Harga: Rp.150 rb (blum ongkir)
Kondisi: Lumayan bagus
Tebal: 413 halaman
Cetakan keenam tahun 1987
Serat Cemporet lebih terkenal lantaran digubah memakai bahasa Jawa yang indah. Zaman dahulu, sebelum Jepang menjajah Indonesia, buku tersebut digemari banyak orang untuk bacaan, khususnya yang senang melantunkan macapat. Namun demikian, juga tidak sedikit orang yang mencela kitab tersebut lantaran bahasa yang digunakan terlalu halus (bahasa sastrawi tinggi). Obrolan orang desa yang memakai bahasa tadi dianggap terlalu tinggi, sehingga terkesan dibuat-buat.
Kesan itu pernah ditulis oleh Prof. Dr. R. Ng Purbacaraka dalam bukunya “Kepustakaan Jawa”. Tapi banyak juga orang yang setuju dengan pendapat tersebut karena karya sastra itu mempunyai kebebasan dalam memilih kata-kata, dan tidak harus mengikuti idiom-idiom yang ada di masyarakat tertentu.
Serat Cemporet tersebut sampai sekarang masih digemari. Cerita yang dipaparkan dalam kitab ini benar-benar memikat dan memukai pembaca. Pintarnya sang pujangga dalam menghubungkan ceritanya memang mumpuni. Yang menjadi tokoh tidak hanya manusia saja, tapi ada juga dunia gaib siluman/dewa beserta hewan-hewan. Namun demikian, pujangga Ranggawarsita juga tidak lupa menyisipkan nasihat-nasihat atau petuah-petuah arif yang berasal dari nenek moyang.
Serat Cemporet Ranggawarsita, kisahnya memang ceritera kuno, bagian akhir dari pustaka Rajaweda, yaitu mengenai Negara Purwacarita di istananya Raja Sri Maha Punggung. Awal ceritanya, Raja Suwelacala memiliki putra 6 orang, yaitu:
1. Raden Jaka Panuhun yang suka bertani. Dia merangkul petani tlatah Pagelan dan sekitarnya. Raden Jaka Panuhun berputra 3 orang, yang sulung bernama Raden Jaka Pratana. Badannya cebol. Lalu yang nomor dua bernama Raden Jaka Sangara yang punya cacat saat lahir, dan yang bungsu bernama Raden Jaka Pramana dari ibu keturunan jin.
2. Raden Jaka Sandanggarba, membawahi masyarakat pedagang di Jepara dengan julukan Sri Sadana. Raden Jaka Sandanggarba berputra 5 orang, yaitu Raden Jaka Sudana, Raden Jaka Barana (Daniswara), Raden Jaka Suwarna (Anggliskarpa), Raden Jaka Pararta dan Dewi Suretna.
3. Raden Jaka Karungkala yang membawahi daerah Prambanan dengan julukan Sri Kala. Raden Jaka Karungkala berputra 4 orang, yaitu Dewi Karagan, Dewi Jonggrangan, Raden Jaka Sangkala (Arya Pramadasakala) dan Raden Jaka Pramada (Raden Prawasata).
4. Jaka Tunggulmetung yang membawahi di Pagebangan, memimpin petani garam dengan julukan Sri Malaras. Jaka Tunggulmetung berputra 2 orang, yaitu Raden Jaka Suwarda dan Raden Jaka Damedas.
5. Raden Jaka Petungtantara yang menjadi pimpinan maharesi Medhangkawit dengan julukan Resi Sri Madewa. Pusat kerajaannya di Pamagetan, lereng Gunung Lawu. Raden Jaka Petungtantara berputra dua orang, yaitu Dewi Resi dan Raden Surasa (resikana).
6. Raden Jaka Kandhuyu berkuasa di Purwacarita dengan julukan Sri Maha Punggung, yang bertahta pada tahun Surya 1031 atau 1061. Istrinya ada 3 orang, yang kesemuanya adalah putra seorang dewa. Istri pertama bernama Dewi Sundadari, punya anak bernama Raden Kandaga (Raden Lembu Jawa atau Arga Kalayuda) dan Raden Kandiyana.
Istri kedua yaitu Dewi Mandyadari Retna Kenyapura yang berputra Raden Kandawa. Istri yang ketiga, Dyah Upalagi, berputra Raden Kandeya (Arya Pralambang) dan Raden Kandiyana.
Tersebutlan dalam ceritera tadi mengenai Raja Pagelen yang punya keinginan menikahkan putranya, Jaka Pramana dengan Dewi Suretna, putri raja di Jepara. Lalu, timbul masalah lantaran Jaka Pramana belum berhasrat nikah jika kakak-kakaknya yang cacat tadi belum menikah. Begitu juga Dewi Suretna tidak mau menikah dengan putra raja di Pagelen, lantaran dikira bakal dinikahkan dengan yang menyandang cacat.
