Terjual
Harga: Rp.200 rb (blum ongkir)
Jilid I Dikerdjakan oleh: SIMAN WIDYAMANTA (146 halaman) cet ke-2 tahun 1962 & jilid II cetakan -1 (134 halaman) tahun 1958
Kondisi: Lumayan
KITAB ADIPARWA
BAB I
Menceritakan isi dan ringkasan tiap-tiap parwa dalam Mahabarata, serta berisi tentang peperangan keluarga Korawa dan Pandawa yang terkenal dengan nama Bharatayudha. Diceritakan juga tentang Begawan Bhisma yang menjadi senopati Kurawa selama 10 hari, dangyang Drona (Dorna) selama 5 hari yang dikalahkan oleh Dhrestojumeno, senapati Pandawa. Lalu sang Karna menggantikan selama 2 hari dan dikalahkan oleh sang Arjuna. Kemudian sang Salya menggantikan hanya setengah hari, dikalahkan oleh sang Yudhistira. Sedangkan pada sore harinya sang Duryudhana dikalahkan oleh sang Bhima.
BAB II
Menceritakan sang Srutasena melangsungkan korbn atas perintah maharaja Janamejaya. Saat itu seekor anjing bernama Sarameya putra begawan Pulaha dan sang Sarama, datang untuk melihat korban. Tapi sang Srutasena memukul anjing tersebut. Sang Sarama datang mengutuk Maharaja bahwa korbannya tidak akan sempurna. Untuk mencabut kutukan itu, Maharaja mencari dan mendapatkan Brahmana sakti ayah dan anaknya, yaitu sang Srutasrawa dan Somasrowa.
BAB III
Menceritakan begawan Dhonya yang menguji kesetiaan ketiga muridnya, yaitu sang Arunika, sang Utamanyu, dan sang Weda. Sang Arunika disuruh untuk bersawah. Akan tetapi air bah datang merusak pematang sawahnya dan menggenangi bibit-bibitnya. Berulang kali pematang diperbaiki tapi berulang kali pula rusak. Maka sang Arunika menggunakan badannya untuk menahan air bah sebagai pengganti pematang sepanjang siang dan malam. Akhirnya sang Arunika dianugerahi mantra sakti oleh gurunya.
Sang Utamaya lebih menderita lagi. Ia yang seorang pengemis dilarang meminta-minta ketika mengembala lembu. Selain itu juga dilarang meminum sisa air susu waktu anak lembu menyusu pada induknya. Sang Utama akhirnya hanya minum getah waduri yang menyebabkannya menjadi buta. Namun sang Utama juga mendapat anugera berkat kesetiaan dan ketaatannya kepada perintah gurunya. Demikian pula sang Weda yang tidak kalah menyedihkan penderitaannya.
BAB IV
Menceritakan asal mula yang Agni (api) yang makan segala sesuatu tidak memilih barang apa yang dibakarnya. Hal ini akibat kutukan begawan Bhregu, karena menjadi saksi dusta atas peristiwa sang Pulomo, yang dulu telah diserahkan kepada sang Duloma raksasa yang meminta isteri sang Bhregu. Akhir cerita ini yaitu tentang sang Ruru yang menyerahkan setengah umurnya kepada kekasihnya yang mati digigit ular, untuk bisa hidup kembali.
BAB V
Menceritakan sang Astika, pahlawan para naga yang menyelamatkan mereka, terutama naga Taksaka dari korban ular. Sang Astika merupakan putra sang brahmana Jaratkaru. Pada awalnya Jaratkaru bertekad untuk tidak akan kawin. Akan tetapi ketika melihat leluhurnya berada diantara surga dan neraka, karena surga tidak dapat diperoleh oleh orang yang tidak mempunyai keturunan, maka sang Jaratkaru mencari isteri yang namanya sama dengannya. Akhirnya ia beristerikan Nagini, adik para naga yang diberi nama Jaratkaru, karena mereka tahu, bahwa brahmana itulah yang akan menurunkan pahlawan bagi mereka.
BAB VI
Menceritakan sang Winata dan sang Kadru bertaruh atas kuda Ukaihsrawa yang menyebabkan sang Winata menjadi budak sang Kadru. Sang Winata akhirnya dibebaskan oleh sang Garuda, anaknya dan sebagai syaratnya adalah Amarta. Dalam bab VI ini diceritakan juga asal mula ular mempunyai lidah yang bercabang dan sang Garuda menjadi kendaraan batara Wisnu.
