.

.

Sabtu, 02 Juni 2012

Surat Menyurat Hatta - Anak Agung

 
TERJUAL
kondisi: bagus, cetakan pertama 1987
Tebal : 600 HAL
berat: 0,56 kg
Menjunjung tinggi keagungan demokrasi dan mengutuk kelaliman Diktatur; Karya Moh.Hatta - Ide Anak Agung Gde Agung 
diterbitkan Sinar Harapan tahun 1987
Hatta memang dikenal sangat rajin melakukan surat-menyurat. Tapi, dalam suratnya, tentu saja ia sering mendiskusikan soal buku. Misalnya surat dengan Dr. Ide Anak Agung Gde Agung, S.H., pada 17 Desember 1963, yang telah diterbitkan Sinar Harapan itu. "Saudara Agung, karena beberapa hari lagi Zus Vera (istri Agung-Red.) akan pergi ke Madiun untuk mengunjungi Saudara, dapat saya kirimkan padanya 2 buah buku sebagai bacaan Saudara yaitu: (1) Milovan Jilas, Gesprache mit Stalin, (2) buku kecil saya yang baru terbit hari ini, tentang persoalan ekonomi sosialis Indonesia. Mudah-mudahan buat sementara waktu cukup untuk bacaan Saudara beserta kawan-kawan."
Bung Hatta dan "Para Kekasihnya"

