.

.

Sabtu, 02 Juni 2012

PERJALANAN TERAKHIR BUYA HAMKA

TERJUAL

HARGA: Rp.85.000 (BLUM ONGKIR)
HAL: 249
KONDISI: SECOND/LUMAYAN
, September 1981
BERAT: 0,26 KG

Pahlawan dengan banyak segi

PERJALANAN TERAKHIR BUYA HAMKA Panji Masyarakat, Jakarta, September 1981 241 hal, 21 x 14,5 cm PRIBADI DAN MARTABAT BUYA PROF.DR. HAMKA H. usydi Hamka, Pustaka Panjimas, Jakarta, Desember 1981 314 hal., 21x 14,5cm. KESAN keseluruhan yang membekas sesudah membaca kedua buku tentang Hamka ini adalah: "Telah pergi dari kita seorang pahlawan sebagai muballigh." Memang pahlawan dapat hadir sebagai apa saja: prajurit, filsuf, nabi, pujangga, sarjana, politikus, bahkan jururawat sekalipun seperti Florence Nightinggale (1820-1910). Pada diri Hamka kita jumpai pahlawan sebagai muballigh yang mengabdikan dirinya kepada penyebaran firman Allah berupa tauhid serta 'amarma'ruf, nahyi munkar (perintah menjalanhan kebaikan, menjauhi larangan Allah). Ia memang pribadi yang banyak segi, piawai di berbagai bidang. Tapi pada masing-masing bidang ia tidak optimal. Keistimewaan Hamka justru terletak pada penjumlahan serasi berbagai segi itu. Dalam dirinya, tak syak lagi ilmu dan amal berhasil dipadukan. Dan kunci keberhasilan Hamka terletak pada kepercayaannya kepada diri sendiri. Dengan modal dengkul, tanpa pendidikan formal, ia berhasil mencapai prestasi dan prestise yang tak mudah dijangkau oleh seorang dengan latar belakang pendidikan akademik sekalipun. Kekurangan-kekurangannya tentu ada dan kentara, tapi betapapun prestasinya tetap monumental bagi seorang otodidak yang dihargai dan dihormati oleh kawan dan lawannya. Seperti kata Ralph Waldo Emerson (1803-1882), "Hakikat kepahlawanan adalah kepercayaan kepada diri sendiri" ("The esserce of heroism is self-reliance. "). Inilah yang menonjol pada Hamka hingga ia berhasil mengatasi berbagai kemelut hidup (di Medan: Agustus 1945 di dalam tahanan: 27 Januari 1964 sampai dengan April 1966 mengundurkan diri dari jabatan ketua Majelis Ulama Indonesia: 18 Mei 1981). Buku pertama "Perjalanan Terakhir Buya Hamka", menyajikan berbagai laporan dan ulasan pers, surat ta'ziah, artikel. Antara tulisan yang patut dikedepankan, tulisan Syafi'i Anwarlah yang tipikal mencerminkan watak dan dampak Hamka. Hanya membaca buku Hamka Pribadi, Syafi'i pemuda tanggung waktu itu terangsang untuk meneruskan sekolahnya setamat SMP. Dengan sungsang sumbal ia berhasil menamatkan SMEA sambil mencari nafkah serta membantu keuangan orangtuanya. Setamat SMEA ia menulis surat kepada Abuya Hamka untuk diizinkan menumpang tinggal dan, meskipun belum kenal, diterima sebagai anak angkat kesekian. Oleh Hamka, Syafi'i dimasukkan bekerja di 'Panji Masyarakat' bahkan dibantu supaya dapat berkuliah pada FHUI Extension. Dan Syafi'i ternyata hanyalah salah seorang dari banyak anak angkat Hamka. Bahkan banyak orang keturunan Tionghoa yang merasa diri menjadi anak angkat Hamka dan menjadi muslimin yang saleh. Buku kedua menyajikan banyak detil mengenai pengalaman Hamka dan contoh watak Hamka yang dipaparkan berdasarkan kesaksian mata Rusydi -- putra kedua yang mendampingi ayahnya pada banyak peristiwa. Menarik hati adalah kemampuan Hamka mengekang perasaan dan mengendalikan diri ketika selama Konferensi Islam Sedunia I di Mekah (pertengahan September 1975), wakil sekjen Syaikh Safwad Sakka termakan fitnah, percaya bahwa Hamka aktif membantu pengkristenan. Ia bungkam, juga ketika gilirannya bicara dipeti-es-kan. Segi lain yang diungkapkan Rusydi adalah kemahiran Hamka membagi waktu antara mengarang, berkhotbah, berceramah, memberi kuliah subuh, membaca dan menerima banyak tamu yang minta nasihat. Minta nasihat tentang kesulitan keluarga dan urusan pribadi yang bermacam-ragam, hingga orang mengantay (antre) seperti di Puskesmas. Tanpa mendapat bayaran, ia, karena Allah, melakukan tugas itu demi membantu sesama manusia. Itulah pengabdiannya kepada Allah melalui kasih sayang kepada sesama umat. Di sinilah sang muballigh menjelma menjadi pahlawan di bawah beban-beban kehidupan metropolitan yang serba pelik dan majemuk. Barangkali Rusydi kurang melakukan objektivisasi dan penjarakan (distansi) - yang memang sukar bagi seorang putra yang mengagumi ayahnya. Tapi, taruhlah ada subjektivisme, namun pelukisan yang diberikannya merupakan bahan sangat berharga bagi kita untuk mengenal Hamka seutuhnya. Dari segi ini Rus di telah berhasil. S.I. Poeradisastra

SUMBER ARTIKEL:  http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/1982/05/15/BK/mbm.19820515.BK46837.id.html

1 komentar:

Anonim mengatakan...

mas bukunya sudah terjual?

Posting Komentar

Jangan lupa menuliskan sedikit komentar ya....? banyak juga boleh..........thanks.....

Related Post

ShareThis