasarkan dugaan telah mengidentifikasikan Cempa atau Campa ini dengan Jeumpa di Aceh, diperbatasan antara Samalangan (Simelungan) dan Pasangan. Apabila Cempa (=jeumpa) ditukar tempatnya dengan Pasai, maka rute perjalanannya lebih masuk akal.
Sehubungan dengan perdagangan pelaut Islam menggantikan kedudukan orang bukan Islam. Pedagang Islam dianggap sebagai pesaing ketika melewati jalan yang menyusuri pantai Sumatera dan Jawa menuju ke kepulauan remph-rempah Maluku. Bandar-bandar di sepanjang pantai utara Jawa pertama-tama merupakan pangkalan. Kemakmuran bandar0bandar itu bergantung pada persediaan beras yang dapat mereka tawarkan.
Perpindahan kekuasaan politik ke tangan orang Islam terjai dengan dua cara:
1. Bangsawan Jawa yang kafir dengan sukarela memeluk agama baru iru.
2. Orang asing yang beragama Islam dari macam-macam bangsa membuat rumah mereka menjadi kubu pertahanan.
Pada permulaan abad VI, sesudah berdirinya kerajaan-kerajaan Islam di pantai utara Pulau Jawa, datanglah maulana-maulana dari tanah seberang. Mereka akan menetap di Jawa sesudah didirikannya kelompok-kelopok Islam. Para guru yang datang tersebut memperkuat kemanan kelompok-kelompok itu.
Dalm legenda-legenda mengenai masjid Demak, Sunan Kalijaga menduduki tempat yang penting. Dialah yang berjasa memebtulkan kiblat masjid. Beliau jugalah yang memperoleh baju wasiat “Antakusuma”, yang jatuh dari langit di masjid itu di tengah para wali yang sedang bermusyawarah. Baju tersebut juga disebut Kiai Gundil (Gundul) merupakan salah satu “pusaka” raja-raja Jawa. Legenda dan cerita-cerita tradisi penting, karena telah mengungkapkan betapa pentingnya Masjid Demak dan dapat dianggap dongeng yang termasuk sastra keagamaan untuk menghormati orang suci.
Kelahiran dan Kejayaan Kerajaan Demak pada Paruh Kedua Abad XV dan pada Paruh Pertama Abad XVI
Zaman dahulu wilayah Demak terletak di tepi selat di antara Pegunungan Muria dan Jawa namun selat itu akhirnya tidak dapat dilayari. Oleh karena itu Demak tidak dapat digunakan sebagai pelabuhan, maka Jepara menjadi pelabuhan Demak. Sedangkan penghubung Demak dengan daerah pedalaman di Jawa Tengah ialah Sungai Serang. Jalan darat juga cukupo baik dilalui pedati melalui batas daerah perairan yang rendah dari sungai Serang dan Lusi mrnuju lembah bengawan.
Munclunya dan bekuasanya Islam mempengaruhi sejarah Jawa pada abad XVII dan abad-abad berikutnya sehingga zaman sebelum Mataram dianggap kurang penting. Namun dengan ditemukannya Suma Oriental, terbukalah kemungkinann menyusun sejarah Demak yang lebih dapat dipercaya. Antara buku Tome Pires ini dengan buku-buku sejarah Jawa Barat terdapat kesesuaian dalam ham pemberitaan bahwa dinasti Demak dimulai dengan tiga orang raja.
Berdasarkan beberapa berita abad XVII dan yang dari Jawa Barat dapat disimpilkan bahwa asal usul dinasti Demak itu dari Cina pada waktu ini dapat dipercaya. Sebagai raja Demak pertama ialah Raden Patah. Pengganti Raden Patah ialah Pangeran Sabrabg Lor. Namun pemberitaan Pires dan naskah-naskah sejarah Jawa barat, tidak banyak yang dapat dinyatakan dengan pasti tentang kehidupan penguasa kedua di Demak itu. Tentu saja penting juga diketahui kapan Demak menjadi menjadi kerajaan yang merdeka. Pemimpin Demak yang ketiga adalah Sultan Trenggana. Dari keterangan-keterangan berbagai cerita rakyat Jawa da berita Pires dapat disimpulkan bahwa raja Demak yang ke tigamemerintah pada sekitar 1504 sampai 1546. Dalam waktu itu wilayah kerajaan diperuas ke barat dan timur, dan Masjid Demak telah dibangun sebhai lambang kekuasaan Islam.