BAB VII
Menceritakan usaha para naga menghindarkan diri dari hukuman korban ular yang telah pernah dikutuk ibunya sendiri. Pendapat yang terbaik adalah pendapat Alipatra, bungsu para naga, karena ia ingat bahwa yang akan membebaskan kutukan itu sang Jaratkaru. Pada waktu itulah sang Basuki, pemimpin para naga menyerahkan adiknya, Nagini kepada sang Jaratkaru untuk diperisterinya.
BAB VIII
Menceritakan maharaja Pariksit yang meninggal karena digigit naga Taksaka atas perintah sang Srenggi, karena perbuatan maharaja mengganggu begawan Samiti, ayah sang Srenggi, dengan mengalungi bangkai ular. Peristiwa inilah yang menyebabkan adanya korban ular oleh sang maharaja Janamejaya, putra maharaja Pariksit.
BAB IX
Menceritakan keadaan dan kesudahan korban ular, sesudah sang Astika mengambil bagian dalam hal ini.
BAB X
Menceritakan penjelmaan para dewa yang kemudian menurunkan para Kurawa dan Pandawa, dimulai dari asal-usul dan kelahiran sang Durgandini dan saudaranya yang kemudian bernama Maswowati, raja di negara Wirata. Diteruskan juga dengan cerita sang Sakuntala yang kemudian berputra sang Bharata, dan menurunkan keluarga Bharata.
BAB XI
Menceritakan mantra sakti yang dapat menghidupkan orang yang sudah mati, bahkan yang sudah menjadi abu sekalipun. Diceritakan juga bahwa maharaja Jayati memperisteri putra sang pendeta Sukra. Tetapi juga mengambil budaknya sebagai isteri kedua, sehingga mendapat kutuk dari mertuanya yang menyebabkannya menjadi tua sebelum waktunya. Tetapi putranya, sang Puru sanggup mengganti kutukan itu. Sehingga sesudah 1000 tahun akan kembali menjadi muda, maka sang maharaja Jayati kembali menikmati masa mudanya.
BAB XII
Menceritakan silsilah sang Pandawa dan Korawa, mulai dari sang Puru beristeri sang Kosalya, berputra sang Janamejaya yang beristeri tiga orang. Juga Kuru yang membuat tegal Kurusetra. Sampai pada Hasti yang membuat negara Hastinapura, kemudian sampai pada nama Pratipa, Santanu, Bhisma, Abiyasa, akhirnya sampai Korawa dan Pandawa. Diceritakan juga tentang penjelmaan Astabasu, yang seorang diantaranya menjadi sang Bhisma itu. Juga diceritakan kematian sang Ambo oleh sang Dewabrata (Bhisma) dengan tidak sengaja. Juga tentang kebesaran jiwa sang Bhisma meninggalkan wanita untuk selamanya agar ayahnya, maharaja Santanu dapat kawin dengan Gandhawati.
BAB XIII
Menceritakan penjelmaan yang Yama menjadi sang Widura karena dahulu telah menjatuhi hukuman kepada anak yang belum berumur 14 tahun. Karena itu yang Yama dikutuk oleh para brahmana menjelma menusia yang mempunyai cacat pincang sedikit.
BAB XIV
Menceritakan kelahiran Korawa dan Pandawa dan kedua keluarga itu sewaktu masih kanak-kanak. Diceritakan juga bahwa perbuatan sang Bhima selalu menimbulkan amarah sang Korawa, sehingga Korawa selalu berusaha untuk memusnahkan mereka. Demikian pula tentang bergurunya kedua keluarga itu kepada sang resi Durna serta pertandingan kesaktian yang menyebabkan sang Karna dinobatkan menjadi raja di negara Ngawangga (Angga).
BAB XV
Menceritakan sang Pandawa berdiam di Wanamarta. Di sanalah mereka menempati rumah damar (bale segolo-golo), yang dibuat oleh Korawa dengan maksud untuk meleburkan keluarga Pandawa dengan jalan membakar rumah mereka.
Lepas dari rumah damar itu Pandawa masuk hutan belantara. Di sanalah sang Bhima dapat membunuh raksasa Hidimba serta mengawini adiknya si Hidimbi (Arimbi). Demikian pula kelahiran sang Gatotkaca dari perkawinan itu. Akhirnya diceritakan juga raja raksasa pemakan manusia sang Baka yang mati di tangan sang Bhima.
