TERJUAL
kondisi: bagus, cetakan pertama 1987
Tebal : 600 HAL
berat: 0,56 kg
Menjunjung tinggi keagungan demokrasi dan mengutuk kelaliman Diktatur;
Karya Moh.Hatta - Ide Anak Agung Gde Agung
diterbitkan Sinar Harapan
tahun 1987
Hatta memang dikenal sangat rajin melakukan surat-menyurat. Tapi,
dalam suratnya, tentu saja ia sering mendiskusikan soal buku. Misalnya
surat dengan Dr. Ide Anak Agung Gde Agung, S.H., pada 17 Desember 1963,
yang telah diterbitkan Sinar Harapan itu. "Saudara Agung, karena
beberapa hari lagi Zus Vera (istri Agung-Red.) akan pergi ke Madiun
untuk mengunjungi Saudara, dapat saya kirimkan padanya 2 buah buku
sebagai bacaan Saudara yaitu: (1) Milovan Jilas, Gesprache mit Stalin,
(2) buku kecil saya yang baru terbit hari ini, tentang persoalan ekonomi
sosialis Indonesia. Mudah-mudahan buat sementara waktu cukup untuk
bacaan Saudara beserta kawan-kawan."
Bung Hatta dan "Para Kekasihnya"
IBUNDA Hatta pernah jengkel terhadap putranya. Kejengkelan itu justru
terjadi di hari perkawinan sang proklamator. Apa pasal? Bayangkan.
Hadiah pengantin Hatta kepada Rahmi Rachim adalah sebuah buku. Pada hari
bahagia itu, di vila Megamendung, kepada calon istrinya-yang masih
berusia 19 tahun itu-Hatta menghadiahkan bukunya yang baru selesai
dikerjakan: Alam Pikiran Yunani. Tentu saja ibunda Hatta tak setuju
dengan hadiah itu. Lazimnya, hadiah perkawinan adalah simbol berharga
seperti uang atau emas. Tapi buku memang bagi Hatta adalah harta yang
paling berharga. Maskawin Hatta untuk Rahmi itu ditulis saat pembuangan
di Digul sekitar 1934. Saat itu, Hatta memboyong 16 peti buku. Di sana,
ia tak menghentikan kebiasaannya menulis ke surat kabar, antara lain
Adil, Pandji Islam, dan Pedoman Masjarakat. Ia juga mem-berikan
kursus-kursus kepada sesama teman pembuangan, yang rata-rata tokoh PNI
pusat, seperti Bondan, Maskun, Burhanuddin, Suka, dan Moerwoto. Di
samping memberikan materi pengajaran politik dan ekonomi, Hatta merasa
perlu meningkatkan kecerdasan teman-temannya dengan penyelenggaraan
"kuliah" filsafat. Bagi Hatta, ilmu filsafat penting untuk mempertajam
pikiran. Demokrasi Yunani dalam banyak hal memang sesuai dengan diri
Hatta. Maka, ia membuat sebuah buku panduan yang mengulas pemikir Yunani
kuno seperti Pythagoras, Plato, Aristoteles, dan Sokrates. Bisa
dibayangkan gadis belia seperti Rahmi disodori sebuah buku serius
sebagai hadiah perkawinan. Bagi Hatta, buku hampir seperti sebuah benda
sakral. Dalam dunia pergerakan, mungkin Hatta adalah aktivis yang paling
banyak menulis. Konon, saat ia masih menjadi mahasiswa di Amsterdam,
dibandingkan dengan mahasiswa Indonesia lain, kamar Hatta penuh sesak
dengan buku. Konon, ia juga pernah dengan sengaja membercaki tangannya
dengan tinta untuk menolak ajakan dansa karena tak mau diganggu jam
membacanya. Dalam kehidupan sehari-hari, Hatta memiliki waktu khusus
untuk belajar. Hatta memang sosok yang jauh dari kemewahan dan
kegairahan atau perempuan. Kekasih Hatta adalah buku, buku, dan buku.
Karena itu, lahirlah anekdot: istri utama Hatta sesungguhnya adalah
buku, istri kedua Hatta adalah buku, dan istrinya yang ketiga adalah
Rahmi Hatta. Sejak kecil, lelaki Minang ini suka menabung. Uang sakunya
sebesar satu gobang (25 sen) disimpan untuk membeli buku. Bahkan,
setelah berkeluarga pun, Hatta tak pernah memiliki deposito, hanya
karena semua tabungannya dibelanjakan untuk buku. Begitu sakralnya,
begitu lekatnya hubungan emosi antara Hatta dan buku-bukunya, ia akan
sangat marah jika orang yang meminjam bukunya mengembalikan dalam
keadaan kotor, dicoret-coret, atau bahkan hanya ada halaman yang
terlipat. Ada cerita tentang hal itu seperti yang diutarakan dalam buku
Bung Hatta, Pribadinya dalam Kenangan (Sinar Harapan, 1980). Pengusaha
Hasyim Ning, yang masih terhitung sebagai keponakan Hatta, punya
pengalaman bagaimana cintanya Hatta terhadap buku-bukunya. Suatu kali,
Hatta meminjamkan bukunya kepada sang keponakan. Saat Hasyim masih sibuk
membolak-balik sang buku, Hatta mengecek sampai di mana Hasyim memahami
isinya. Melihat ada halaman yang terlipat, Hatta marah besar. Hasyim
disuruh mengganti buku itu. Ia harus berkeliling mencari di seluruh
Jakarta. Maka, berangkatlah sang keponakan mencari-cari buku itu.