Di Jawa para imam masjid hampir selalu disebut “pengulu”. Imam pertama di Masjid Demak ialah Pangeran, putra Pangeran Rahmat dari Ngampel Denta. Ia dipanggil oleh Pangeran Ratu untuk memangku jabatab itu. Imam yang kedua ialah suami cucu Nyai Gede Pancuran yang bernama Makdum Sampang. Kemudian ia digantikan anaknya yaitu Kiai GedengPambayun ing Langgar. Imam yang keempat ialah sepupu dari pihak ibu pendahulunya, ia anak Nyai Pambarep yang bergelar Pengulu Rahmatullah dari Undung. Sedangkan imam keliam ialah Putra Pengulu Rahmatullah yang bernama Pangeran Kudus atau Pandita Rabani.
Penobatan raja demak dengan gelar sultan diperoleh oleh Sultan Ahmad Abdu’l Arifin yang dianugerahkan oleh syekh Nurullah. Syekh Nurullah yang pernah ke Tanah Suci, Mekah karena terpengaruh internasionalisasi Islam menganjurkan kepada raja Demak untuk bertingkah laku sebagai raja Islam benar-benar.
Legenda Jawa mengenai direbutnya Majapahit oeh orang Islam dapat dibagi menjadi dua kelompok :
1. Cerita yang menunjukkan segala pujian kepada para alim Islam, dan terutama kepada para ulama dari Kudus.
2. Cerita yang menyanjung Raden Patah, Raja Demak, sebagai pahlawan.
Cerita kelompok pertama itulah yang paling lengkap. Cerita itu terdapat dalam naskah-naskah cerita Jawa Timur dan Jawa Tengah. Cerita kelompok kedua, dimuat dalam babad dari Jawa Tengah yang berisi sejarah keluarga Raja Mataram. Ceritanya lebih ringkas daripada yang termasuk kelompok pertama dan bercorak legenda, diwarnai oleh peran alam gaib.
Apabila cerita-cerita Jawa mengenai jatuhnya Majpahit dibandingkan, ada dua hal yakni keimanan kelompok alim ulama Islam, yakni golongan mmenengah, dipimpn oleh para pemuka yang semula merupakan imam-imam di masjid dan cita-cita politis yang mengarah ke perluasan wilayah kekuasaan dan kemerdekaan kerajaan-kerajaan Islam muda di Jawa Tengah.
Ibukota Islam Demak, menjadi titik tolak perjuangan pada dasawarsa-dasawarsa pertama abad XVI, untuk menyebarkan agama Islam ke barat. Tindakan bersenjata yang dilakukan orang Jawa Tengah, untuk memulihkan atau memantapkan kekuasaan Sultan, dapat dianggap salah satu tindakan kekuasaan maharaja Islam itu. Sedangkan meluaskan daerah ke timur Demak seperti pengusaan wilayah Tuban (1527), Wirasara (1528), Gagelang atau Madiun (1529), Medangkungan (1530), Surabaya (1531), Pasuruan (1535), Lamongan, Blitar, dan Wirasaba (1541-1542), Gunung Penanggungan (1543), Mamenang (1544), dan Sengguruh (1545).
Sesudah kehilangan ibukotanya, Brawijaya raja terakhir di Majapahit menyingkir ke timur. Ia dan penduduk Jawa Timur yang kafir melawan ekspansionisme umat Islam Jawa Tengah. Perang terjadi pada 1468 J (1546), perebutan Blambangan berhasil, namun wafatnya Sultan tidak diberitakan.
Sistem kerajaan Demak dan Majapahit hampir sama, di masa Demak juga ada “kunjungan menghadap raja” seperti zaman majapahit. Pengadilan pradata juga ada seperti zaman pra-Islam. Dijawa hukum adat dan hukum peradilan yang bercorak Hindu masih bertahan di samping hukum Islam.
Menurut babad di Jawa Tengah, Sultan Trenggana diganti olrh Susuhunan Prawata. Sama sekali tidak ada berita dalam babad Jawa mengenai pemerintahan Susuhunan Prawata. Susuhunan Prawata di bunuh tahun 1549 oleh Arya Penangsang yang akhirnya tahun itu juga mati. Setalah itu Jaka Tingkir menjadi penguasa Demak dan diakui penguasa Jawa Tengah dan Jawa Timur sebagai maharaja. Berikutnya ia memindahkan pusat kerajaan Demak ke pedelaman, Pajang.

