TERJUAL
Price 100.000,00 (belum termasuk ongkos kirim)
Kondisi: BAGUS MULUS. cuma ada bekas lipatan di pojok kanan atas cover buku. isi dalam buku bagus tanpa ada coretan sama sekali
Tebal: 353 halaman
Berat:0,33 Kg
cet keempat HASTA MITRA 1980
Price 100.000,00 (belum termasuk ongkos kirim)
Kondisi: BAGUS MULUS. cuma ada bekas lipatan di pojok kanan atas cover buku. isi dalam buku bagus tanpa ada coretan sama sekali
Tebal: 353 halaman
Berat:0,33 Kg
cet keempat HASTA MITRA 1980
Tokoh Minke lahir pada 1880, tepat seratus tahun yang lalu jika dihitung sejak terbitnya novel Bumi Manusia (This Earth of Mankind)
untuk pertama kali. Minke lahir di era kolonialisme Belanda sedang
gencar-gencarnya menyedot kekayaan alam dan tenaga manusia Nusantara,
hingga memasuki kurun 300 tahun, dihitung sejak VOC memasuki perairan
Batavia dan mendirikan kantor dagang berupa loji yang digunakan
sekaligus pangkalan laut.
Van den Bosch dengan programnya yang tersohor: tanam paksa/
cultuurstelsel mulai bergulir pada 1830-an, Belanda usai meraih
kemenangan dalam perang Jawa yang lebih termasyhur dengan perang
Diponegoro. Program jenius si Bosch demi kejayaan Nederland Raya terus
berlanjut dan semakin bervariasi tanaman-tanaman yang dibebankan pada
kaum petani pribumi, hingga pada 1870 para petani harus menanami
duapuluhlima persen dari lahannya dengan tanaman wajib, berupa vanili,
tebu, kayu manis dan sebagainya sesuai permintaan pasar dunia. Dengan
latar belakang keadaan pribumi yang tertindas seperti itulah, Pramoedya
dalam buku ini mencoba menggelar kejadian di satu pojokan bumi manusia –
manusia pribumi Jawa.
Benarkah orang pribumi sudah demikian merosotnya sejak keruntuhan
Majapahit yang perkasa hingga terpecah-belahnya Mataram Sultan Agung?
Dan selanjutnya bangsa Eropa yang unggul ilmu pengetahuannya itu
berhasil dengan mudahnya menguasai tanah Jawa, hingga mereka memerintah
sebagai bangsa pemenang.
Benarkah manusia Jawa yang gagah perwira di masa Majapahit itu kini
sudah demikian rendah penguasaan ilmu pengetahuannya hingga menjadi
bangsa kuli di antara bangsa-bangsa?
Agama Islam sempat mencapai perkembangan yang mengagumkan di masa
kerajaan Mataram Sultan Agung, karena di masa itu bangsa Barat belum
sepenuhnya menguasai Nusantara. Masa keemasan penyebaran Islam di Jawa
oleh sembilan orang wali (Walisongo) memang lancar dengan runtuhnya
kerajaan Hindu-Buddha Majapahit menyerat serta terpecah-belahnya
Nusantara menjadi kerajaan-kerajaan kecil. Penyebaran agama baru itu
pula yang mempercepat ambruknya Majapahit.
Kerajaan Hindu-Buddha diwakili Majapahit berhasil menyatukan Nusantara,
sedangkan kerajaan Islam cuma berhasil menguasai tanah Jawa, karena
keburu masuknya bangsa-bangsa Eropa yang lebih kuat perlengkapan
perangnya.
Dengan Revolusi Agustus 1945 Nusantara dapat bersatu kembali dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pelarangan novel Bumi Manusia
Menurut
editor Bumi Manusia, JI, pada 1980 buku ini sempat beredar bebas enam
bulan hingga dilarang oleh Kejaksaan Agung dengan Surat Keputusan Nomor
052/JA/5/81 tanggal 29 Mei 1981 atas rekomendasi Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan. Sampai detik ini pelarangan itu belum dicabut. Alasan
pelarangan pada 1980 itu, menurut pihak Kejaksaan Agung, “Isi buku Bumi
Manusia dianggap menyebarkan paham terlarang di wilayah NKRI, paham
Marxism-Leninism.”
Dalam interogasinya di Kejagung JI membantah hal di atas dengan
mengatakan, “Selama saya mengedit baris demi baris Bumi Manusia, saya
tidak menjumpai Kamerad Marx dan Lenin ngumpet di balik titik atau koma
dan di tempat lainnya.”