Hasilnya nihil karena memang buku itu dibeli di Eropa. Ketika Hasyim
pulang dengan tangan hampa, Hatta tersenyum. Itulah pelajaran gaya Hatta
agar orang menghormati sebuah buku. Des Alwi, "anak angkat" Hatta,
mengakui bahwa Hatta memang gemar memberikan hadiah buku kepada
temannya. Des mengenang, ketika di Banda, Bung Hatta memberikan hadiah
ulang tahun kepada Des berupa buku Don Quixote karya Cervantes (Spanyol)
dan Kisah Petualangan Baron Von Munchausen. Ia ingat betapa sayangnya
Hatta dengan buku-bukunya. Karena itu, saat Bung Hatta meninggalkan
Bandaneira pada 31 Januari 1942, semua buku Hatta diangkutnya, sementara
Sjahrir membagi-bagikan semua barangnya kepada penduduk setempat.
Akibatnya, Des Alwi kebagian tugas mengangkut dua peti buku milik Hatta
ketika menyusul ke Jakarta. Pada 1950, ayah Des Alwi mengirim sisa-sisa
buku yang tertinggal di Banda. "Semuanya berjumlah 12 peti buku besar,"
tutur Des mengenang. Selain mencintai buku, menurut Des, selama di
Banda, Bung Hatta suka memelihara kucing. Uniknya, ia menamai
kucing-kucingnya dengan nama para pemimpin dunia yang tak disukainya.
Mungkin setelah ia gemas membaca ulasan berita politik luar negri,
misalnya, kucingnya yang kulitnya mirip kulit macan diberi nama Hitler,
sedangkan kucingnya yang putih belang-belang hitam diberi nama Tito.
Syahdan, untuk menghormati pemikirannya dan pengabdiannya pada dunia
ilmu, penerbit LP3ES bekerja sama dengan Universitas Bung Hatta, Padang,
berencana menerbitkan semua tulisan Bung Hatta secara lengkap hingga
mencapai 12 jilid buku. Hingga kini, pemikiran Bung Hatta itu sudah
diterbitkan sampai jilid ketiga. Untuk mengumpulkan tulisan Hatta yang
tersebar di mana-mana, penerbit LP3ES sampai melacak arsip-arsip tulisan
Hatta milik perpustakaan luar negeri seperti Library of Congress,
Perpustakaan Universitas Cornell, Perpustakaan Universitas Ohio, dan
KITLV Pusat di Leiden. "Ada lebih-kurang 151 judul buku tulisan Bung
Hatta, 42 buku tentang Hatta, dan 100-an artikel Bung Hatta di berbagai
majalah Belanda yang ada di koleksi perpustakaan kami," kata Harry A.
Poeze, yang menjabat Direktur Pres KITLV, kepada reporter TEMPO Dina
Jerphanion, ketika TEMPO mengecek koleksi Hatta di perpustakaan di
Leiden itu. Toh, beberapa karya Hatta tetap tak ditemukan, terutama
tulisan periode tahun 1930-an, yang sempat dikeluhkan Bung Hatta
sendiri-karena pada waktu Bung Hatta masih hidup pun sudah sukar dicari.
"Misalnya, di majalah Hindia Poetra, Bung Hatta pernah menulis soal
tanah. Majalah itu sudah tidak ada lagi," kata Arselan Harahap, Direktur
Pustaka LP3ES yang menjadi pemimpin penerbitan ini. "Mungkin banyak
tulisan Hatta yang tercecer saat pindah dari Banda," kata Arselan.
Selain pemikirannya, surat-surat Hatta sudah diterbitkan dalam bentuk
buku. Hatta memang dikenal sangat rajin melakukan surat-menyurat. Tapi,
dalam suratnya, tentu saja ia sering mendiskusikan soal buku. Misalnya
surat dengan Dr. Ide Anak Agung Gde Agung, S.H., pada 17 Desember 1963,
yang telah diterbitkan Sinar Harapan itu. "Saudara Agung, karena
beberapa hari lagi Zus Vera (istri Agung-Red.) akan pergi ke Madiun
untuk mengunjungi Saudara, dapat saya kirimkan padanya 2 buah buku
sebagai bacaan Saudara yaitu: (1) Milovan Jilas, Gesprache mit Stalin,
(2) buku kecil saya yang baru terbit hari ini, tentang persoalan ekonomi
sosialis Indonesia. Mudah-mudahan buat sementara waktu cukup untuk
bacaan Saudara beserta kawan-kawan." Surat-surat berkenaan dengan
masalah kenegaraan, pemerintahan, juga akan diterbitkan LP3ES. Tapi
surat pribadi akan di-seleksi ketat. Karena itu, Arselan Harahap meminta
putrinya, Meutia F. Swasono, memilih mana yang boleh diterbitkan atau
tidak. "Yang belum kita temukan surat-surat terakhirnya, misalnya surat
beliau kepada Soeharto. Ternyata Bung Hatta kerap menuliskan surat
kepada Soeharto, yang isinya mengingatkan beberapa hal," kata Arselan.
Tentunya kita semua berharap surat-surat Hatta kepada Soeharto ini
termasuk yang diizinkan untuk diterbitkan.
sumber: http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2001/08/13/IQR/mbm.20010813.IQR82172.id.html
1 komentar:
Hello... salam kenal. Saya ariani, dan suka sekali membaca buku2 moh. Hatta. Tapi, di Banjarmasin jarang org jual buku bekas ... jadi susah mencari buku2 lawas bung Hatta.
buku yg kamu posting ini seperti bagus,...
Posting Komentar
Jangan lupa menuliskan sedikit komentar ya....? banyak juga boleh..........thanks.....