Sejarah Kerajaan Lebih Kecil di Pantai Utara Jawa Tengah pada Abad XVI
Pati dan Juwana
Daerah ini dekat dengan ibukota Pati dan Juwana, terletak dekat muara timur sebelah selat tua, yang sejak dahulu memisahkan Pegunungan Muria di Jawa. Juwana dahulu sudah dianggap sebagai kota pelabuhan agak penting. Sedangkan masa kejayaan Pati berlangsung pada abad XVI. Raja Pati yang pertama adalah Ki Panjawi. Pengganti Ki Panjawi adalah Pragola. Pegganti berikutnya ialah Pragola II.
Kudus
Selain karena kealiman dan semangat menyebarkan agama Islam, keluarga Kudus juga berjasa karena salah satu anggotanya menjadi pemuka yang mengorbankan hidupnya untuk berjihad melawan orang kafir. Perselisihan Sunan Kudus dengan Demak menyebabkan ia memilih keluar dari Demak. Menurut legenda, Mbah Kiai Telingsing yang mula-mula menggarap tempat yang kemudian menjadi kota Kudus.
Jepara/Kalinyamat
Sebagai kota pelabuhan dengan teluk yang aman, Jepara selalu lebih disukai daripada Demak. Kekalahan melaan Malaka (1512-1513) menurunkan citra kekuasaan para penguasa Jepara. Kota Kalinyamat kira-kira 18 km ke pedalaman Jepara, di tepi jalan ke Kudus. Yang mendirikan tempat itu ialah orang Cina. Menurut cerita Jawa , sesudah Ki Kalinyamat meninggal, jandanya bersumpah akan terus telanjang selama pembunuh suaminya, Aria Penangsang masih hidup. Selam pemerintahan ratu Kalinyamat perdagangan Jepara dengan daerah seberang semakin ramai.

