TERJUAL
Kondisi: LUMAYAN.
Berat: 0,48 Kg
Sejarah Kekerasan terhadap Warga Tionghoa di Malang
Judul: Indonesia Dalem Api dan Bara
Penulis: Tjamboek Berdoeri
Penerbit: Elkasa
Cetakan: II, Juni 2004
Tebal: xiii + 398 halaman
BUKU ini memaparkan tragedi kerusuhan yang menimpa warga keturunan
Tionghoa di Malang, Jawa Timur, pada tanggal 21 Juli 1946. Saat itu,
Malang menjadi ladang pembantaian, penjarahan, dan pemerkosaan bagi
sebagian masyarakat Tionghoa. Peristiwa tersebut berawal dari
kembalinya pasukan Belanda pascakemerdekaan Indonesia. Perlawanan
bangsa Indonesia dengan menggunakan taktik bumi hangus membawa tragedi
kemanusiaan bagi warga Tionghoa yang dicurigai antirevolusi dan
mendukung Belanda.
Pemaparan buku yang ditulis penulisnya dengan nama samaran Tjamboek
Berdoeri ini menggunakan bahasa Melayu-Tionghoa, ragam bahasa yang
digunakan saat itu. Sebelum mengungkapkan berbagai peristiwa tragedi
kekerasan dan pembunuhan, penulis menguraikan peristiwa yang terjadi
di Surabaya dan Malang pada akhir tahun 1941, sampai tentara Jepang
masuk Pulau Jawa. Selanjutnya digambarkan keadaan Kota Malang pada
masa pendudukan Jepang, sampai munculnya gejolak perubahan pada masa
revolusi kemerdekaan.
Penerbitan buku ini merupakan yang kedua kalinya setelah sempat
diterbitkan pada tahun 1947. Penerbitannya kembali diprakarsai Ben
Anderson, Indonesianis dari Cornell University, bersama-sama beberapa
aktivis dan akademisi dengan menelusuri identitas penulisnya yang
ternyata bernama asli Kwee Thiam Jing, warga keturunan Tionghoa yang
berprofesi sebagai penulis. Selain menampilkan foto-foto kekerasan
yang terjadi, buku ini juga memuat sejarah Kota Malang serta
pengungkapan sosok Tjamboek Berdoeri. (YOG/Litbang Kompas)
http://www.kompas.com/ kompas%2Dcetak/0409/19/ buku/1275257.htm
========================== ========================== =========
Pemerintah Baru Diminta Hapus Diskriminasi Etnis Tionghoa
JAKARTA - Pemerintah baru hasil pemilu 2004 diminta menghapus berbagai
bentuk diskriminasi yang terjadi di negeri ini khususnya terhadap
etnis Tionghoa.
Hal tersebut dikemukakan Ketua Perhimpunan Indonesia Tionghoa (INTI)
DKI Jakarta, Benny G Setiono kepada Pembaruan, Sabtu (25/9) pada Acara
Peluncuran dan Bedah buku "Tjamboek Berdoeri Indonesia Dalem Api dan
Bara". Bedah buku dilakukan oleh narasumber Muna Lohanda, Melly G Tan,
Bondan Winarno, Daniel Dhakidae, dan Asmara Nababan.
Menurut Benny, diskriminasi terhadap etnis Tionghoa masih dirasakan
terkait dengan status kewarganegaraan. Ia juga mengaku khawatir dengan
kebijakan ekonomi ke depan di bawah koordinasi cawapres, Jusuf Kalla.
''Kami berharap pemerintahan baru bisa bertindak adil terhadap semua
komponen bangsa tanpa membedakan etnis, agama, dan sebagainya,''
tambah Benny.
Tentang peluncura dan bedah buku Benny menyatakan, hal itu merupakan
upaya meluruskan sejarah. Dalam sejarah Indonesia peran etnis Tionghoa
dilupakan atau sengaja dilupakan. Dalam sejarah Indonesia, etnis
Tionghoa pernah menjadi sasaran dari budaya kekerasan dan
berdarah-darah, yang mencapai puncaknya pada Mei 1998.