Sumber:
MEKAR SARI edisi 25 November 1992 hal. 20
Kondisi: Lumayan bagus
Tebal: 413 halaman
Cetakan keenam tahun 1987
Serat Cemporet lebih terkenal lantaran digubah memakai bahasa Jawa yang indah. Zaman dahulu, sebelum Jepang menjajah Indonesia, buku tersebut digemari banyak orang untuk bacaan, khususnya yang senang melantunkan macapat. Namun demikian, juga tidak sedikit orang yang mencela kitab tersebut lantaran bahasa yang digunakan terlalu halus (bahasa sastrawi tinggi). Obrolan orang desa yang memakai bahasa tadi dianggap terlalu tinggi, sehingga terkesan dibuat-buat.
Kesan itu pernah ditulis oleh Prof. Dr. R. Ng Purbacaraka dalam bukunya “Kepustakaan Jawa”. Tapi banyak juga orang yang setuju dengan pendapat tersebut karena karya sastra itu mempunyai kebebasan dalam memilih kata-kata, dan tidak harus mengikuti idiom-idiom yang ada di masyarakat tertentu.
Serat Cemporet tersebut sampai sekarang masih digemari. Cerita yang dipaparkan dalam kitab ini benar-benar memikat dan memukai pembaca. Pintarnya sang pujangga dalam menghubungkan ceritanya memang mumpuni. Yang menjadi tokoh tidak hanya manusia saja, tapi ada juga dunia gaib siluman/dewa beserta hewan-hewan. Namun demikian, pujangga Ranggawarsita juga tidak lupa menyisipkan nasihat-nasihat atau petuah-petuah arif yang berasal dari nenek moyang.
Serat Cemporet Ranggawarsita, kisahnya memang ceritera kuno, bagian akhir dari pustaka Rajaweda, yaitu mengenai Negara Purwacarita di istananya Raja Sri Maha Punggung. Awal ceritanya, Raja Suwelacala memiliki putra 6 orang, yaitu:
1. Raden Jaka Panuhun yang suka bertani. Dia merangkul petani tlatah Pagelan dan sekitarnya. Raden Jaka Panuhun berputra 3 orang, yang sulung bernama Raden Jaka Pratana. Badannya cebol. Lalu yang nomor dua bernama Raden Jaka Sangara yang punya cacat saat lahir, dan yang bungsu bernama Raden Jaka Pramana dari ibu keturunan jin.
2. Raden Jaka Sandanggarba, membawahi masyarakat pedagang di Jepara dengan julukan Sri Sadana. Raden Jaka Sandanggarba berputra 5 orang, yaitu Raden Jaka Sudana, Raden Jaka Barana (Daniswara), Raden Jaka Suwarna (Anggliskarpa), Raden Jaka Pararta dan Dewi Suretna.
3. Raden Jaka Karungkala yang membawahi daerah Prambanan dengan julukan Sri Kala. Raden Jaka Karungkala berputra 4 orang, yaitu Dewi Karagan, Dewi Jonggrangan, Raden Jaka Sangkala (Arya Pramadasakala) dan Raden Jaka Pramada (Raden Prawasata).
4. Jaka Tunggulmetung yang membawahi di Pagebangan, memimpin petani garam dengan julukan Sri Malaras. Jaka Tunggulmetung berputra 2 orang, yaitu Raden Jaka Suwarda dan Raden Jaka Damedas.
5. Raden Jaka Petungtantara yang menjadi pimpinan maharesi Medhangkawit dengan julukan Resi Sri Madewa. Pusat kerajaannya di Pamagetan, lereng Gunung Lawu. Raden Jaka Petungtantara berputra dua orang, yaitu Dewi Resi dan Raden Surasa (resikana).
6. Raden Jaka Kandhuyu berkuasa di Purwacarita dengan julukan Sri Maha Punggung, yang bertahta pada tahun Surya 1031 atau 1061. Istrinya ada 3 orang, yang kesemuanya adalah putra seorang dewa. Istri pertama bernama Dewi Sundadari, punya anak bernama Raden Kandaga (Raden Lembu Jawa atau Arga Kalayuda) dan Raden Kandiyana.
Istri kedua yaitu Dewi Mandyadari Retna Kenyapura yang berputra Raden Kandawa. Istri yang ketiga, Dyah Upalagi, berputra Raden Kandeya (Arya Pralambang) dan Raden Kandiyana.
Tersebutlan dalam ceritera tadi mengenai Raja Pagelen yang punya keinginan menikahkan putranya, Jaka Pramana dengan Dewi Suretna, putri raja di Jepara. Lalu, timbul masalah lantaran Jaka Pramana belum berhasrat nikah jika kakak-kakaknya yang cacat tadi belum menikah. Begitu juga Dewi Suretna tidak mau menikah dengan putra raja di Pagelen, lantaran dikira bakal dinikahkan dengan yang menyandang cacat.
Sumber:
MEKAR SARI edisi 25 November 1992 hal. 20
0 komentar:
Posting Komentar
Jangan lupa menuliskan sedikit komentar ya....? banyak juga boleh..........thanks.....