Riwayat Kerajaan di Jawa Barat
Cirebon
Menurut Tome Pires, pendukuhan Islam pertama di Cirebon ialah ayah Pate Rodin Sr. Tidak terbukti kalau Cina Islam di Cirebon telah mendirikan pemukiman yang benar-benar baru. Menurut cerita-cerita pribumi, pujian tentang pengislaman daerah ini sepenuhnya ditujukan kepada Sunan Gunung Jati.
Banten
Sebelum zaman Islam, Banten sudah menjadi kota yang agak berarti. Sunan Gunun Jati lah yang menjadi penyebar Islam di Banten. Ketika ia sampai di Banten ia segera berhasil menyingkirkan bupati Sunda dan ia mengambil alih pemerintahan. Penguasa Islam yang kedua di Banten, Hasanudin meneruskan usaha ayahnya meluaskan daerah agama Islam. Ketika raja Banten ketiga Yusuf berkuasa berhasil merebut kota Kerajaan Pakuwan. Raj kelima Banten Muhammad selama masih di bawah umur, kekuasaan pemerintahan dipegang oleh kali bersama empat pembesar lain. Raja ini melarikan diri setelah didesak kekuasaan Mataram.

Sejarah Kerajaan di Daerah Pantai Utara di Timur pada Abad XVI
Jipang-Panolan
Nama Jipang diberikan diantara Gunung Kendeng dan pegunungan pesisir utara, yaitu daerah hulu Sugai Lusi dan Serang. Kerajaan-kerajaan itu berperan penting dalam legenda sejarah Jawa Timur dan Jawa Barat. Aria Penangsang memerintah di Jipang sebagai vasal. Kekalahan Aria Penangsang mebuat keluarganya harus menyingkir ke Surabaya. Pada dasaqarsa terakhir abad XVI daerah Jipang jatuh ke bawah kekuasaan Mataram (1591).
Tuban
Sejak abad XI dalam berita-berita penulis Cina, Tuban disebut sebagai kota pelabuhan. Menurut berbagai dongeng kedudukan Ronggilawe penting di Tuban. Sebagian penduduk Tuban masih kafir. Raja Tuban waktu itu disebut Oete Vira, dia bukan seorang Islam taat walaupun kakeknya Islam. Penguasa Tuban sudah memeluk Islam, tetapi tetap berhubungnan dengan Majapahit kafir. Anggota dinasti Raja Tuban sungguh banyak sumbangannya dalam penyebaran agama Islam di Jawa Timur. Pada abad XVII dan XVIII, meskipun tak berarti lagi di bidang politik dan ekonomi, Tuban tetap masih terkenal sebagai temap tinggal para ulama terkemuka. Akhirnya keluarga raja Tuban yang tua terpaksa tunduk juga pada nafsu serakah Sultan Agung.
Gresik-Giri
Dahulu Gresik merupakan kota pelabuhan yang terkenal karena letaknya yang terlindung selat Madura dan membelakangi tanah subur. Gresik didirikan pada paruh kedua abad XIV di sebidang tanah pantai yang terlantar. Pada 1387 Gresik sudah dikenal sebagai wilayah Majapahit. Gresik dianggap sebagai kota perdagangan laut yang paling yang paling penting di selurih Jawa. Waktu itu di Gresik ada dua penguasa yang saling memerangi. Daerah mereka di kota di pisahkan oleh sungai kecil yang dangkal. Pada perempat terakhir abad XV, kehidupan Prabu Satmat dari Giri, dan ibu angkatnya yang sudah beragama Islam, Nyai Gede Pinatih dari Gresik menguatkan pendapat bahwa Gresik dan Surabaya tempat terbentuknya umat Islam. Pada zaman Tome Pires , para penguasa duniawi di Gresik dan para ulama di Giri hidup berdampingan. Pada abad XVI kekuasaan pemerintahan di kota jatuh ke tangan para ulama, tetapi sekali-sekali keturunan Raja Surabaya juga berkuasa disana. Beberapa cerita Jawa Timur menceritakan tentang adanya hubungan antara Giri dengan Sengguruh, daerah Malang.Penguasa di Gribik (Ngibik) di daerah Sengguruh beralih ke Islam. Pada 1535, penguasa Sengguruh menduduki pusat Islam, Giri.
Surabaya
Nama kota Surabaya disebut dalam naskah-naskah Jawa dari abad XIV. Permulaan abad XVI Surabaya sebagai kota pelabuhan dan kota dagang tidak sepenting Gresik. Perkiraan bahwa raja Surabaya yang sudah dikenal pada tahun 1515, boleh dipandang sama dengan penguasa di Terung. Pada paruh pertama abad XVI para penguasa Islam kota-kota Tuban dan Surabaya sebagai vasal yang bersahabat dengan Majapahit seharusnya memperlihatkan sikap yang hampir sama. Pada tahun 1625 Surabaya menyerah kalah kepada Mataram. Setelah mereka mengalami serangan pada tahun-tahun sebelumnya.
Sejarah Madura pada Abad XVI
Madura Barat
Madura Barat, yang berhadapan dengan Surabaya dan Gresik, dapat dapat lebih banyak mengambil keuntngan dari perkembangan ekonomi, kebudayaan, dan po.litik Jawa Timur dan kerajaan-kerajaan pesisir. Madura memberi sumbangan dalam ekonomi nusantara terutama tenaga kerja, kepada Jawa Timur. Pada permulaan daswarsa abad XVI raja Madura belum memeluk Islam. Keluarga raja Madura Barat sebagiab besar karena terdorong pertimbangan politik akhirnya memutuskan memutuskan mengakui penguasa Islam di Demak sebagai maharaja.
Madura Timur, Sumenep, dan Pamekasan
Sejak abad XIV terjalin hubungan antara Madura Timur dan daerah-daerah di daratan seberangnya. Kerajaan-kerajaan Madura menurut berita tidak berarti sama sekali bagi perdagangan internasional.

Sejarah Ujung Timur Jawa pada Abad XVI
Pasuruan
Sebelum zaman islam, konon Pasuruan atau Gembong merupakan daerah yang paling lama dikuasai oleh raja-raja Jawa Timur di Singasari (Tumapel). Pada dasawarsa pertama abad XVI yang menjadi raja di Gamda adalah putera Guste Oate, mahapatih kerajaan besar kafir. Ia bernama Pate Sapetat dan ia menjadi menantu Pete Pimtor, raja kafir yang berkuasa di Blambagan, juga menantu Raja Madura. Raja dan penguasa kafir Jawa di pedalaman Jawa Timur dan diujung timur jawa itu hingga dasawarsa-dasawarsa pertama abad XVI memiliki semangat cukup besar. Mereka bertahan terhadap pasukan Islam yang mendesak masuk dari pantai utara dan Jawa Tengah. Ada petunjuk samar-samar bahwa pada perempat terakhir abad XVI Raja Pasuruan berhasil melebarkan sayapnya ke pedalaman Jawa Timur hingga Kediri. Namun pada 1616 atau 1617 pasuruan diduduki Matram yang gagah berani.
Probolinggo dan Panarukan
Kerajaan Probolinggo sebagai salah satu dari kelompok tiga kerajaan (disamping Nilambara dan Asmalila) dalam naskah Jawa-Bali yang bernama Adi Purana. Raja islam di Pasuruan yang ada pada akhir XVI berhasil mencaplok Panarukan dan Blambangan, namun kemudian mendapat pukulan telak dari Sultan Agung. Pada 1616 dan 1617 Pasuruan diduduki oleh orang Mataram.
Blambangan
Blambangan sebagai kerajaan yang berada jauh di timur, mempunyai kedudukan penting dalam cerita tutur Jawa. Kerajaan Blambangan mengalami masa-masa perkembangan kekuasaan yang mencolok. Sampai awal abad XVII “kekafiran” ujung timur Jawa, dengan bantuan dan mungkin karena pengarug raja-raja Bali, masih mampu bertahan terhadap desakan para penakluk Jawa-Islam yang datang dari barat.Penaklukan Blambangan oleh gerombolan Mataram dilaksanakan pada 1639.