''Kita harus belajar dari sejarah. Kejadian gelap di masa lalu
hendaknya tidak terulang kembali dan budaya berdarah-darah seperti
kasus Aceh, Poso, dan Ambon hendaknya segera dihentikan,'' kata Benny.
Sementara itu, Bondan Winarno meminta agar pemimpin bangsa yang baru
bisa meluruskan sejarah. Salah satu sejarah yang minta diluruskan
adalah tentang peran kaum Tionghoa dalam kehidupan kebangsaan.
Misalnya peran kaum Tionghoa dalam menyebarluaskan Agama Islam di
tanah Jawa dan kepeloporan mereka dalam mempromosikan bahasa Indonesia.
Bondan mempertanyakan mengapa terjadi pembunuhan besar-besaran
terhadap kaum Tionghoa di Indonesia setidak-tidaknya dua kali dalam
era kolonial Belanda dan masih juga terjadi pada masa kemerdekaan.
Bondan juga mempertanyakan mengapa kejadian itu disebut secara sambil
lalu dalam pelajaran sejarah. Khusus mengenai buku "Tjamboek Berdoeri
Indonesia Dalem Api dan Bara" dalam kolom Suara Pembaruan, Bondan
pernah menulisnya yang ternyata bernama asli "Kwee Thiam Tjing" yang
merupakan salah satu perintis para penulis Tionghoa. Buku tersebut
diterbitkan ulang atas prakarsa Ben Anderson.
Hampir 40 tahun melalui sebuah penelitian, akhirnya Ben Anderson
menemukan bahwa Tjamboek Berdoeri Indonesia Dalem Api dan Bara "
adalah seorang yang bernama asli Kwee Thiam Tjing, tetapi sayang
ketika ditemukan dia sudah lama meninggal. Dia meninggal pada tahun
1974 tanpa seorang pun tahu bahwa seorang kolumnis besar telah tiada
(A-16).
http:// www.pergerakan-indonesia.or g/2004_09_01_archive.html
Kondisi: LUMAYAN.
Berat: 0,48 Kg
Sejarah Kekerasan terhadap Warga Tionghoa di Malang
Judul: Indonesia Dalem Api dan Bara
Penulis: Tjamboek Berdoeri
Penerbit: Elkasa
Cetakan: II, Juni 2004
Tebal: xiii + 398 halaman
BUKU ini memaparkan tragedi kerusuhan yang menimpa warga keturunan
Tionghoa di Malang, Jawa Timur, pada tanggal 21 Juli 1946. Saat itu,
Malang menjadi ladang pembantaian, penjarahan, dan pemerkosaan bagi
sebagian masyarakat Tionghoa. Peristiwa tersebut berawal dari
kembalinya pasukan Belanda pascakemerdekaan Indonesia. Perlawanan
bangsa Indonesia dengan menggunakan taktik bumi hangus membawa tragedi
kemanusiaan bagi warga Tionghoa yang dicurigai antirevolusi dan
mendukung Belanda.
Pemaparan buku yang ditulis penulisnya dengan nama samaran Tjamboek
Berdoeri ini menggunakan bahasa Melayu-Tionghoa, ragam bahasa yang
digunakan saat itu. Sebelum mengungkapkan berbagai peristiwa tragedi
kekerasan dan pembunuhan, penulis menguraikan peristiwa yang terjadi
di Surabaya dan Malang pada akhir tahun 1941, sampai tentara Jepang
masuk Pulau Jawa. Selanjutnya digambarkan keadaan Kota Malang pada
masa pendudukan Jepang, sampai munculnya gejolak perubahan pada masa
revolusi kemerdekaan.
