HARGA: Rp.35.000 (blum ongkir)
kondisi: segel plastik
Pengarang : Pramoedya Ananta Toer
Penerbit : Lentera Dipantara
Jumlah Halaman : 94
Cetakan I : Juli 2003
Cetakan II : Juni 2006
Cetakan III : Mei 2007
Cetakan IV : Maret 2009
Cetakan V : Februari 2010
Satu lagi buku hasil tangan Pramoedya Ananta Toer yang saya baca, yaitu Cerita Calon Arang. Sebuah cerita dongeng yang ditulis oleh Pram ini bertutur tentang seorang wanita penyihir yang harus menghadapi seorang pertapa sakti.
Seperti yang
dituturkan oleh pihak penerbit, Lentera Dipantara, dongeng merupakan
salah satu cara dibangunnya suatu peradaban, jauh sebelum kertas
ditemukan oleh Tsai’Lun dan mesin cetak ditemukan oleh Gutenberg. Dongeng menjadi medium lisan yang berkembang di Nusantara
yang berurat akar dalam kesdaran subjek-subjek masyarakatnya. Dongeng
jauh dari sifat ilmiah (tidak disertai dengan akurasi waktu dan tempat).[1]
Oleh karena itu, dongeng, yang kini telahdicetak dalam medium tulisan
demi menjaga ingatan akan dongeng itu sendiri, menjadi salah satu bacaan
ringan yang sarat dengan pesan-pesan yang membangun.
Cerita Calon Arang mengisahkan
tentang kehidupan seorang perempuan tua yang memiliki hati yang jahat,
penuh kedengkian, yang hobinya meneluh orang lain dengan kekuatan
sihirnya. Semua musuh-musuhnya dibabat habis dengan mantra hitamnya,
bahkan hampir seluruh masyarakat yang berada di wilayah kekuasaan Raja Airlangga
juga menerima imbas dari perbuatannya tersebut. Pramoedya sendiri
menuturkan bahwa cerita ini dikarang pada tahun Saka 1462, di mana
cerita ini memperlihatkan bahwa pengaruh kepercayaan kuno tidak
terlampau terikat dengan kepercayaan Hindu-Jawa pada masanya.[2]
“Tulisan lama naskan ini ada dua macam, yaitu yang berasal dari Jawa dan telah diterjemahkan ke dalam bahasa Belanda oleh R. Ng. Purbatjaraka dalam Bijidr. K. I deel 82 hlm 110-180, kemudian dimacapatkan (dilagukan) oleh Raden Wiradat dan diterbitkan oleh Balai Pustaka pada tahun 1931 (seri buku no. 942). Yang lain cerita Calon Aran yang berasal dari Bali. Antara kedua cerita ini terdapat perbedaan sediri, tetapi tak perlu benar dipanjang-lebarkan.” [Pramoedya Ananta Toer, 1954]
Nama-nama tokoh yang ada dalam cerita ini
merupakan tokoh-tokoh sejarah yang memiliki pengaruh besar dalam
sejarah kerajaan Hindu di Jawa. Seperti Empu Baradah, yang merupakan
seorang pujangga atau pendita yang hidup pada masa Raja Airlangga
berkuasa di Jawa Timur dari tahun 1019 hingga 1042 Masehi.
“Mpu Bharadah semasa hidupnya sangat dihormati, ternyata dari pemasangan arca raja Kertanegara (Mahasobhva atau Joko Dolok) di Wurare, sebagai penghormatan atau peringatan jasa Mpu tersebut.” [Pramoedya Ananta Toer, 1954]
Hal yang serupa juga disampaikan oleh Prof. Dr. Purbatjaraka, yang juga dikutip oleh Pram sendiri dalam kata pengantarnya:
“dengan sendirinyalah bahwa tempat itu dulunya tempat kediaman Mpu Bharadah” [Prof. Dr. Purbatjaraka, Bahasa dan Budata ii-III, Desember, 1954, hlm.32-33)
Tempat terjadinya peristiwa-peristiwa dalam cerita ini adalah Negara Daha.
Daha merupakan sebuah Negara yang makmur sebelum malapetaka yang dibawa
oleh Calon Arang menimpa semua masyarakat. Di sebuah dusun bernama
Girah, tinggallah seorang perempuan tua bernama Calon Arang bersama
murid-muridnya, mempelajari dan mendalami ilmu hitam. Calon Arang
memiliki seorang putri yang tidak laku (tidak ada seorangpun yang
melamar dirinya) karena ketakutan orang lain terhadap Calon Arang. Hal
ini membuat Calon Arang marah sehingga dia melakukan suatu aksi dengan
menebar penyakit ke seluruh masyarakat di Daha. Semenjak itu lah, Negara
Daha mengalami masa suramnya. Dalam cerita ini, Calon Arang digambarkan
sebagai sosok yang begitu menakutkan, bengis, dan tak kenal ampun. “Ia
senang menganiaya sesama manusia, membunuh, merampas, dan menyakiti.