Sejarah Kerajaan Palembang pada Abad XVI
Sejarah kuno Palembang dan Sumatera pada umumnya, yakni masa sebelum raja-raja Jawa Timur menguasai - pertama kali pada abad XII – daerah-daerah yang semula merup0akan daerah Melayu, masih kabur. Tome Pires mendengar bahwa raja-raja kafir di Palembang pada zaman dulu mengakui raja cafre di Jawa sebagai atasannya. Raja Palembang berpendapat bahwa persekuruan dengan raja Jawa Tengah yang berkuasa itu sajalah yang dapat memberikan perlindungan terhadap serangan Banten.

Sejarah Kerajaan JawaTengah Pedalaman
Pengging dan Pajang
Pajang ialah salah satu “tanah mahkota” kerajaan Majapahit pads aabad XIV, dan Raja Hayam Wuruk paling sedikit melakukan perjalanan tahunann ke daerah Pajang. Pada 1618 raja terakhir dari Pajang menderita kekalahan dalam pertempuran melawan mataram. Ia pun melarikan diri ke Giri dan Surabaya.

Sejarah Kerajaan Mataram pada Abad XVI
Mataram di perkirakan berada di sekitar Sungai Opak. Ketika keluarga raja Mataram dalam masa keemasan pada abad XVII dan XVIII, para pujangga berlomba-lomba mengetengahkan betapa tinggi kebangsawanan dan batapa tua asal usul moyang raja. Penggambaran yang sedikit di dalam cerita tutur Jawa mengenai kegiatan budaya di Kerajaan Mataram abad XVI menunjukkan bahwa kegiatan tersebut merupakan pengaruh dari pesisir utara dan Jawa Timur.

Sebab-sebab Kekalahan Kerajaan Jawa Timur dan Pesisir dalam Perang Melawan Mataram pada Abad XVI dan XVII
Pelayaran dagang Portugis yang menyusup masuk ke wilayah Asia Tenggara sejak permulaan abad XVI, telah merugikan kemakmuran kota-kota pelabuhan di pantai utara Jawa. Dan pada paruh kedua abad XVI kerajaan sepanjang pantai utara, yang kemakmurannya tergantung pada perdagangan laut, menanggung kerugian berat karena kericuhan politik di dalam negeri dan serangan berkali-kali dari orang Jawa pedalaman. Pengaruh pendatang baru dari seberang laut terhadap susunan penduduk di Jawa pertama-tama terasa di daerah pantai. Sudah dari zaman dahulu ada perbedaan sifat antara “orang Jawa pesisir” dan “orang Jawa pedalaman”.
Posted 22nd November 2012 by VJ Library Indonesia

The History of Java, Thomas Stamford Raffles

 TERJUAL
Harga: Rp.350 RB (BLUM ONGKIR)
Hp. 0341 3190 190/ 087 85 955 86 78
BERAT: 1,6 KG
KONDISI: BAGUS
Tebal: xxxvi + 904 hal.
Penulis: Thomas Stamford Raffles
Ukuran: 17,5 x 24.
Penerbit: Narasi 2008

Tak diragukan lagi, --dalam literasi dunia Barat-- buku “The History of Java” telah menjadi salah satu sumber sejarah paling penting untuk mengetahui kehidupan masyarakat Jawa di masa lalu. Buku ini ditulis oleh Sir Thomas Stamford Raffles, seorang administratur kelahiran Inggris, yang sangat terobsesi untuk merekam eksotisme dunia Jawa yang penuh dengan keragaman serta keunikan geografis dan budaya.

The History of Java diterbitkan pertama kali pada tahun 1817 dalam dua volume. Volume Pertama berisi tentang inti buku itu sendiri secara lengkap, sedangkan Volume Dua berisi informasi tambahan dan lampiran. Isinya antara lain mencakup keadaan geografis, informasi mengenai penduduk asli Jawa, keadaan pertanian, kepercayaan dan upacara keagamaan, bahasa, serta beberapa hal-hal menarik lainnya. Kerja keras dan ketekunan Raffles telah menghasilkan sebuah masterpiece yang sangat berharga bagi masyarakat Indonesia.