Penerbitan buku ini merupakan yang kedua kalinya setelah sempat
diterbitkan pada tahun 1947. Penerbitannya kembali diprakarsai Ben
Anderson, Indonesianis dari Cornell University, bersama-sama beberapa
aktivis dan akademisi dengan menelusuri identitas penulisnya yang
ternyata bernama asli Kwee Thiam Jing, warga keturunan Tionghoa yang
berprofesi sebagai penulis. Selain menampilkan foto-foto kekerasan
yang terjadi, buku ini juga memuat sejarah Kota Malang serta
pengungkapan sosok Tjamboek Berdoeri. (YOG/Litbang Kompas)
http://www.kompas.com/
==========================
Pemerintah Baru Diminta Hapus Diskriminasi Etnis Tionghoa
JAKARTA - Pemerintah baru hasil pemilu 2004 diminta menghapus berbagai
bentuk diskriminasi yang terjadi di negeri ini khususnya terhadap
etnis Tionghoa.
Hal tersebut dikemukakan Ketua Perhimpunan Indonesia Tionghoa (INTI)
DKI Jakarta, Benny G Setiono kepada Pembaruan, Sabtu (25/9) pada Acara
Peluncuran dan Bedah buku "Tjamboek Berdoeri Indonesia Dalem Api dan
Bara". Bedah buku dilakukan oleh narasumber Muna Lohanda, Melly G Tan,
Bondan Winarno, Daniel Dhakidae, dan Asmara Nababan.
Menurut Benny, diskriminasi terhadap etnis Tionghoa masih dirasakan
terkait dengan status kewarganegaraan. Ia juga mengaku khawatir dengan
kebijakan ekonomi ke depan di bawah koordinasi cawapres, Jusuf Kalla.
''Kami berharap pemerintahan baru bisa bertindak adil terhadap semua
komponen bangsa tanpa membedakan etnis, agama, dan sebagainya,''
tambah Benny.
Tentang peluncura dan bedah buku Benny menyatakan, hal itu merupakan
upaya meluruskan sejarah. Dalam sejarah Indonesia peran etnis Tionghoa
dilupakan atau sengaja dilupakan. Dalam sejarah Indonesia, etnis
Tionghoa pernah menjadi sasaran dari budaya kekerasan dan
berdarah-darah, yang mencapai puncaknya pada Mei 1998.
''Kita harus belajar dari sejarah. Kejadian gelap di masa lalu
hendaknya tidak terulang kembali dan budaya berdarah-darah seperti
kasus Aceh, Poso, dan Ambon hendaknya segera dihentikan,'' kata Benny.
Sementara itu, Bondan Winarno meminta agar pemimpin bangsa yang baru
bisa meluruskan sejarah. Salah satu sejarah yang minta diluruskan
adalah tentang peran kaum Tionghoa dalam kehidupan kebangsaan.
Misalnya peran kaum Tionghoa dalam menyebarluaskan Agama Islam di
tanah Jawa dan kepeloporan mereka dalam mempromosikan bahasa Indonesia.
Bondan mempertanyakan mengapa terjadi pembunuhan besar-besaran
terhadap kaum Tionghoa di Indonesia setidak-tidaknya dua kali dalam
era kolonial Belanda dan masih juga terjadi pada masa kemerdekaan.
Bondan juga mempertanyakan mengapa kejadian itu disebut secara sambil
lalu dalam pelajaran sejarah. Khusus mengenai buku "Tjamboek Berdoeri
Indonesia Dalem Api dan Bara" dalam kolom Suara Pembaruan, Bondan
pernah menulisnya yang ternyata bernama asli "Kwee Thiam Tjing" yang
merupakan salah satu perintis para penulis Tionghoa. Buku tersebut
diterbitkan ulang atas prakarsa Ben Anderson.
Hampir 40 tahun melalui sebuah penelitian, akhirnya Ben Anderson
menemukan bahwa Tjamboek Berdoeri Indonesia Dalem Api dan Bara "
adalah seorang yang bernama asli Kwee Thiam Tjing, tetapi sayang
ketika ditemukan dia sudah lama meninggal. Dia meninggal pada tahun
1974 tanpa seorang pun tahu bahwa seorang kolumnis besar telah tiada
(A-16).
http://
1 komentar:
bukunya masi ada ini?mau dong
Posting Komentar
Jangan lupa menuliskan sedikit komentar ya....? banyak juga boleh..........thanks.....