BAB XVI
Menceritakan sang Pandawa pergi ke Pancala ikut dalam sayembara dan berhasil memperoleh sang Dropadi (Durpadi). Dalam rangkaian cerita ini, diceritakan pula tentang kelahiran sang Parasara (Pancawala) yang sudah tidak lagi menemui ayahnya, karena sudah mati dimangsa raja Sodha yang sudah kerasukan raksasa Kingkara, dan berakhir dibagi duanya negara Hastina untuk diserahkan kepada keluarga Korawa dan Pandawa.
BAB XVII
Menceritakan sang Arjuna masuk hutan selama 12 tahun karena merasa melanggar perjanjian dengan sanak saudaranya yang disaksikan oleh batara Narada. Oleh karena itu atas kerelaannya sendiri ia masuk hutan. Di sanalah ia bertemu dengan Ulupuy dan dewi Citragandha putri maharaja Citradahana, kemudian memperisteri mereka. Dan pada bagian ini diceritakan pula tentang perkawinan sang Arjuna dengan Subadra, adik batara Kresna.
BAB XVIII
Menceritakan lahirnya Abimanyu sampai terbakarnya hutan Khandawa, tempat persembunyian naga Taksaka sahabat sang Indra. Karena itu sang yang Agni minta pertolongan sang Kresna dan sang Arjuna supaya menjaga api pembakaran dan menghabiskan segala makhluk yang akan melarikan diri dari tempat itu. Dalam peristiwa pembakaran itulah terdapat empat ekor anak burung puyuh yang karena permohonan ayahnya kepada yang Agni waktu meninggalkan hutan itu, mendapat selamat dan terlepas dari pembakaran tersebut.
Sebagaimana kisah induknya, Mahabharata, kitab Adiparwa ini semula dituliskan dalam bahasa Sanskerta dan dianggap sebagai cerita suci bagi pemeluk agama Hindu. Tidak tercatat kapan persisnya kisah ini masuk ke Indonesia. Akan tetapi, sebagaimana disebutkan dalam bagian pendahuluan Adiparwa versi Jawa Kuna, kitab ini telah disalin ke dalam bahasa Jawa kuna atau juga dikenal sebagai bahasa Kawi pada masa pemerintahan Raja Dharmawangsa Teguh (kerajaan Kediri, tahun 991-1016) (Zoetmulder, 1994).
SUMBER ARTIKEL sy ambil dari: http:// wazana-wazana.blogspot.com/ 2010/12/kitab-adiparwa.html
Harga: Rp.200 rb (blum ongkir)
Jilid I Dikerdjakan oleh: SIMAN WIDYAMANTA (146 halaman) cet ke-2 tahun 1962 & jilid II cetakan -1 (134 halaman) tahun 1958
Kondisi: Lumayan
KITAB ADIPARWA
BAB I
Menceritakan isi dan ringkasan tiap-tiap parwa dalam Mahabarata, serta berisi tentang peperangan keluarga Korawa dan Pandawa yang terkenal dengan nama Bharatayudha. Diceritakan juga tentang Begawan Bhisma yang menjadi senopati Kurawa selama 10 hari, dangyang Drona (Dorna) selama 5 hari yang dikalahkan oleh Dhrestojumeno, senapati Pandawa. Lalu sang Karna menggantikan selama 2 hari dan dikalahkan oleh sang Arjuna. Kemudian sang Salya menggantikan hanya setengah hari, dikalahkan oleh sang Yudhistira. Sedangkan pada sore harinya sang Duryudhana dikalahkan oleh sang Bhima.
BAB II
Menceritakan sang Srutasena melangsungkan korbn atas perintah maharaja Janamejaya. Saat itu seekor anjing bernama Sarameya putra begawan Pulaha dan sang Sarama, datang untuk melihat korban. Tapi sang Srutasena memukul anjing tersebut. Sang Sarama datang mengutuk Maharaja bahwa korbannya tidak akan sempurna. Untuk mencabut kutukan itu, Maharaja mencari dan mendapatkan Brahmana sakti ayah dan anaknya, yaitu sang Srutasrawa dan Somasrowa.
BAB III
Menceritakan begawan Dhonya yang menguji kesetiaan ketiga muridnya, yaitu sang Arunika, sang Utamanyu, dan sang Weda. Sang Arunika disuruh untuk bersawah. Akan tetapi air bah datang merusak pematang sawahnya dan menggenangi bibit-bibitnya. Berulang kali pematang diperbaiki tapi berulang kali pula rusak. Maka sang Arunika menggunakan badannya untuk menahan air bah sebagai pengganti pematang sepanjang siang dan malam. Akhirnya sang Arunika dianugerahi mantra sakti oleh gurunya.