IBUNDA Hatta pernah jengkel terhadap putranya. Kejengkelan itu justru terjadi di hari perkawinan sang proklamator. Apa pasal? Bayangkan. Hadiah pengantin Hatta kepada Rahmi Rachim adalah sebuah buku. Pada hari bahagia itu, di vila Megamendung, kepada calon istrinya-yang masih berusia 19 tahun itu-Hatta menghadiahkan bukunya yang baru selesai dikerjakan: Alam Pikiran Yunani. Tentu saja ibunda Hatta tak setuju dengan hadiah itu. Lazimnya, hadiah perkawinan adalah simbol berharga seperti uang atau emas. Tapi buku memang bagi Hatta adalah harta yang paling berharga. Maskawin Hatta untuk Rahmi itu ditulis saat pembuangan di Digul sekitar 1934. Saat itu, Hatta memboyong 16 peti buku. Di sana, ia tak menghentikan kebiasaannya menulis ke surat kabar, antara lain Adil, Pandji Islam, dan Pedoman Masjarakat. Ia juga mem-berikan kursus-kursus kepada sesama teman pembuangan, yang rata-rata tokoh PNI pusat, seperti Bondan, Maskun, Burhanuddin, Suka, dan Moerwoto. Di samping memberikan materi pengajaran politik dan ekonomi, Hatta merasa perlu meningkatkan kecerdasan teman-temannya dengan penyelenggaraan "kuliah" filsafat. Bagi Hatta, ilmu filsafat penting untuk mempertajam pikiran. Demokrasi Yunani dalam banyak hal memang sesuai dengan diri Hatta. Maka, ia membuat sebuah buku panduan yang mengulas pemikir Yunani kuno seperti Pythagoras, Plato, Aristoteles, dan Sokrates. Bisa dibayangkan gadis belia seperti Rahmi disodori sebuah buku serius sebagai hadiah perkawinan. Bagi Hatta, buku hampir seperti sebuah benda sakral. Dalam dunia pergerakan, mungkin Hatta adalah aktivis yang paling banyak menulis. Konon, saat ia masih menjadi mahasiswa di Amsterdam, dibandingkan dengan mahasiswa Indonesia lain, kamar Hatta penuh sesak dengan buku. Konon, ia juga pernah dengan sengaja membercaki tangannya dengan tinta untuk menolak ajakan dansa karena tak mau diganggu jam membacanya. Dalam kehidupan sehari-hari, Hatta memiliki waktu khusus untuk belajar. Hatta memang sosok yang jauh dari kemewahan dan kegairahan atau perempuan. Kekasih Hatta adalah buku, buku, dan buku. Karena itu, lahirlah anekdot: istri utama Hatta sesungguhnya adalah buku, istri kedua Hatta adalah buku, dan istrinya yang ketiga adalah Rahmi Hatta. Sejak kecil, lelaki Minang ini suka menabung. Uang sakunya sebesar satu gobang (25 sen) disimpan untuk membeli buku. Bahkan, setelah berkeluarga pun, Hatta tak pernah memiliki deposito, hanya karena semua tabungannya dibelanjakan untuk buku. Begitu sakralnya, begitu lekatnya hubungan emosi antara Hatta dan buku-bukunya, ia akan sangat marah jika orang yang meminjam bukunya mengembalikan dalam keadaan kotor, dicoret-coret, atau bahkan hanya ada halaman yang terlipat. Ada cerita tentang hal itu seperti yang diutarakan dalam buku Bung Hatta, Pribadinya dalam Kenangan (Sinar Harapan, 1980). Pengusaha Hasyim Ning, yang masih terhitung sebagai keponakan Hatta, punya pengalaman bagaimana cintanya Hatta terhadap buku-bukunya. Suatu kali, Hatta meminjamkan bukunya kepada sang keponakan. Saat Hasyim masih sibuk membolak-balik sang buku, Hatta mengecek sampai di mana Hasyim memahami isinya. Melihat ada halaman yang terlipat, Hatta marah besar. Hasyim disuruh mengganti buku itu. Ia harus berkeliling mencari di seluruh Jakarta. Maka, berangkatlah sang keponakan mencari-cari buku itu. Hasilnya nihil karena memang buku itu dibeli di Eropa. Ketika Hasyim pulang dengan tangan hampa, Hatta tersenyum. Itulah pelajaran gaya Hatta agar orang menghormati sebuah buku. Des Alwi, "anak angkat" Hatta, mengakui bahwa Hatta memang gemar memberikan hadiah buku kepada temannya. Des mengenang, ketika di Banda, Bung Hatta memberikan hadiah ulang tahun kepada Des berupa buku Don Quixote karya Cervantes (Spanyol) dan Kisah Petualangan Baron Von Munchausen. Ia ingat betapa sayangnya Hatta dengan buku-bukunya. Karena itu, saat Bung Hatta meninggalkan Bandaneira pada 31 Januari 1942, semua buku Hatta diangkutnya, sementara Sjahrir membagi-bagikan semua barangnya kepada penduduk setempat. Akibatnya, Des Alwi kebagian tugas mengangkut dua peti buku milik Hatta ketika menyusul ke Jakarta. Pada 1950, ayah Des Alwi mengirim sisa-sisa buku yang tertinggal di Banda. "Semuanya berjumlah 12 peti buku besar," tutur Des mengenang. Selain mencintai buku, menurut Des, selama di Banda, Bung Hatta suka memelihara kucing. Uniknya, ia menamai kucing-kucingnya dengan nama para pemimpin dunia yang tak disukainya. Mungkin setelah ia gemas membaca ulasan berita politik luar negri, misalnya, kucingnya yang kulitnya mirip kulit macan diberi nama Hitler, sedangkan kucingnya yang putih belang-belang hitam diberi nama Tito. Syahdan, untuk menghormati pemikirannya dan pengabdiannya pada dunia ilmu, penerbit LP3ES bekerja sama dengan Universitas Bung Hatta, Padang, berencana menerbitkan semua tulisan Bung Hatta secara lengkap hingga mencapai 12 jilid buku. Hingga kini, pemikiran Bung Hatta itu sudah diterbitkan sampai jilid ketiga. Untuk mengumpulkan tulisan Hatta yang tersebar di mana-mana, penerbit LP3ES sampai melacak arsip-arsip tulisan Hatta milik perpustakaan luar negeri seperti Library of Congress, Perpustakaan Universitas Cornell, Perpustakaan Universitas Ohio, dan KITLV Pusat di Leiden. "Ada lebih-kurang 151 judul buku tulisan Bung Hatta, 42 buku tentang Hatta, dan 100-an artikel Bung Hatta di berbagai majalah Belanda yang ada di koleksi perpustakaan kami," kata Harry A. Poeze, yang menjabat Direktur Pres KITLV, kepada reporter TEMPO Dina Jerphanion, ketika TEMPO mengecek koleksi Hatta di perpustakaan di Leiden itu. Toh, beberapa karya Hatta tetap tak ditemukan, terutama tulisan periode tahun 1930-an, yang sempat dikeluhkan Bung Hatta sendiri-karena pada waktu Bung Hatta masih hidup pun sudah sukar dicari. "Misalnya, di majalah Hindia Poetra, Bung Hatta pernah menulis soal tanah. Majalah itu sudah tidak ada lagi," kata Arselan Harahap, Direktur Pustaka LP3ES yang menjadi pemimpin penerbitan ini. "Mungkin banyak tulisan Hatta yang tercecer saat pindah dari Banda," kata Arselan. Selain pemikirannya, surat-surat Hatta sudah diterbitkan dalam bentuk buku. Hatta memang dikenal sangat rajin melakukan surat-menyurat. Tapi, dalam suratnya, tentu saja ia sering mendiskusikan soal buku. Misalnya surat dengan Dr. Ide Anak Agung Gde Agung, S.H., pada 17 Desember 1963, yang telah diterbitkan Sinar Harapan itu. "Saudara Agung, karena beberapa hari lagi Zus Vera (istri Agung-Red.) akan pergi ke Madiun untuk mengunjungi Saudara, dapat saya kirimkan padanya 2 buah buku sebagai bacaan Saudara yaitu: (1) Milovan Jilas, Gesprache mit Stalin, (2) buku kecil saya yang baru terbit hari ini, tentang persoalan ekonomi sosialis Indonesia. Mudah-mudahan buat sementara waktu cukup untuk bacaan Saudara beserta kawan-kawan." Surat-surat berkenaan dengan masalah kenegaraan, pemerintahan, juga akan diterbitkan LP3ES. Tapi surat pribadi akan di-seleksi ketat. Karena itu, Arselan Harahap meminta putrinya, Meutia F. Swasono, memilih mana yang boleh diterbitkan atau tidak. "Yang belum kita temukan surat-surat terakhirnya, misalnya surat beliau kepada Soeharto. Ternyata Bung Hatta kerap menuliskan surat kepada Soeharto, yang isinya mengingatkan beberapa hal," kata Arselan. Tentunya kita semua berharap surat-surat Hatta kepada Soeharto ini termasuk yang diizinkan untuk diterbitkan.

sumber: http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2001/08/13/IQR/mbm.20010813.IQR82172.id.html

1 komentar:

Ariani Al Ghomaisha mengatakan...

Hello... salam kenal. Saya ariani, dan suka sekali membaca buku2 moh. Hatta. Tapi, di Banjarmasin jarang org jual buku bekas ... jadi susah mencari buku2 lawas bung Hatta.

buku yg kamu posting ini seperti bagus,...

Posting Komentar

Jangan lupa menuliskan sedikit komentar ya....? banyak juga boleh..........thanks.....

Related Post

ShareThis