Orang Inggris dan Singapura menyebutnya dengan panggilan terhormat, Sir. Padahal, sosok yang paling banyak meninggalkan nama ilmiah pada kekayaan flora dan fauna di Hindia Belanda ini tidak lahir dari lingkungan istana. Dia bukan bangsawan atau kaum feodal yang berhak menyandang gelar “Tuan”. Thomas Raffles lahir nun jauh di lepas pantai Jamaika, dekat Port Morant, di atas geladak Kapal Ann, pada 6 Juli 1781.

Thomas Raffles baru mencantumkan nama “Stamford” di tengah namanya di kemudian hari, yakni ketika sosok berkarakter penuh warna ini berkembang menjadi pribadi yang sangat dihormati di kawasan Laut Cina Selatan. Sejarah hidupnya dimulai, ketika anak seorang pelaut ini dikirim ke Pulau Penang, Malaysia (1804).

Karier awal Raffles (1781-1826) sebagai juru tulis sebuah perusahaan Hindia-Timur (1795) memberikan latar belakang ketekunannya sebagai penulis. Di samping itu, menurut sebuah biografi, Raffles dikenal sebagai seorang yang tekun, rajin belajar, ulet, dan berkemauan keras. Tanpa itu semua mustahil mahakarya “The History of Java” akan selesai dikerjakannya. -Raffles mempunyai semua syarat sebagai penghasil sebuah mahakarya.

Raffles berada di Jawa pada 1811-1816, pertama kali sebagai Lieutenant Governor of Java yang bertanggung jawab kepada Gubernur Jenderal Inggris di India yaitu Lord Minto (Sir Gilbert Elliot Murray-Kynynmond). Tahun 1814 Lord Minto meninggal dunia dan Raffles menjadi Gubernur Jenderal di Jawa sampai 1816. Saat Jawa kembali ke tangan Belanda, Raffles tengah menggagas dan mengerjakan proyek arkeologi dan botani di Jawa. Kemudian sampai tahun 1823 Raffles menjadi Gubernur di Bengkulu. Beberapa wilayah di Sumatra (Belitung, Bangka dan Bengkulu) memang berdasarkan suatu perjanjian tak diserahkan ke tangan Belanda.

Hati Raffles sebenarnya telah tertambat dengan Jawa dan ia benci Belanda kembali berkuasa di Jawa. Tahun 1819 Raffles menggagas pusat perdagangan di Pulau Singapura dalam kerja sama dengan Tumenggung Sri Maharaja penguasa Singapura. Inggris diizinkan mendirikan koloni di Singapura dengan syarat Inggris melindungi para pedagang Singapura dari Belanda dan Bugis. Raffles bersumpah Singapura akan dijadikan koloni baru yang meskipun kecil, namun akan jauh lebih maju dari Tanah Jawa yang dikuasai Belanda. Sumpah Raffles terwujud. Singapura menjadi pusat perdagangan paling penting di wilayah Hindia Timur, sampai kini.

Karena situasi politik, tahun 1823 Raffles meninggalkan Indonesia (Bengkulu) dan tiga tahun kemudian meninggal dunia sehari sebelum ulang tahunnya yang ke-45. Meskipun ia meninggal dalam usia yang masih tergolong muda, telah banyak jejak yang ditinggalkan Raffles terutama dalam karya-karya ilmu pengetahuan alam dan sejarah Jawa dan Sumatra. Adalah Raffles yang menggagas pendirian Kebun Raya Bogor dan membantu botanist Prof. Reindwardt (Belanda) dengan ahli2 dari Inggris untuk menyelesaikannya dan meresmikannya pada tahun 1817. Kebun Raya dan kebun binatang di Singapura yang terkenal itu juga didirikan oleh Raffles. Adalah atas prakarsa Raffles juga warisan budaya Jawa digali dan ditemukan : Candi Borobudur (1814), Candi Panataran (1815), Candi Prambanan (1815). Begitu besar perhatiannya pada sastra dan budaya setempat membuat Raffles mendirikan Museum Etnografi Batavia. Raffles pun sebagai administrator pemerintahan di Jawa dan Bengkulu banyak meninggalkan sistem-sistem pemerintahan seperti pembagian karesidenan, sistem
pajak, dsb.

