MAAF, SUDAH TERJUAL by MAHFUDZ MALANG
Judul: FORREST GUMP
Penulis: Winston Groom edisi Indonesia
PENERBIT: PT Gramedia Pustaka Utama
Jakarta, 1995
Cetakan ke empat juni 1995
Harga : Rp. 15.000
Forrest Gump, Braveheart dan Gladiator. Tiga film ini banyak ngisahin tentang cinta dan hidup yang gak pernah terbatas oleh apapun, bahkan kematian sekalipun. And I buy it, gue percaya itu -bahkan sampe saat gw nulis ini.
Hidup berjalan terus, meski kadang kita selalu terpaku pada hal-hal yang rutin atau remeh sekalipun. Bagi sebagian orang, hal tertentu bisa jadi hal yang remeh atau bahkan penting buat mereka dan begitu juga sebaliknya. Buat gw yang masih fresh saat itu, liat film-film tadi jadi inget sama pameo ”selalu ada wanita hebat dibalik pria yang tangguh”. Pria jadi hebat dan tangguh karena ada major obstacle yang menghalangi cinta dan hidupnya –salah satunya ya… disebabkan oleh wanita.
Tadinya gw selalu menganggap kisah di film-film itu paling nggak sesuai dengan aslinya. Sampai akhirnya gw baca cerita-cerita versi lain tentang ketiga film tadi. Ternyata… kenyataan atau faktanya berbeda jauh dengan alur cerita aslinya. Andaikan ada kemiripan mungkin hanya pada kisah sejarahnya aja. Tentang cinta dan hidup, kayaknya itu lebih kedengeran utopia lah. Kalo kata temen gw, “Cinta mati? Pret!… cuma mimpi”. Kalo menurut gw? Tergantung…
Forrest Gump, aslinya dikarang sama Winston Groom ditahun 1985 yang kemudian diadaptasi ke bentuk film tahun 1994. Dibintangin sama Tom Hanks, Robin Wright Penn, Gary Sinise dan Sally Field. Film ini sukses secara komersial dengan mengantongi pendapatan sebesar US$ 677 juta dari seluruh dunia -karena hal ini pula sequel dari film Forrest Gump tidak akan pernah ada karena Paramount tidak membayarkan bagian Groom dari hasil penjualan film tersebut, judul novel lanjutan dari Forrest Gump adalah, Gump and Co. Film ini dianugerahi 13 nominasi Academy Award, dan memenangkan 6 diantaranya termasuk, Best Picture, Best Director (Robert Zemeckis), dan Best Actor (Tom Hanks).
Forrest Gump ini ngisahin tentang bagaimana orang yang lugu (bukan lutung gunung) dengan seluruh keterbatasan yang dia punya –Forrest memiliki IQ rendah, 75- menjalani hidupnya yang luar biasa -remarkable, parodi mulai dari ketemu penggede-penggede AS (JFK, LBJ, R. Nixon), ngasih ide gaya nari buat Elvis, ngasih ide buat lagunya John Lennon – Imagine, menikah dengan Jenny Curran -wanita yang dicintainya untuk pertama dan terakhir kali, sampe ketidaktanggapan masyarakat tentang sesuatu yang menjadi signifikan nilainya di masa depan, inget dong waktu Letnan Dan (bekas komandannya di Vietnam) yang ngebeliin Forrest saham Apple Computer sebelum perusahaan itu setenar sekarang. Forrest bilang, “He got me invested in some kinda fruit company”. Lewat usahanya yang keras dan kemujuran yang menyertainya, Forrest yang lugu –kalo ga’ boleh dibilang idiot- dapat melewati hidupnya dengan indah. Filmnya dimulai dengan adegan sebuah bulu angsa yang terbang kesana kemari, melayang ditiup angin. Tentang bulu angsanya sendiri, menurut gw, itu gambaran dari cerita anak itik buruk rupa yang berubah menjadi angsa cantik saat dewasa –refleksi dari hdupnya Forrest Gump. Sampai kemudian Forrest duduk di sebuah kursi dengan seorang wanita dan ia menawarkan coklatnya lalu mengucapkan Quote-nya yang terkenal itu , “My mama always said life was like a box of chocolates. You never know what you’re gonna get”.