Sang Utamaya lebih menderita lagi. Ia yang seorang pengemis dilarang meminta-minta ketika mengembala lembu. Selain itu juga dilarang meminum sisa air susu waktu anak lembu menyusu pada induknya. Sang Utama akhirnya hanya minum getah waduri yang menyebabkannya menjadi buta. Namun sang Utama juga mendapat anugera berkat kesetiaan dan ketaatannya kepada perintah gurunya. Demikian pula sang Weda yang tidak kalah menyedihkan penderitaannya.
BAB IV
Menceritakan asal mula yang Agni (api) yang makan segala sesuatu tidak memilih barang apa yang dibakarnya. Hal ini akibat kutukan begawan Bhregu, karena menjadi saksi dusta atas peristiwa sang Pulomo, yang dulu telah diserahkan kepada sang Duloma raksasa yang meminta isteri sang Bhregu. Akhir cerita ini yaitu tentang sang Ruru yang menyerahkan setengah umurnya kepada kekasihnya yang mati digigit ular, untuk bisa hidup kembali.
BAB V
Menceritakan sang Astika, pahlawan para naga yang menyelamatkan mereka, terutama naga Taksaka dari korban ular. Sang Astika merupakan putra sang brahmana Jaratkaru. Pada awalnya Jaratkaru bertekad untuk tidak akan kawin. Akan tetapi ketika melihat leluhurnya berada diantara surga dan neraka, karena surga tidak dapat diperoleh oleh orang yang tidak mempunyai keturunan, maka sang Jaratkaru mencari isteri yang namanya sama dengannya. Akhirnya ia beristerikan Nagini, adik para naga yang diberi nama Jaratkaru, karena mereka tahu, bahwa brahmana itulah yang akan menurunkan pahlawan bagi mereka.
BAB VI
Menceritakan sang Winata dan sang Kadru bertaruh atas kuda Ukaihsrawa yang menyebabkan sang Winata menjadi budak sang Kadru. Sang Winata akhirnya dibebaskan oleh sang Garuda, anaknya dan sebagai syaratnya adalah Amarta. Dalam bab VI ini diceritakan juga asal mula ular mempunyai lidah yang bercabang dan sang Garuda menjadi kendaraan batara Wisnu.
BAB VII
Menceritakan usaha para naga menghindarkan diri dari hukuman korban ular yang telah pernah dikutuk ibunya sendiri. Pendapat yang terbaik adalah pendapat Alipatra, bungsu para naga, karena ia ingat bahwa yang akan membebaskan kutukan itu sang Jaratkaru. Pada waktu itulah sang Basuki, pemimpin para naga menyerahkan adiknya, Nagini kepada sang Jaratkaru untuk diperisterinya.
BAB VIII
Menceritakan maharaja Pariksit yang meninggal karena digigit naga Taksaka atas perintah sang Srenggi, karena perbuatan maharaja mengganggu begawan Samiti, ayah sang Srenggi, dengan mengalungi bangkai ular. Peristiwa inilah yang menyebabkan adanya korban ular oleh sang maharaja Janamejaya, putra maharaja Pariksit.
BAB IX
Menceritakan keadaan dan kesudahan korban ular, sesudah sang Astika mengambil bagian dalam hal ini.
BAB X
Menceritakan penjelmaan para dewa yang kemudian menurunkan para Kurawa dan Pandawa, dimulai dari asal-usul dan kelahiran sang Durgandini dan saudaranya yang kemudian bernama Maswowati, raja di negara Wirata. Diteruskan juga dengan cerita sang Sakuntala yang kemudian berputra sang Bharata, dan menurunkan keluarga Bharata.
BAB XI
Menceritakan mantra sakti yang dapat menghidupkan orang yang sudah mati, bahkan yang sudah menjadi abu sekalipun. Diceritakan juga bahwa maharaja Jayati memperisteri putra sang pendeta Sukra. Tetapi juga mengambil budaknya sebagai isteri kedua, sehingga mendapat kutuk dari mertuanya yang menyebabkannya menjadi tua sebelum waktunya. Tetapi putranya, sang Puru sanggup mengganti kutukan itu. Sehingga sesudah 1000 tahun akan kembali menjadi muda, maka sang maharaja Jayati kembali menikmati masa mudanya.