Thomas Stamford Raffles secara khusus membahas karakter orang Jawa dalam satu bab penuh buku The History of Java. Dia menggambarkan orang Jawa—yang sangat dipujinya—sebagai “orang pribumi yang tenang, sedikit berpetualang, cenderung tidak melakukan usaha ke luar daerahnya, dan tidak mudah terpancing untuk melakukan kekerasan atau pertumpahan darah.” Raffles juga berupaya membedakan persepsi Inggris dan Belanda terhadap masyarakat Jawa, dengan mengutip seorang Belanda yang bermukim di Jawa. Ia mengatakan bahwa sifat utama orang Jawa adalah “pendendam, bengis, tidak taat pada atasan, meremehkan dan despotik terhadap orang di bawahnya, ...cenderung merampok dan membunuh ketimbang bekerja, serta licik dalam melakukan perbuatan tak terpuji.” Penggambaran yang buruk terhadap karakter orang Jawa ini menurut Raffles, menyiratkan bahwa Belanda telah menganggap hal-hal seram terhadap orang Jawa, sedangkan Inggris melihat sebaliknya.

Raffles memiliki asumsi sendiri untuk menggambarkan orang Jawa sebagai orang yang tidak akan menimbulkan kesulitan besar bagi penguasa kolonial yang baru, Inggris. Dengan pencitraan seperti ini, Raffles tampak lebih simpatik bagi orang Jawa ketimbang Belanda yang telah “menimbulkan begitu banyak penderitaan dan perusakan pada masyarakat Jawa”. Lebih lanjut Raffles menyatakan bahwa orang Jawa tidak memiliki sifat “amuk” (chaos). Adapun kekerasan yang terjadi adalah akibat dari “kehidupan di bawah pemerintahan, di mana keadilan jarang ditegakkan dengan sebenarnya dan tanpa pandang bulu”.

Dalam masterpiece-nya, Thomas Stamford Raffles mengakui bahwa “amuk” memang terjadi di Jawa, tetapi “hal itu hanya dilakukan secara terbatas dan sporadis oleh kelas budak”. Dia menulis, “This phrenzy, as a crime against society, seems, if not to have originated under the Dutch, certainly at least to have been increased during their administration by the great severity of their punishments. For the slightest fault, a slave was punished with a severity which he dreaded as much as death. He often prefered to rush on death and vengeance.” (The History of Java, vol. I; London: Oxford University Press, 1965; p.250)

Buku The History of Java diterbitkan pertama kali pada 1817 dalam dua jilid besar (jilid I: 479 halaman, dan jilid II: 291 halaman), yang dilengkapi dengan ilustrasi gambar berwarna yang cukup mewah dan menarik pada masanya. Pada 1965, buku karya Thomas Stamford Raffles ini telah dicetak ulang oleh Oxford University Press, London (Inggris).
Buku ini merupakan referensi utama tentang Tanah Jawa yang eksotik dan bersifat komprehensif. John Bastin dan Bea Brommer dalam Nineteenth Century Prints and Illustrated Books of Indonesia (Antwerp: Het Spectrum Utrecht, 1979; p.6-7), memuji The History of Java sebagai sebuah mahakarya. “Penggambaran kostum dan topografi Jawa di dalamnya menjadikan buku ini benar-benar penting… Kombinasi antara teks yang secara ilmiah begitu orisinal dengan sejumlah ilustrasi yang indah, karya seniman aquatint berbakat menghasilkan buku tentang Indonesia yang berkualitas tinggi; sebuah mahakarya”. “Karya yang sangat berharga karena dihasilkan oleh pengamatan langsung penulisnya terhadap tradisi dan lingkungan Jawa ketika memerintah sebagai Gubernur Jenderal selama pendudukan Inggris di Hindia Belanda (1811-1815)”. (Kaffe von Hünersdorff, 1213).

Secara garis besar, Raffles membagi bukunya ke dalam 11 Bab, sebagai berikut:
Bab 1 : Kondisi Geografis Pulau Jawa (termasuk di dalamnya keterangan geologi)
Bab 2 : Asal Mula Penduduk Asli-Jawa
Bab 3 : Pertanian di Jawa
Bab 4 : Manufaktur (Industri) di Jawa
Bab 5 : Perdagangan di Jawa
Bab 6 : Karakter Penduduk di Jawa
Bab 7 : Adat Istiadat Penduduk di Jawa
Bab 8 : Bahasa dan Sastra
Bab 9 : Agama
Bab 10 : Sejarah dari Awal-Munculnya Islam
Bab 11 : Sejarah dari Munculnya Islam-Kedatangan Inggris

Lampiran-lampirannya ada 12 (Lampiran A-M), sebagai berikut :
Lampiran A : Kemunduran Batavia
Lampiran B : Perdagangan dengan Jepang
Lampiran C : Terjemahan versi moderen Suria Alem (sebuah karya sastra)
Lampiran D : Hukum pada Pengadilan Propinsi di Jawa
Lampiran E : Perbandingan kosakata bahasa-bahasa suku di Jawa dan sekitarnya
Lampiran F : Cerita Pulau Sulawesi dan perbandingan kosakata bahasa-bahasa suku
Lampiran G : Angka-angka Candra Sengkala
Lampiran H : Terjemahan Manik Maya
Lampiran I : Terjemahan huruf prasasti Jawa dan Kawi Kuno
Lampiran J : Pulau Bali
Lampiran K : Instruksi Pajak
Lampiran M : Memorandum tentang berat, ukuran, dll.