Whiiii hebaaat! Itu kata yang pas buat gambarin filmnya, kesannya hebat banget. Tetapi pas tahu isi novelnya ternyata… hebat juga, hebat untuk versi sebuah novel -imaginatif. Groom mungkin –kalo gw boleh bilang, menggambarkan realita yang lebih nyata buat tokoh Forrest ini. Karena hidup tidak selalu dalam jalan yang lurus, kadang kita harus berbelok atau memutar untuk kemudian, mungkin tetap pada jalan itu atau kembali pada jalan sebelumnya, ya… karena hidup sekumpulan pilihan. Tokoh Forrest di novel berbeda jauh dengan versi filmnya termasuk sisi romantisnya –beda tipis lah. Terus Apa aja bedanya? Pertama, Forrest ga’ pernah bilang quote yang diatas, dalam novel aslinya Forrest bilang, “Being an idiot is no box of chocolates”. Waktu Forrest nanya sama ibunya kemana ayahnya pergi (di film), ibunya jawab,”Oh, ayahmu sedang pergi berlibur”. Dan ibunya menggambarkan kata berlibur itu dengan “berlibur adalah ketika kamu pergi ke suatu tempat… dan gak pernah kembali lagi”. Dalam novel diceritakan bahwa ayah Forrest meninggal karena ketiban pisang setandan . Ibunya juga gak pernah ”bercinta” dengan kepala sekolah supaya Forrest bisa masuk sekolah biasa (bukan SLB).
Di novel, tokoh Forrest sebenarnya tidak digambarkan idiot sepenuhnya, ia digolongkan dalam idiot savant yang punya kemampuan hebat dalam berhitung ataupun matematika, contohnya, ketika Forrest dapat nilai A untuk mata kuliah Praktek Fisika dan nilai F untuk Ilmu Fisika (teori). Forrest emang idiot dalam beberapa hal tapi dia juga luar biasa hebat dalam hal-hal tertentu. Dalam buku novel itu juga diceritain kalo Forrest tidak menikahi Jenny. Tapi itu karena Jenny telah menikah dengan orang lain, kata-katanya ketika ia mendengar Jenny menikah, ”A part of me seemed to die when I heard it” -Kelihatannya sebagian dari diriku mati ketika mendengar hal itu, alaaamak… mana mungkin kata begini keluar dari mulut orang idiot, tapi idiot kayak gue ngerasain juga kayak gitu ( . Tapi Forrest ini tokoh yang hebat, daripada larut dalam kesedihan dia milih nyemplung dalam kerja dan jadi makmur dalam hidupnya –kasarnya, kayak emaknya Cui bilang, ”eh tong mana ade anak perawan mau ama pengangguran gak gablek duit! Makanye cari kerja… kalo udah banyak duitnye, tinggal pilih tuh, bererot yang minta dilamar… –busyet deh Cui..! Forrest emang pernah hidup bareng dan gabung dengan Jenny di band “The Cracked Eggs”. Alasan Forrest ga’ nikahin Jenny juga karena dia mikirin si Forrest kecil (anaknya) gimana nanti hidupnya kalo dia punya bapak yang idiot –Forrest penah bilang,”I’m not a smart man, but I know what love is”. Jenny juga gak kena AIDS dan gak mati (pas di sequelnya baru si Jenny mati).
Apa lagi bedanya? Forrest gak pernah ketemu Letnan Dan sebelumnya, itu artinya komandan Forrest bukan Letnan Dan. Dia baru ketemu Letnan Dan di sebuah rumah sakit Vietnam. Letnan Dan juga bukan tentara aktif tetapi cuma guru gambar, dia juga ga’ pengen mati di sebuah pertempuran, sebetulnya maksudnya dia itu, cuma seperti sebuah filosopi yang sering orang Indonesia bilang ”Daripada hidup berkalang tanah lebih baik mati… apa gitu gw lupa”. Parahnya lagi, Bubba yang di filmnya orang kulit hitam, di dalam novelnya Bubba ternyata orang kulit putih. Lagian dalam novelnya Forrest gak seaktif di film, dia gak nangkep udang pake kapal tapi punya peternakan udang yang dia pelajarin dari sahabatnya yang orang Vietnam dan hidupnya sukses karena itu. Dalam buku itu juga diceritain bahwa Forrest punya banyak petualangan yang gak diceritaiiin dalam film, contohnya, menyelamatkan Mao Tze Dong dari tenggelam di Sungai YangTze (memparodikan penampilan Mao yang berenang di depan umum). Forrest juga jadi seorang astronot yang terdampar di sebuah pulau kecil berhutan di New Guinea. Dia tinggal dengan seorang kru bernama Mayor Janet Fritch dan seekor orangutan jantan yang dipanggil Sue. Forrest juga jadi pegulat profesional dan punya nama alias “The Dunce”, jadi juara catur, dan bahkan membintangi film The Creature from the Black Lagoon dengan bintang film Raquel Welch (sebagai creature-nya).