BAB XII
Menceritakan silsilah sang Pandawa dan Korawa, mulai dari sang Puru beristeri sang Kosalya, berputra sang Janamejaya yang beristeri tiga orang. Juga Kuru yang membuat tegal Kurusetra. Sampai pada Hasti yang membuat negara Hastinapura, kemudian sampai pada nama Pratipa, Santanu, Bhisma, Abiyasa, akhirnya sampai Korawa dan Pandawa. Diceritakan juga tentang penjelmaan Astabasu, yang seorang diantaranya menjadi sang Bhisma itu. Juga diceritakan kematian sang Ambo oleh sang Dewabrata (Bhisma) dengan tidak sengaja. Juga tentang kebesaran jiwa sang Bhisma meninggalkan wanita untuk selamanya agar ayahnya, maharaja Santanu dapat kawin dengan Gandhawati.
BAB XIII
Menceritakan penjelmaan yang Yama menjadi sang Widura karena dahulu telah menjatuhi hukuman kepada anak yang belum berumur 14 tahun. Karena itu yang Yama dikutuk oleh para brahmana menjelma menusia yang mempunyai cacat pincang sedikit.
BAB XIV
Menceritakan kelahiran Korawa dan Pandawa dan kedua keluarga itu sewaktu masih kanak-kanak. Diceritakan juga bahwa perbuatan sang Bhima selalu menimbulkan amarah sang Korawa, sehingga Korawa selalu berusaha untuk memusnahkan mereka. Demikian pula tentang bergurunya kedua keluarga itu kepada sang resi Durna serta pertandingan kesaktian yang menyebabkan sang Karna dinobatkan menjadi raja di negara Ngawangga (Angga).
BAB XV
Menceritakan sang Pandawa berdiam di Wanamarta. Di sanalah mereka menempati rumah damar (bale segolo-golo), yang dibuat oleh Korawa dengan maksud untuk meleburkan keluarga Pandawa dengan jalan membakar rumah mereka.
Lepas dari rumah damar itu Pandawa masuk hutan belantara. Di sanalah sang Bhima dapat membunuh raksasa Hidimba serta mengawini adiknya si Hidimbi (Arimbi). Demikian pula kelahiran sang Gatotkaca dari perkawinan itu. Akhirnya diceritakan juga raja raksasa pemakan manusia sang Baka yang mati di tangan sang Bhima.
BAB XVI
Menceritakan sang Pandawa pergi ke Pancala ikut dalam sayembara dan berhasil memperoleh sang Dropadi (Durpadi). Dalam rangkaian cerita ini, diceritakan pula tentang kelahiran sang Parasara (Pancawala) yang sudah tidak lagi menemui ayahnya, karena sudah mati dimangsa raja Sodha yang sudah kerasukan raksasa Kingkara, dan berakhir dibagi duanya negara Hastina untuk diserahkan kepada keluarga Korawa dan Pandawa.
BAB XVII
Menceritakan sang Arjuna masuk hutan selama 12 tahun karena merasa melanggar perjanjian dengan sanak saudaranya yang disaksikan oleh batara Narada. Oleh karena itu atas kerelaannya sendiri ia masuk hutan. Di sanalah ia bertemu dengan Ulupuy dan dewi Citragandha putri maharaja Citradahana, kemudian memperisteri mereka. Dan pada bagian ini diceritakan pula tentang perkawinan sang Arjuna dengan Subadra, adik batara Kresna.
BAB XVIII
Menceritakan lahirnya Abimanyu sampai terbakarnya hutan Khandawa, tempat persembunyian naga Taksaka sahabat sang Indra. Karena itu sang yang Agni minta pertolongan sang Kresna dan sang Arjuna supaya menjaga api pembakaran dan menghabiskan segala makhluk yang akan melarikan diri dari tempat itu. Dalam peristiwa pembakaran itulah terdapat empat ekor anak burung puyuh yang karena permohonan ayahnya kepada yang Agni waktu meninggalkan hutan itu, mendapat selamat dan terlepas dari pembakaran tersebut.
Sebagaimana kisah induknya, Mahabharata, kitab Adiparwa ini semula dituliskan dalam bahasa Sanskerta dan dianggap sebagai cerita suci bagi pemeluk agama Hindu. Tidak tercatat kapan persisnya kisah ini masuk ke Indonesia. Akan tetapi, sebagaimana disebutkan dalam bagian pendahuluan Adiparwa versi Jawa Kuna, kitab ini telah disalin ke dalam bahasa Jawa kuna atau juga dikenal sebagai bahasa Kawi pada masa pemerintahan Raja Dharmawangsa Teguh (kerajaan Kediri, tahun 991-1016) (Zoetmulder, 1994).
SUMBER ARTIKEL sy ambil dari: http://
0 komentar:
Posting Komentar
Jangan lupa menuliskan sedikit komentar ya....? banyak juga boleh..........thanks.....