Calon Arang berkuasa. Ia tukang teluh dan punya banyak ilmu ajaib untuk
membunuh orang…,” begitu yang digambarkan oleh Pramoedya Ananta Toer
dalam cerita ini. Karena begitu sarkasnya penggambaran Calon Arang oleh
Pramoedya Ananta Toer─“murid-muridnya dipaksa berkeramas, berkeramas
dengan darah manusia, yang karena itu rambut murid-muridnya umumnya
gimbal-gimbal; yang kalau mereka sedang berpesya tak ubahnya dengan
sekawanan binatang buas, takut orang melihatnya yang jika ketahuan
mengintip orang itu akan diseret ke tengah pesta dan dibunuh dan
darahnya dipergunakan berkeramas…”─Pramoedya dituding oleh banyak
aktivis perempuan terkait dengan masalah gender; memojokkan kaum
perempuan.[3]
Suatu saat di dalam cerita ini,
kebengisan dan kekejaman Calon Arang terhadap seluruh masyarakat Negara
Daha nantinya akan ditumpas oleh seorang pertapa, bernama Mpu Baradah.
Dia adalah seorang yang saleh, yang tinggal di Lemah Tulis. Mpu Baradah
memiliki seorang putri yang cantik jelita dan baik budi, yang memiliki
kepintaran dan kesalehan sama dengan ayahnya. Dalam cerita tersebut,
putri Baradah, Wedawati, nantinya menjadi seorang pertapa wanita.
Mengenai tempat tinggal Mpu Baradah,
yaitu Lemah Tulis, dalam Pengantar Penulis di buku yang say abaca
tersebut, Pramoedya Ananta Toer memberikan penjelasan tentang
asal-muasal daerah yang bernama Blora.
“Perkataan Wurare terdiri dari Bhu = tanah, sedarng rare =berarti anak. Karena itulah tempat itu bisa juga disebut Lemah –putra, di mana Lemah artinya juga tanah. Lama-kelamaan Lemah –putra disebut Lemah-patra. Karena patra searti dengan tulis, surat dan citra, maka timbullah pernamaan seperti Lemah-tulis, Lemah-citra. Di dalam cerota Calon Arang sendiri disebutkan bahwa tempat Mpu Bharadah adalah di Lemah-tulis, demikian pula disebukan dalam kitab Nagarakretagama.Kata Wurare yang sebenarnya adalah Wurara. Dan oleh mulut rakyat yang kurang memahami bahasa, nama ini berubah-ubah menjadi Wrura, Wlura, Blura, akhirnya kini menjadi Blora. Jadi tempat kediaman Mpu Bharadah adalah Blora pada waktu sekarang.” [Pramoedya, 1954]
Bagi saya sendiri, Cerita Calon Arang ini
adalah cerita yang sangat menghibur. Penyajiannya memang benar-benar
seperti dongeng, di mana cara penyampaian cerita (tutur bahasanya)
seperti halnya ketika saya mendengar dongeng di Taman Kanak-kanak
dahulu. Namun yang menjadi nilai lebih, terutama bagi saya yang
membacanya saat ini, adalah cerita dongeng bukanlah sekadar cerita
biasa, tetapi juga memiliki banyak pesan yang baik dan nuansa ilmu
pengetahuan sejarah. Dalam cerita ini, kita disadarkan kembali oleh
Pramoedya Ananta Toer bahwa kita harus memberikan pertolongan kepada
siapapun yang membutuhkan pertolongan, meskipun seseorang itu adalah
suatu pribadi yang jahat. Orang yang jahat sejatinya adalah seorang yang
membutuhkan pertolongan kita. Karakter Calon Arang dan Mpu Baradah
mewakili pesan-pesan tersebut.
“Semua manusia bersaudara satu sama lain. Karena itu tiap orang yang membutuhkan pertolongan harus memperoleh pertolongan. Tiap orang keluar dari satu turunan, karena itu satu sama lain adalah saudara.”- Pramoedya Ananta Toer
Mengenai permasalah gender yang dikritik
oleh banyak aktivis perempuan, bagi saya sendiri dalam cerita ini
bukanlah masalah. Tergantung bagaimana kita melihat masalah tersbeut.
Seperti yang disampaikan oleh penerbit, Lentera Dipantara, “Tapi
bukankah patriarch adalah segugusan nilai dan nilai itu bisa
bercokol di hati siapa saja, di kepala siapa saja. Ia tidak mengenal
apakah ia laki atau perempuan. Siapa saja bisa terjangkit olehnya.
Bagaimanapun, cerita ini tetapi menjadi
cerita yang indah, penuh nuansa sejarah,dengan adegan-adegan yang
menegangkan. Saya menganjurkannya untuk dibaca oleh para remaja dan
mahasiswa, juga kepada pemuda dan orang-orang yang lebih tua. Selain
untuk hiburan, buku ini juga merangsang kita untuk mengulik lagi
pelajaran tentang sejarah kerajaan Hindu Budha di Nusantara.
[1] Lihat “Dari Lentera Dipantara”, pengantar dari penerbit dalam buku Cerita Calon Arang, terbitan Lentera Dipantara, Jakarta, tahun 2003, hlm.3
[2] Lihat “Pengantar Penulis”, dalam Cerita Calon Arang, terbitan Lentera Dipantara, Jakara, tahun 2003, hlm.3
[3] Op cit., hlm.4-5
SUMBER ARTIKEL: http://manshurzikri.wordpress.com/2010/11/20/cerita-calon-arang-yang-membutuhkan-pertolongan-harus-memperoleh-pertolongan/
SUMBER ARTIKEL: http://manshurzikri.wordpress.com/2010/11/20/cerita-calon-arang-yang-membutuhkan-pertolongan-harus-memperoleh-pertolongan/
0 komentar:
Posting Komentar
Jangan lupa menuliskan sedikit komentar ya....? banyak juga boleh..........thanks.....