Di film, Forrest digambarkan orang yang selalu bisa tampil lugu, menjaga kesopanan, ramah dan bersih dari aktifitas negatif, namun dalam novelnya gambaran itu jauh berbeda. Forrest adalah penghisap ganja dan akhirnya lebih memilih merokok tembako. Pada akhirnya Forrest meninggalkan semua kru yang telah membantunya menjalankan bisnis dan lebih memilih hidup bersama dengan Letnan Dan dan Sue. Tapi semua hartanya diberikan kepada Jenny, ibunya dan seluruh kru. Untuk kemudian memulai lagi petualangan barunya. Tinggal sama orang cacat dan orang utan, jadi pengamen lagi, ada yang lebih gila, romantis dan seimajinatif dari ini?
Pertanyaannya gimana kalo novel Forrest Gump diambil bener-bener plug (percis) sama novelnya. Menurut gw justru seru bin menarik dan mungkin aja sisi romantisnya jadi kurang gitu. Kebanyakan orang lebih seneng nonton sebuah adegan manis tapi kadang banyakan sih ngibul. Misalnya, kayak cinta yang ga’ kesampaian atau andaikan kesampaian someone must die, dan si cowok tahu jadi hebat atau pahlawan, gayanya Hollywood gitu lho. Atau irama seperti, you found, and you lost, and finally you found again… and then you lost sadly… Kebanyakan orang berharap bahwa itu terjadi pada dirinya… Weeei cinta yang hebat. Tapi abis pulang bioskop mata lo udah belanja lagi… Cewek/cowok lo masih disamping coy! Give a break lah.
Real love kan gak harus kayak gambarannya Hollywood. Tapi siapa yang tahu sih kalo real love itu ada, orang kan berubah dari waktu ke waktu? Tapi siapa juga yang tahu kalo emang ada yang (bro/sis) ngalamin gitu –congrate lah dari gw? Yah kalo gw boleh berutopia, gw lebih seneng jatuh cinta setiap hari pada cewek yang sama, dari pada gue makin, tetap atau gak/kurang mencintai cewek yang sama. Karena apa? rasanya… beda coy.
Kalo orang baru pacaran atau apalah namanya yang menggambarkan hal itu, pasti mesra. Kalo udah lama, gw yakin takaran cinta makin turun, kadang kalo lo liat pasangan suami istri lebih keliatan seperti adik-kakak daripada sepasang kekasih –I hate to see this.
Kalo orang baru pacaran atau apalah namanya yang menggambarkan hal itu, pasti mesra. Kalo udah lama, gw yakin takaran cinta makin turun, kadang kalo lo liat pasangan suami istri lebih keliatan seperti adik-kakak daripada sepasang kekasih –I hate to see this.
Tapi seperti kata Forrest (dalam film) lagi, “I don’t know if Mama was right or whether it was Lieutenant Dan. I don’t know if we each have a destiny laid out for us, or if we’re all just floating around on a breeze accidental-like; but maybe it’s a little of both”. Ya, gw setuju. Setiap kita punya nasib yang berbeda atau mungkin juga hidup kita cuma mengikuti kemana angin bertiup, atau mungkin sedikit campuran dari dua hal itu. Nah lo pilih yang mana ikut filmnya apa novelnya? tapi sebelum itu, Gua cuma ngingetin satu kata lagi yang bagus dari Forrest –terutama buat gw sendiri, ”My mama always said you got to put the past behind you before you can move on”.
0 komentar:
Posting Komentar
Jangan lupa menuliskan sedikit komentar ya....? banyak juga boleh..........thanks.....