Tokh buku yang telah diterjemahkan ke dalam lebih dari duapuluh bahasa
itu tetap dilarang di masa kekuasaan Orde Baru. Setelah lengsernya Bapak
Pembangunan Haji Muhammad Soeharto dan memasuki era Reformasi, maka
pada 2001 penerbit Hasta Mitra mengedarkan kembali Bumi Manusia seri
pembebasan tanpa menunggu pelarangan buku itu dicabut oleh yang
berwenang. Saat ini hak pengedaran Bumi Manusia dipegang oleh Penerbit
Lentera Dipantara milik keluarga Pramoedya A. Toer.
Para tokoh dalam Bumi Manusia
Kita
kembali pada novel Bumi Manusia. “Orang memanggilku Minke….” Minke
memperkenalkan namanya yang unik, layaknya pemuda memasuki masa dewasa.
Ia seorang pelajar di HBS Surabaya. Minke pelajar pribumi yang cemerlang
hingga usai ujian akhir sekolah kelak di HBS dinobatkan sebagai siswa
terpandai nomor satu HBS Surabaya, dan nomor dua untuk seluruh Hindia
Belanda. Prestasi siswa pribumi Jawa yang mengagumkan di masa itu. Di
masa kekuasaan kolonial itu pribumi belum mungkin menjadi nomor satu
seluruh Hindia Belanda….
Tidak semua anak mampu boleh masuk sekolah tinggi, kecuali anak ningrat
pribumi, atau anak pejabat pribumi yang boleh belajar di sekolah
setingkat HBS. Kekecualian bagi anak totok Belanda dan peranakan yang
disamakan dengan totok. Minke masuk HBS dengan dukungan neneknya, bupati
Bojonegoro.
Prestasinya dalam jurnalistik dengan nama samaran Max Tolenaar menulis
untuk surat kabar di Jawa Timur. Guru sastranya yang liberal dan
progresif memuji-mujinya sebagai siswa kebanggaannya selama karirnya
sebagai guru sastra. Pribumi menulis untuk surat kabar di jaman itu?
Luar biasa di jaman itu. Hal itu dimungkinkan bermodal nama samaran
seorang peranakan ia mengumumkan dirinya, karena bagi peranakan masih
layak peluang untuk menulis dalam surat kabar.
Hasil penelitian residen Bojonegoro bahwa pribumi punya tingkat
intelijensi sama derajat dibanding orang Belanda. Penelitian yang
diilhami oleh teori asosiasi Dr. Snouck Hurgronje mempunyai thesis:
dapatkah pribumi bersama-sama Belanda memerintah orang pribumi Hindia?
Residen Bojonegoro sangat terkesan pada Minke, obyek penelitiannya.
Perbedaan antara orang Belanda dan pribumi; orang Belanda datang
sebagai penjajah dan penakluk sedangkan orang pribumi jadi taklukannya.
Ketidakadilah berlaku di tanah jajahan manapun, bagi pribumi lebih jelas
lagi mengejawantah dalam hukum bertingkat-tingkat yang berlaku di
Hindia Belanda. Tingkat tertinggi Belanda totok, di bawahnya timur
asing, dan paling bawah adalah pribumi. Pribumi di depan hukum selalu
kalah melawan Belanda dan sebaliknya.
Kisah Minke dengan kekasihnya Annelies di seputar kegiatan pabrik gula
melibatkan Minke berhadapan dengan hukum yang dijalankan oleh pemerintah
Hindia Belanda. Minke masih beruntung berkat previlium previgiatum
(kekebalan hukum tingkat tertentu) yang dimilikinya, karena belajar di
HBS Minke sederajat anak bupati. Annelies anak seorang administratur
pabrik gula, Herman Mallema.
Nyai Ontosoroh alias Sanikem berbangga hati anak gadisnya punya teman
seorang pemuda yang belajar di HBS. Bersekolah di HBS berarti setelah
lulus nanti akan menduduki jabatan tertentu dalam struktur pemerintah
Hindia Belanda, atau meniti jenjang pendidikan yang lebih tinggi di
Hindia Belanda atau di Nederland.
Tahun 1900 di utara sana di negeri Tiongkok terjadi penumbangan dinasti
Qing. Tiongkok memproklamirkan diri jadi Republik Tiongkok. Seorang
dokter menjadi presiden pertama, yang tidak berkuasa efektif karena
wilayah Tiongkok dikuasai oleh raja perang setempat.
Philipina bangkit melawan penjajah Spanyol. Hindia Belanda adem-ayem terus.........
SUMBER ARTIKEL:
http://www.hastamitra.net/2010/03/bumi-manusia-novel-pramoedya-yang.html
1 komentar:
Kak ini masih?
Posting Komentar
Jangan lupa menuliskan sedikit komentar ya....? banyak juga boleh..........thanks.....