Dapat dilihat bahwa cakupan pembahasan Raffles komprehensif. Keterangan-keterangan dalam teks-nya dilengkapi dengan catatan-catatan kaki yang detail. Referensi berhubungan pada zamannya digunakannnya untuk memperkaya keterangan.

Raffles juga membahas tentang rembesan-rembesan gas dan minyak (jauh lebih awal daripada pemetaan sistematik pertama rembesan minyak dan gas oleh Belanda pada tahun 1850), tentang mineral dan bahan tambang.

Saat Raffles memerintah di Jawa terjadilah letusan gunungapi dengan energi terbesar di dunia dalam masa sejarah manusia : Tambora 1815 di Sumbawa. Dan, Raffles sangat detail menggambarkan peristiwa letusannya sampai efek-efek kerusakannya. Orang harus mengacu kepada buku Raffles untuk mengetahui saat-saat letusan Tambora 1815.

Sampai sekarang, meski ditulis 195 tahun yang lalu, selalu ada hal-hal yang berharga yang bisa dipelajari daripadanya untuk kepentingan masa kini.

Saat meninggalkan Jawa dan Sumatra, Raffles menangis meratapi alam dan penduduk yang dicintainya, yang dihentikannya dari perbudakan, yang digambarkannya sebagai ”orang pribumi yang tenang, sedikit berpetualang, tidak mudah terpancing melakukan kekerasan atau pertumpahan darah”.

”I believe there is no one possessed of more information respecting Java than myself.” (Thomas Stamford Raffles, 1817)

Dibawah Bendera Revolusi Djilid 1 dan Djilid 2

TERJUAL
HARGA: Rp.900 RB (BLUM ONGKIR)
Kondisi: Bagus, isi buku bagus seperti baru. seperti terlihat di foto. Ada yg protol di jilid 2, tapi tidak hilang. protol sdh dari cetakannya, gambar yg tidak termasuk halaman alias gmbr bonus
1 SET, Jilid I & II
BERAT: DJILID 1: 2,1 KG & DJILID 2: 2,2 KG
total berat 1 set: 4,3 KG (masuk hitungan 5 Kg paket pengiriman)

DJILID 1:.
Penulis : IR. Soekarno
Panitya Penerbit Dibawah Bendera Revolusi 1964
Djetakan Ketiga
... ... Tebal : 631 Halaman
Hard Cover

kondisi : isi buku bagus seperti baru , Jacket, Dus Book, Jacket.lengkap

DJILID 2:
Penulis : IR. Soekarno
Panitya Penerbit Dibawah Bendera Revolusi 1965
Djetakan kedua
Tebal : 599 Halaman
Hard Cover
Buku Bekas
kondisi : isi buku bagus seperti baruDus Book, Jacket

Isi dalam buku bersih dari coretan dan stempel

Sampai akhir tahun 1965, "Dibawah Bendera Revolusi" yang sudah beredar luas terdiri dari dua jilid. Jilid pertama terdiri dari 650 halaman, yang memuat dokumen-dokumen penting karya Bung Karno. Antara lain, yang berjudul :

- Nasionalisme, Islam dan Marxisme
- Indonesia Menggugat
- Demokrasi politik dan demokrasi ekonomi
- Memperingati 50 tahun wafatnya Karl Marx
- Indonesia versus fasisme
- dll. dll.

Sedangkan jilid kedua (598 halaman), memuat 20 pidato kenegaraan Bung Karno setiap tahun (dalam rangka memperingati 17 Agustus) sejak tahun 1945 sampai 1964. Dalam jilid kedua ini dapat kita baca antara lain :

"Tahun tantangan", "Penemuan kembali Revolusi kita",
"Jalannya revolusi kita",
"Revolusi-Sosialisme Indonesia-Pimpinan Nasional",
"Tahun kemenangan",
"Genta suara Republik Indonesia",
"Tahun Vivere Pericoloso".

Buku tersebut berjudul 'Dibawah Bendera Revolusi'yang ditulis Presiden RI Soekarno pada tahun 1964. Buku ini beberapa hari lalu juga pernah menggegerkan penduduk di di kawasan Lenteng Agung,Jakarta Selatan karena di perkirakan terdapat sebuah bom dalam buku berjudul Dibawah Bendera Revolusi.




Related Post

ShareThis